Belakangan ini Ziro merasa sikap Sisil berubah. Tidak seperti biasanya, cewek itu jadi sering marah-marah untuk sesuatu yang ringan dan tidak jelas. Semisal saat Ziro tidak sengaja menyenggol tangannya yang sedang menulis. Bahkan, tidak sengaja menjatuhkan pulpennya pun Sisil akan menatap begitu jengkel.
Dari pertama mengenal, seingatnya Sisil sangat jarang marah padanya. Atau malah tidak pernah, karena setaunya saat ia membuat kesalahan, Sisil selalu mencari celah untuk memakluminya.
Lalu, jika penyebab semua itu karena Sisil sedang PMS, Ziro rasa pun tidak akan separah ini, karena saat datang bulan, Sisil tidak merasa sakit yang berlebihan, pun hormon kemarahan. Ia memang hampir tau semua hal tentang Sisil, cewek itu tidak pernah menutupi apapun darinya.
'Lalu kenapa?' pikirnya.
Masih ingat betul kejadian kemarin saat ia mengenalkan Sisil pada Kiya, karena menurut Ziro temannya adalah teman Sisil juga. Namun, Sisil malah acuh dan meninggalkan ia dan Kiya begitu saja.
"Elo yang goblok!" cerca Egi saat Ziro menceritakan uneg-unegnya itu. Ziro beralih menatap Dito, anehnya cowok itu juga mengangguk.
"Kok gitu?"
Egi menggeleng-geleng. "Ro-Ro, lo itu cuma pinter masalah pelajaran doang. Tapi, kalo masalah hati, NOL besar."
"Maksudnya gimana sih?"
"Lo pernah pacaran gak sih? Mungkin dulu banget atau kapan gitu?" tanya Dito.
Ziro menggeleng. "Sama sekali."
"Pantes! Menyelami hati perempuan aja gak bisa." Kedua cowok itu memutar bola mata.
"Udahlah gak usah kayak Sisil yang muter-muter dan bikin gue pening. Langsung to the point aja." Ziro mulai tidak sabar.
"Sekarang lo pikir aja, kenapa selama ini Sisil baik banget sama lo?"
"Ya karena dia sahabat gue."
"Itu jawaban paling goblok versi 2019!" Egi memukul meja, merasa gemas sendiri. Ingin sekali ia mengucek-ucek wajah polos Ziro. "Kalau semua cowok modelnya kayak elo, bisa-bisa para perempuan akan mengalami penuaan di usia dini."
Ziro menggedikkan dagu ke Dito, malas mengartikan kata-kata Egi yang tingkat tinggi.
.
.
"Sisil suka sama lo."
Dan kalimat itu langsung membuat Ziro mematung.
*
"Lo kenapa sih, Sil? Nggak semangat banget, heran gue."
"Gapapa," jawab Sisil sambil mengaduk-aduk bakso yang sedari tadi baru berkurang satu biji.
"Masalah Ziro ya?"
Sisil mengangkat wajah. Menatap kedua teman kelasnya. Lela dan Sindy. Sisil sangat jarang ke kantin, karena selalu dibekali makan mama dari rumah. Ia gampang sakit, jadi tidak boleh makan sembarangan. Namun, karena sedang malas dengan Ziro, ia pun menghindar, ikut ke kantin bersama mereka.
"Darimana kalian tau?"
"Ya tau aja lah. Sekelas juga paham kok, kedekatan lo sama Ziro. Dan kita-kita amati beberapa hari ini, kalian kayaknya lagi gak akur."
Sisil menggeleng pelan. "Gapapa kok, kita baik-baik aja."
"Halah, udahlah gak usah bohong. Kita kan sesama perempuan, kalau mau curhat, curhat aja," Lela menaik-naikkan alisnya.
"Iya, Sil. Cerita aja." Sindy mengangguk-angguk. "Eh ya, beberapa kali ini gue sempet liat loh Ziro bareng anak kelas sebelah, namanya siapa?"
"Kiya."
KAMU SEDANG MEMBACA
HARMONI
RomanceTentang sebuah pengorbanan, bahwa hidup adalah perjuangan. Hidup tanpa suami tak membuat Haptari menyerah. Bagi wanita 34 tahun itu hidup ini keras dan ia harus bekerja lebih keras untuk bertahan. Semua demi kedua anaknya. Bagi Moziro atau akrab dis...