3. Bingung

1.2K 150 8
                                    

"Aku punya solusi, Ro!"

Sisil berseru girang usai Ziro menumpahkan masalahnya. Bukan bermaksud membebani, tapi kala Ziro ingin cerita, Sisil selalu jadi pendengar setia.

"Apa?" tanya Ziro sambil mengigit roti isi pemberian Sisil. Hampir setiap jam istirahat mereka habiskan di kelas. Setiap kali membawa bekal, Sisil selalu memaksa Ziro memakannya bersama. Ziro pun tidak keberatan, karena gadis itu tidak pernah menghabiskan makananya, jadi daripada mubazir lebih baik ia yang habiskan.

"Gimana kalo ibu kamu kerja di perusahaan keluargaku aja?" tawar Sisil antusias.

Ziro mengerutkan dahi. "Perusahaan keluarga kamu?"

"Iya."

"Jadi apa?"

"Bukan jabatan yang tinggi, sih. Tapi dengar-denger perusahaan Kakak lagi buka lowongan buat cleaning servis. Lumayan kan, aku bisa rekomendasiin ibu kamu, dijamin keterima." Sisil menjentikkan jarinya.

"Tapi bukannya itu curang?"

Sisil berdecak. "Kamu polos banget sih, Ro. Apa salahnya coba kalau aku bantu temen? Membantu sesama kan prilaku baik. Lagipula tadi kamu cerita kalo ibu kamu abis keserempet mobil. Nih ya, kalo bersih-bersih di perusahaan, ibu kamu gak perlu lagi panas-panasan di jalanan. Lebih aman!"

Ziro menerawangkan matanya, mulai berpikir. Benar juga yang dikatakan Sisil. Jika menjadi cleaning servis, ibunya tidak perlu lagi membahayakan diri di jalan raya. Dan ia pun juga bisa lebih tenang. Ziro tersenyum, Sisil selalu membantu memecahkan masalahnya.

Perkenalan mereka dimulai saat keduanya sama-sama menjalani masa orientasi siswa. Kala itu Ziro merelakan topi kerucutnya di pakai Sisil, agar gadis itu tidak mendapat hukuman karena lupa tidak membawa syarat tersebut. Ziro selalu tidak tega melihat perempuan kesusahan, ia teringat ibu dan adiknya di rumah, lebih baik dirinya saja yang menggantikan.

Sejak saat itu hubungan mereka semakin akrab. Lalu semakin dekat, karena mereka berada di kelas yang sama.

"Makasih ya, Sil. Aku selalu ngerepotin kamu."

"Nggak masalah, Ro. Kalo ada apa-apa cerita aja. Kalo bisa, aku pasti bantu."

Ziro mengagguk senang. Andai ada kesempatan, suatu hari nanti ia berharap bisa membalas kebaikan Sisil.

"Cukup jangan menjauh, aku udah bahagia," itu yang selalu dikatakan Sisil padanya.

****

Haptari memandang takjub gedung bertingkat di hadapannya. Berbekal alamat yang diberi Ziro, perempuan itu akan melamar pekerjaan di perusaan ini sebagai cleaning serivis aka office girl. Apapun sebutan kerennya, intinya Haptari hanya akan jadi pesuruh atau tukang bersih-bersih disana. Tak apa, jika benar diterima, pekerjaan itu saja sudah membuatnya bahagia.

Berusaha menekan kegugupan, Haptari menggeser pintu dan masuk ke dalam. Ternyata pemandangan di dalam jauh lebih menakjubkan. Lalu lalang orang yang memakai pakaian rapi khas pekerja kantoran tiba-tiba membuat nyalinya ciut. Ia menunduk, memperhatikan penampilannya sendiri, celana bahan hitam dan kemeja putih--baju terbaik yang ia miliki. Membenarkan kerudung yang melorot, Haptari bergerak maju.

Haptari memang hanya lulusan SMP, tapi ia tidak bodoh. Meskipun canggung, ia cukup tau tempat mana yang harus datangi pertama kali. Ia membawa langkah menuju meja resepsionis lantai bawah.

Bercakap-cakap sebentar dengan seorang perempuan ramah--petugas resepsionis, Haptari diarahkan menuju lantai lima dimana ruang HRD berada untuk menyerahkan persyaratan dan test wawancara.

"Terimakasih," ucapnya tersenyum, lalu pamit pergi.

Sampai di depan lift, Haptari kebingungan. Bagaimana cara menggunakannya, ia tidak tahu. Seumur-umur baru pertama kali ia melihat ruang ajaib ini. Ia takut salah pencet, nanti rusak dan disuruh ganti rugi.

HARMONITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang