4. Kasihan sekali

1.2K 141 8
                                    

Ridho pulang dengan keadaan senang. Tak menyangka ia bertemu lagi dengan Haptari, dan yang lebih mengejutkan, wanita itu akan jadi cleaning servis di kantornya. Itu artinya ia akan lebih sering bertemu.

Bukan tanpa alasan Ridho begitu senang dapat berjumpa lagi dengan wanita itu. Berawal saat siang dimana mobilnya menyerempet wanita yang Ridho ketahui sebagai pekerja sapu jalanan.

Kala itu pikirannya sedang kalut, usai menghadiri pernikahan Rani, mantan yang masih di sayangi. Mengendarai mobil tidak hati-hati hingga ikut melukai orang lain.

Namun menariknya, wanita yang ia serempet dan saat itu sedang membawa sekantong kresek gorengan di tangannya, tidak marah-marah pun meminta pertanggungjawaban. Dia hanya berkata, "Maaf, Mas, saya tadi buru-buru, makanya gak liat kanan-kiri."

Ridho terkejut.

"Loh, bukannya saya yang nambrak, tapi kenapa Mbak yang minta maaf?"

"Saya juga salah," ungkapnya sambil memijit pelan tungkai kakinya yang terkilir.

Ridho mulai gusar. Wanita ini terlalu baik atau punya maksud lain? Pikir Ridho.

"Gimana kalo saya antar ke klinik atau tukang urut? Kebetulan saya punya kenalan tukang urut handal."

Haptari menggeleng. Tak lama, wanita lain yang berpakaian sama, menghampiri. "Astagfirullah, kamu nggak pa-pa, Tar?"

"Nggak pa-pa, Mbak Nur."

Wanita bernama Nur itu, membantu Haptari dan membawanya duduk di pinggir trotoar.

"Mas, ini tanggung jawab!" ucap Nur.

Ridho jadi serba salah. Ia mengusap wajahnya bingung. Ketika ia kembali menawarkan bantuan, Haptari mengarahkan telapak tangannya dan berkata, "Nggak pa-pa. Kalo memang buru-buru, Mas lanjut aja."

"Loh, Tar. Kamu gimana? Jangan terlalu baik lah jadi orang, nanti dibodohi baru tau rasa."

Haptari terdiam.

Di sisi lain, Ridho semakin bingung. Ia mengucapkan maaf berulang kali, sebelum merogoh dompetnya dan mengeluarkan lima lembar uang seratus ribuan.

"Kalo begitu ini saja untuk berobat."

Namun, Haptari kembali mengarahkan telapak tangnnya. "Mas, saya masih punya uang kok, kalo untuk ke tukang pijit. Bukan bermaksud sombong, tapi tidak usah. Tukang pijit tidak dibayar sebanyak itu. Saya beneran nggak pa-pa kok, kalo mau lanjut jalan lanjut aja."

Haptari tersenyum. Ridho membalas senyum malu. Lalu ia pamit pergi seperti yang disuruh Haptari.

Hari itu Ridho sempat berpikir jika di kehidupan yang sulit, masih ada orang baik. Wanita itu tidak punya maksud terselubung. Padahal jika mau menerima, sisa uang itu bisa digunakan untuk makan esok, dan esoknya lagi.

Apakah ia tertarik dengan wanita itu?

Ridho sendiri pun tidak tahu. Yang jelas saat bertemu lagi tadi pagi, ada rasa hangat menjalar. Dia tampak lebih cantik dari sebelumnya meski hanya memakai pakaian seadanya. Aneh, setelah sekian tahun hatinya hanya terkunci untuk satu wanita, kali mulai terbuka lagi. Dan lebih aneh lagi, ia merasakan itu pada pekerja kebersihan di kantornya sendiri. Ridho merasa kagum dengan kebaikan wanita itu.

Ridho terkekeh pelan. Apakah semesta sedang berusaha melukiskan takdirnya? Buktinya ia bertabrakan dengan Haptari dua kali, meski dengan cara yang berbeda.

"Idih, Kak Ido ketawa-ketawa sendiri! Jangan bilang gara-gara Kak Rani, Kak Ido jadi kayak gini?"

Sisil, adik perempuannya yang berusia 16 tahun, duduk di sampingnya dengan kerutan di dahinya.

HARMONITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang