-38-

36 2 1
                                    

"S.. Se.. Sean??" Tanya nya berusaha memastikan.

"Kenapa? Lo nggak butuh gue kan?" Ucap Sean membuat Kama tak percaya.

"Enggak, An. Gue butuh lo, bener bener butuh... tap.. tapi kenapa lo malah pergi?"

"Itu juga karena lo, Kam!"

"Gue udah berusaha minta maaf sama lo, An. Tapi kenapa lo.."

"Lo tanya karena apa? Karena luka yang lo buat terlalu perih buat gue ingat!"

"Gue salah. Gue tau, An."

"Syukur kalau lo tau letak kesalahan lo."

"Gue bener bener minta maaf, An."

"Setelah apa yang lo lakuin ke gue? Gue terima permintaan maaf an lo?" Ucapnya di tengah derasnya hujan yang mengguyur mereka. "Kayaknya gue terlalu baik"

"Tapi dengan lo pergi tanpa kabar, itu bukan memperbaiki masalah, An. Itu malah memperkeruh keadaan."

"Jahat mana dengan lo yang selalu lari dari keadaan?,"

"An...."

"Dan dimana lo ketika gue terbaring lemah di rumah sakit?,"

"Gu.."

"Lo dimana Kam? Dimana?!"

"Gue ada! Gue liat lo dari kejauhan! Gue nggak mau kondisi lo makin buruk ketika liat gue! Gue milih untuk liat lo dari tirai, An!" Jelasnya bertubi tubi. "Sekarang lo tau kan betapa khawatirnya gue sama lo!"

"L.. Lo.. ada di rumah sakit waktu gue..."

"Iya gue ada."

"Berarti waktu itu... benar... lo yang liat gue dari tirai jendela" balas Sean berusaha memastikan.

"Sekarang lo tau kan.."

"Tapi gue tau lo nggak mungkin peduli sama gue, nggak mungkin." Jelas Sean menepis.

"Denger gue, An! Lo tau, selama lo nggak ada, gue selalu nunggu lo, gue selalu nyebut nama lo, gue selalu titip pesan ke bintang buat lo, lo tau seberapa rumitnya hidup gue tanpa lo?"

"G.. gu.. gue.." kini Sean yang dibuat bingung.

"An, gue udah bingung cari lo kemana mana. Dan pada akhirnya, tuhan memang buat rencana lain." Isak Kama. "Lo kembali, An."

"Kam... gue yang salah. Gue yang harus pergi,"

"Kenapa lo harus pergi? Kalau ada gue yang selalu nunggu lo balik, An?" Suara Kama mulai meninggi. Menahan suara seraknya.

"Gu... gue bingung harus gimana.. di satu sisi..."

Mereka berpandangan. Demi apapun keadaan ini membuat nyali mereka beradu. Dibawah derasnya hujaman hujan dan angin yang menggebu.

"Soal Raina itu udah gue selesaiin, An. Dan gue udah bener beber nganggep dia cuman sebagai temen. Nggak lebih!"

"Nggak mungkin!"

"Apa yang pernah buat lo percaya sama gue?" Kama mulai ber-analogi.

"Engh.." sang penjawab mulai bingung.

"Apa juga yang pernah buat lo cinta sama gue?" Tekan kama sekali lagi.

Sean semakin kehabisan kata kata. Raut wajahnya memucat. Menahan dinginnya hujan dan angin yang kian merasuk tulang.

"Sean! Kamu ngapain disini??" Tanya seorang laki laki yang mempunyai tinggi se Kama.

"Gue nggak apa apa." Jawab Sean seperti tau siapa yang ia maksud.

KAMASEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang