-17-

37 3 0
                                    

Meninggalkan cerita tentang Dzaky, aku tetap merasa kegerahan sampai bel pulang Hari Sabtu itu berdering.

"Kayaknya ni Sabtu beneran Sabtu khayalan deh" kesalku. "Buktinya kama nggak ada respect apa gitu?"

Aku tidak tahan dengan gejolak pemanasan global yang sangat menyiksa itu. Hal ini membuatku berhenti di supermarket dan membeli soda. Aku sama sekali tidak menghiraukan kondisi tenggorokanku nanti malam.

Seperti biasa, setiap Sabtu sehabis pulang sekolah aku selalu diajak mama makan di luar alias eat out. Attala yang saat itu tengah bermain game di notebook ku secara mendadak berteriak.

"Kak, ada pesan darii...." teriaknya.

"Ssttttt.." potongku.

Mama sempat menoleh ke arahku dan Attala. Untuk meyakinkan mama aku berusaha menghindar.

"Nggak papa kok ma" sambil menunjukkan senyum ber-replika. Entah mama percaya atau tidak.

Seketika aku menatap Attala dengan wajah sinis. Lalu mengambil notebook itu secara paksa.

Setelah aku check ternyata dari Kama. Ku kira perbincangan yang labil. Tapi tak ku duga sesuatu yang mengejutkan dan sama sekali di luar logika.

Kama:
Aku cinta kamu.

Deg. Jantungku berdebar bagai ritme musik dengan tempo allegro. Hatiku menjadi tekanan sanubari yang kacau. Nafasku terhenti sejenak untuk meyakinkan bahwa aku akan hidup esok hari. Aku tak bisa berbicara satu kata pun. Tak tau harus berbuat apa. Berjuta-juta bahkan beribu-ribu pertanyaan menghantam fikiranku. Air mataku jatuh satu persatu dan disusul puluhan lainnya. Menahan gejolak yang aku sendiri tak tau ini apa.

Bingung antara benar-benar nyata atau hanya drama semata? Tapi jika ini drama, drama apalagi yang direka oleh sutradara sepolos Kama?

Percaya atau tidak, tapi ini benar-benar nyata. Ini bukan mimpi, karena sebelumnya aku sudah menampar wajahku terlebih dahulu. Memastikan.

Inikah yang dinamakan pembuktian? Jujur aku belum begitu yakin. Dengan semua luka yang telah Kama beri? Mungkinkah?

Aku belum bisa menjawab pernyataan segila pernyataan Kama. Aku bingung harus dengan kata apa aku akan menjawabnya. Arrgghh! Terkena virus mengerikan apalagi si Kama ini!

Kerennya lagi, Kama kembali mengirimkan pesan yabg lebih lebih belbih mendadak lagi. Mungkin, itu juga karena aku tidak segera menjawabnya.

Kama:
Gimana? Kita jadian?

Hah! Yang bener aja! Ingin rasanya bilang ke Kama jika ingin bercanda soal beginian jangan sama aku. Kayak nggak tau aja aku gimana orangnya. Tapi dilihat lihat, Kama salah satu orang terdingin yang ada di kelas. Urutan kedua setelah si Sarkasme Arlan. Jadi jika soal yang seperti ini mana mungkin Kama bercanda. Hmm....

Aku mencoba untuk lebih serius dengan lelucon Kama. Ingat! Hanya mencoba.

Me:
Iya

Argghh! Entah apa yang sedang terlintas di fikiranku sehingga aku memilih kata "iya" untuk menjawab lelucon aneh itu.

Kama:
Beneran?
Oke kita jadian.

Crazy!

Hah?!

What what to the what?!

"Gue mimpi apa sekarangg??!!" Ungkap Sean berusaha menahan teriakannya.

Sean bergeming. Ia seperti di libas oleh angin lalu. Tatapannya kosong. Seperti percaya tidak percaya jika seorang Kama bisa segila itu pada nya.

"Argghhh!!"

"Kena virus zombie versi apa nih guee!"


KAMASEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang