Aku masih bertahan dalam dimensi frontal. Jika boleh terus terang, aku sudah penat dan letih untuk semua rasa ini.
Aku menyadarkan dahiku di meja. Berharap agar semua masalahku hilang dalam sekejap. Tiba-tiba saja Nimas datang menghibur. Memang candaan yang aneh. Namun setidaknya aku sedikit merasa tenang. Cukup cantik dan pintar menjadikan Nimas ini termasuk dalam deretan cewek idaman.
"Sean lo lagi apa?" ucapnya seraya menyapa.
"Merenung nim" jawabku malas malasan.
"Merenung? Merenung apaan dah?" tambah Nimas.
"Nasib" sahutku.
"Yahh.. lo jangan gini terus dong. Kasihan tu temen-temen. Siapa juga yang bakal ngehibur kalo yang ngehibur lagi badmood? Udah ya jangan sedih lagi. Be happy.. Ok?"
"Haha.. kayaknya gue terlalu capek untuk happy deh"
"Mana bisaa?? Demi apapun happy itu butuh harga!"
"Dengan harga pun gue udah capek bahagia"
"Wuzzz....... keren amat lo!"
"Hemzz" ucapku creepy.
****
Masalah tentang cinta yang tak tau arahnya ini masih tertambah dengan masalahku pada Hana.
Hana merupakan teman perempuanku di kelas. Iya, satu kelas. Hampir setiap hari aku beradaptasi dan berinteraksi dengannya. Namun lambat laun aku merasakan ada yang berbeda dengan sikapnya kepadaku.
Dia menganggapku sebagai saingannya di kelas. Bukan soal cinta atau apalah itu melainkan soal nilai dan prestasi di kelas.
Faktanya jika aku mendapatkan nilai plus sedangkan dirinya tidak, ia selalu memandangku dengan wajah sinisnya.
Aku yang tidak pernah menganggapnya sebagai saingan apalagi musuh, selalu disalahkan olehnya.
Pernah suatu ketika ada pembagian ulangan. Kejadian ini bermula di kantor. Ketika bu Dina sedang ada rapat mendadak sedangkan hasil ulangan tersebut harus dibagikan. Dan seperti biasa Hana lah yang selalu sigap tanggap darurat ketika hasil ulangan itu mendarat.
Awalnya sih b aja karena yang pasti dia tidak akan mengetahui nilaiku sebelum hasil ulangan itu benar-benar sampai di tanganku. Tapi tidak menutup kemungkinan jika ia akan benar-benar ter-ambisi dengan nilaiku.
Derap demi derap. Langkah Hana semakin dekat denganku. Matanya menatapku. Setajam tatapan elang. Senyumnya seperti melambangkan bahwa dirinya sedang bahagia.
Sebagai teman atau musuh yang baik untuknya, aku pun mendatanginya agar ia tak usah jauh-jauh mencapaiku yang duduk di pojok kiri sudut kelas.
Sebenarnya sedikit ada rasa kesal di hati yang membuat langkahku terhenti sejenak. Hana membagikan kertas hasil ulangan diatas bangku Kama. Arrgghh! Nama itu muncul lagi di saat genting seperti ini.
Aku melanjutkan langkahku. Karena bisa dibilang nanggung jika aku memilih untuk kembali ke tempat dudukku. Bisa-bisa aku akan disebut sebut orang terkonyol di kelas jika aku sampai melakukan hal itu.
Ketika aku sampai di bangku Kama, aku melihat Kama sedang bercakap-cakap dengan Dyra, Bella, dan Dzaky. Ada satu lagi yang duduk di bawah meja. Cukup kuker alias kurang kerjaan bukan? Namun entahlah, aku tidak sempat melihatnya.
Kama terlihat reflek ketika melihatku. Tapi jika aku mau, aku akan bilang padanya jika aku hanya ingin mengambil hasil ulanganku itu saja. Tapi, itu jika aku mau.
Di depan Kama, mendadak Hana melontarkan kata-kata yang bisa membuatku keluar dari zona nyamanku.
"An, nilaimu tujuh" singkatnya sambil pergi meninggalkanku begitu saja.
Aku tersenyum masam.
Haha. Ok fix. Hana benar-benar kehilangan akal. Hanya karena nilai dan ambisi, ia sampai membuatku terpaku di depan semuanya termasuk Kama. Jika tidak Hana siapa lagi spesies langka yang mampu membuat atraksi gila seperti itu.
Tentang Hana di hari itu aku sudah mengikhlaskannya. Mungkin suatu saat ia akan mengerti apa yang aku rasakan. Namun, aku akan selalu berharap yang baik-baik datang di kehidupannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
KAMASEAN
Romansa#4 in peka 2 March 2019 Aku seorang perempuan. Ya, semua orang pasti sudah tau akan hal itu. Perempuan yang ceria dan terkenal aktif di kelas. Jatuh cinta? Bahkan banyak orang yang tak menyangka jika diriku ini bisa jatuh cinta. Apalagi jatuh cinta...