-5-

74 10 0
                                    

Masih suka pada Kama. Itu adalah alasan yang paling tepat mengapa aku tak meninggalkan bangku setelah jam matematika. Entah gara-gara para rumus yang yang berputar-putar di kepalaku atau mungkin karena masih ada Kama di belakangku.

"Sean!" panggil seseorang. Siapa lagi jika bukan Kama yang hanya satu-satunya ada di belakangku.

"Iya" jawabku nervous. "Ada apa Kam?"

Entah mengapa semenjak hari itu aku memperkenalkan identitas ku pada Kama. Ia menjadi seseorang yang tak sebegitu irit kata nya kepadaku.

"Lo bisa jelasin rumus ini? Soalnya gue agak nggak faham" jawabnya sambil menunjukkan sebuah note kecil miliknya.

"Oh.. Yang ini" sahutku sambil menerangkannya.

Aku menerangkannya. Rumus demi rumus selalu ku kaitkan dengan rumus lainnya. Sehingga membuat Kama kebingungan sendiri.

Di waktu yang sama. Ketika aku hendak pergi dari bangku setelah menjelaskan rumus yang cukup rumit pada Kama.

"Sean?" panggilnya terhitung dua kali.

"Iya? Kenapa? Ada rumus lain yang belum gue jelasin? Haha" jawabku sok tahu sambil tertawa.

"Enggak kok" wajahnya terlihat sangat datar.

"Trus kenapa?" tanyaku.

"Lo... Udah punya mantan?" tanyanya ragu-ragu.

Kama ini terkadang benar-benar membuatku kehabisan kata-kata ketika aku didekatnya.

"Eh.. lo kok tiba-tiba tanyanya mendadak gini? Emang kenapa?" elak ku.

"Nggak papa. Tanya aja" ujar nya santai.

"Gimana ya Kam. Gue bingung mau nentuin termasuk mantan kah orang yang pengen gue jelasin ini" jawabku sambil mengerutkan dahi.

"Emang kayak gimana? Ceritain dong"

Aku sedikit bertanya-tanya mengapa Kama sampai menanyakan seluk beluk diriku. Mungkin karena Kama tipe orang yang kepo alias selalu ingin tahu? Tapi menurutku tidak juga.

"Bingung juga mau jelasin. Tapi intinya gini. Dulu ada temen SD yang suka sama gue. Gue nya sih nggak begitu suka sama dia. Cuman gue bukan tipe yang mau dengan sengaja matahin hati seseorang. End the end, karena waktu itu gue emang nggak suka yang namanya pacaran jadi ya udah aku sahabatan aja sama dia. Habis tu kan gue putus sama dia, gue juga lupa putusnya gara-gara apa. Kalau nggak salah sih gara-gara mau UNAS. Tapi lucu juga sih, karena setahu gue yang namanya sahabatan kan nggak akan putus, beda kalau pacaran" jelasku panjang lebar.

"Ya" jawabnya singkat.

Dari dulu sampai sekarang, dari zaman purbakala sampai zaman modern, kebiasaan ini nih yang sering banget laki-laki lakuin. Udah di jelasin panjang lebar dan jawabannya cuman "ya". Mungkin jika Dita mengetahui hal ini pasti dia akan bilang " Lo mau dibakar jadi sate apa mau di goreng kayak bakwan?" haha.. Cukup humoris untuk anak nyasar berlogat Jakarta seperti Dita.

"Kokk.. Respon lo biasa aja Kam?" aku melanjutkan.

"Trus minta respon yang gimana? Gue kan juga nggak tau yang mantan lo itu beneran gitu orangnya apa enggak" menatapku sedikit berbeda.

"Maksud lo gue bohong sama lo, gitu?" jawabku dengan penekanan pada kata "gitu".

"Mungkin" singkatnya.

"Ya kali gue bohong sama lo Kam.. Kam.." tuntasku sambil menepuk bahunya.

"Emang kenapa??" tanya nya dengan raut wajah yang menyebalkan.

"Gue tu ya sebebernya ss......." jawabku keceplosan.

"Ha? Kenapa? Sss apa?" reflek Kama ketika terkejut

"Nggak papa kok nggak papa" sontakku.

Jujur jika ada yang bilang Kama adalah sosok yang care aku bakalan setuju. Bahkan akan sangat setuju. Tapi aku juga beranggapan bahwa Kama adalah makhluk hidup yang nggak peka. Aku sudah mencoba memberinya banyak sign yang seharusnya mudah ditangkap untuk seumuran anak SMP lah ya. Aku tidak mengerti mengapa Kama tidak mengerti perasaanku padanya.

Peka Kam! Peka.

"Lo sendiri udah punya mantan berapa?" tanyaku berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Udah. Tau berapa? Lima" tuntasnya sambil memperlihatkan jarinya yang berjumlah lima.

"Banyak amat. Playboy ya kamu?" tudingku.

"Enggakk, orang yang mutusin aja selalu mereka-mereka" seraya tak terima. "Emang pas itu ke pas an aja ada yang mau" tambahnya.

"Haha.. Bisa aja lo" jawabku sambil tersenyum.

"Tapi kalau boleh jujur gue masih suka sama salah satu diantara mantan-mantan ku itu loh" jawabnya seakan-akan ingin memberi tahu berita yang dapat membakarku.

"Oh.. Siapa?" singkatku.

"Namanya Raina" wajahnya nampak berseri-seri.

"Oh, Raina yang kelas 7A itu?" jawabku tak semangat.

"Iyaa!! Raina yang 7A itu"

"Oh" satu kata dengan wajah flat ku.

Aku tidak menyadari jika ternyata aku telah mengatakan tiga kali kata "oh".

Fix. Dia udah punya mantan dan parahnya dia masih suka sama mantannya.

Aku ingin segera cepat-cepat meninggalkan bangku dengan alasan ingin ke kamar mandi.

"Sorry Kam. Mau ke kamar mandi dulu"

"Ngapain" tanyanya seakan membuat kekesalanku semakin meningkat.

Tepat disaat yang seperti ini, pasti tubuhku tidak mau bersahabat denganku. Maag ku mulai kambuh dan ingin sekali mengeluarkan material bertekstur crunchy. Muntah. Tujuan terakhir adalah kamar mandi.

"Ya ngapain lagi. Aneh kamu" ucapku seraya meninggalkannya.

Aku berjalan menyusuri koridor dan menuruni tangga. Iya, jalan menuju kamar mandi. Aku seperti orang yang didiagnosa mengalami gangguan kejiwaan. Gimana tidak? Orang yang aku suka, laki-laki yang aku impikan, ternyata mengimpikan orang lain.

Sadis? Yes or no?

KAMASEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang