-25-

37 4 0
                                    

"Te, pamit dulu" izin Kama pada mama.

"Iya, makasih udah ajak Sean" jawab mama membalas.

"Justru saya yang makasih te" katanya. "Pulang dulu te"

"Iya"

"Assalammualaikum" ucapnya sembari meninggalkan teras rumahku.

"Waalaikumsalam" jawabku dan mama hampir berbarengan.

Kama berjalan menjauh. Ia menatapku lekat. Tak pernah jatuh pada sudut mata nya yang lainnya. Sepertinya aku tahu maksudnya.

"Iya aku tau maksudnya" jawabku sambil berjalan maju ke arahnya. Kami berjabat tangan.

"Haha... aku pulang dulu" ucapnya. "Jangan rindu"

"Ishh Ge-er"

****

Aku membuka notebook yang lama tak kupakai. Permukaannya ditaburi beberapa partikel debu. Aku mengambil sebuah kain untuk membersihkannya.

Plak.

Sebuah benda terjatuh ke lantai ketika aku mengambil kain. Dan itu adalah sebuah arloji. Arloji pemberian sahabatku dulu. Dia seorang laki laki. Lebih lengkapnya dia seorang anak teman ayahku.

Awalnya dulu kami mempunyai tempat tinggal yang berdekatan di Jakarta. Semua berjalan baik baik saja. Kami sering bermain bersama dan menjalin sebuah ikatan persahabatan. Sampai suatu saat semuanya berubah. Seiring waktu ia memiliki rasa padaku. Untuk dia yang umurnya lebih tua dua tahun dariku tak masalah. Namun akan menjadi masalah untukku jika aku memiliki rasa yang sama padanya.

Maka aku putuskan untuk kita tak ada hubungan melebihi sebuah persahabatan. Mungkin ia tak terima. Kami sudah jarang bersama. Menyapa pun tidak. Kami seperti sudah tak mengenal satu sama lain.

Dua tahun berlalu. Tak ada perubahan dari kami. Persahabatan kita masih hancur. Ayah mendapat perintah untuk pindah dari Jakarta ke Madiun. Mau tak mau aku harus ikut pindah. Saat aku ingin menaiki mobil dan menuju bandara ada seorang laki laki yang membuat langkahku terhenti.

"Sean!" Seru orang itu.

"Dio?" Ucapku tak percaya. "Kamu ngapain disini?"

"Aku cuman minta waktu sebentar aja" pinta nya padaku.

"Iya"

"Maafin kelakuanku dua tahun yang lalu. Karena itu persahabatan kita jadi kacau. Aku tahu kalau aku egois. Jadi maafin aku. Kamu mau kan maafin aku?" Ucapnya berderai air mata.

"Aku udah maafin kamu dari dulu. Aku pasti maafin kamu"

"Makasih" terangnya. "Ini ada kenang kenangan terakhir dari aku. Sederhana sih tapi aku mau kamu jaga pemberianku"

"Pasti" jawabku menyesuaikan.

"Kak! Ayo masuk mobil bentar lagi pesawatnya mau berangkat"

"Iya mah" ucapku. "Dio, maaf aku harus pergi sekarang, mungkin lain kali kita bisa ketemu lagi"

"Iya sekali lagi maafin aku" ucapnya mengulang.

"Dalam persahabatan tidak ada yang namanya minta maaf dan ucapan terimakasih" terangku.

"Thanks for all Sean" katanya mengurai.

"Sure"

Aku melihatnya dari kaca spion mobilku. Ia masih terpaku di belakang tak menghiraukan asap mobil yang mengepul.

Yang jelas ia tetap menjadi sahabatku sampai kapanpun itu.

KAMASEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang