-11-

64 9 0
                                    

Aku bangun di hari itu. Bangun dari masa-masa sulitku. Aku menghadap cermin dan kemudian berkata.

"Gue harus kembali jadi sosok Sean yang dulu mereka kenal" kataku pada cermin. Mungkin semua ini gara-gara tadi malam aku bermimpi terbang di angkasa.

Aku sampai di depan gerbang sekolah. Memasuki sekolah adiwiyata tersebut. Beringin yang fantastis di lapangan tengah ini menjadi ciri khas sekolahku. Hawa sejuk dan dingin membuatku betah berlama-lama berjalan melewati lapangan tengah. Setapak demi setapak. Kemudian melewati tangga kemudian koridor atas. Dua kelas selanjutnya setelah kelas 7F adalah kelasku.

Cklek.

Pintu kelas kubuka perlahan. Tapi ternyata sudah ada banyak orang di dalam. Tidak terkecuali Nimas, Dita dan Amel. Mereka juga sudah datang.

"Hai Dita! Amel! Nimas juga dong pastinyaa!" teriakku dari pintu.

"Lo kenapa?! Sakit yak? Kalo sakit kenapa juga lo musti masuk sekolah!" respon Dita melihat kehadiranku. Ia pun menarikku untuk duduk di bangku.

"Ini pasti gara-gara Kama. Ya kan? Lo diapain lagi sama dia? Ha!" Amel menambahkan.

Nimas pun tak kalah ketinggalan heboh dari mereka berdua.

"Gue anter ke UKS ya? Sekalian gue anter sampai rumah. Ntar biar gue aja deh yang buat surat keterangan BK" tegas Nimas.

Setelah mereka bertiga menyidangku dengan para opini yang tidak masuk akal, aku mulai menjelaskan.

"Hmm... Gini ya, siapa dulu yang bakal gue jawab nih? Urut yak" aku menjelaskan. Mereka pun tampak kebingungan dan saling menoleh satu sama lain.

"Dit, gue nggak sakit kok. Malahan, gue lebih sehat dari biasanya" menjawab pertanyaan Dita.

"Mel, ini nggak ada sangkut pautnya sama Kama. Please deh, dia udah sama Rain, dan dia juga udah bahagia sama Ra.." terjeda.

"Sabar An. Mungkin Tuhan udah merencanakan yang lebih baik dari ini. Elo masih bisa dapat yang lebih baik dari Kama" Amel mulai berkicau.

"Eittss... Apaan dah. Fix, gue udah move on. And gue bener-bener ngejalanin prosesnya. Seenggaknya dari sini gue udah belajar materi dimana menunggu itu emang nggak enak" seru ku.

Mereka berdecak heran. Aku sendiri juga tak tau mengapa aku begini. Well, aku merasa masih normal saja. Seenggaknya dengan ini, aku akan benar-benar bisa melupakan seorang Raykama Arkananta.

****

Tak lama lagi sekolahku akan mengadakan kegiatan wisata edukasi di kampung Inggris, Kediri. Tujuannya agar kami bisa mengenal lebih dalam cara menggunakan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari. Namun sayangnya, hanya setengah bagian dari kelas kami yang ikut serta dalam kegiatan tersebut. Tentunya Bella, Dita, Amel, Nimas, Dyra, dan yang lainnya termasuk aku juga ikut serta dalam kunjungan tersebut. Bagaimana dengan Kama? Nasib buruknya dia juga ikut. Juga dengan Dzaky dan teman laki-laki nya yang lain.

Rencana nya aku akan berangkat hari Sabtu besok. Sedikit kesal sebenarnya, karena biasanya di hari itu aku biasa menghabiskan waktuku bersama mama, ayah, dan Attala walau hanya sekedar quality time di suatu tempat.

Di hari Sabtu pun kami berangkat sekitar jam tiga dini hari dan akan menempuh perjalanan selama empat jam. Menaiki bus yang pelayanannya tergolong kategori "D". Apalagi ditambah dengan kapasitas murid yang cukup banyak. Aku memilih untuk diam dan mendengarkan para musik favoritku lewat headset.

Tiba-tiba handphone ku berdering. Di layar kunci ku terlihat beberapa pesan masuk. Ku kira dari mama atau ayah. Tapi setelah kulihat dengan jelas, tertulis disana unknown contact atau nomor tidak diketahui. Terbesit pemikiran jika itu adalah Kama. Karena jujur, kontak Kama sudah ku hapus sejak satu pekan terakhir ini.

KAMASEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang