29. Berusaha Sabar

795 98 8
                                    

Ulangan akhir semester sudah selesai dilakukan. Kini tinggal SMA mereka menjalankan rutinitas setelah UAS, yakni classmeeting. Beberapa anak terlihat tidak masuk sekolah, tetapi beberapa lainnya memanfaatkan untuk mengikuti lomba olahraga yang tersedia.

Seperti saat ini, Sisil tengah semangat bersorak di pinggir lapangan, meneriaki kelasnya yang sedang beradu tanding futsal dengan anak kelas sebelas. Cewek itu sangat antusias, apalagi Ziro ikut bermain dalam pertandingan itu.

"Ayo, Ro, ayo giring bolanya!"

"Ziro semangat!"

"Kyaaa, Ziro itu awas!"

Setelah cepek berteriak-teriak hingga teronggoroknnya kering, Sisil duduk di samping Egi, tepatnya mereka berada di bawah pohon besar, pinggir lapangan futsal. Ia mengambil botol air mineral di tangan Egi, lalu meneguknya cepat, seolah habis main futsal, padahal hanya jadi pemandu sorai.

Sisil menyenderkan kepala di bahu Egi. "Huh, cepek!" ucapnya sembari mengipasi dengan tangannya.

Cowok itu memutar bola mata. "Timbang gitu doang udah loyo."

Sisil mengangat kepala, menatap Egi jengkel. "Cepek tau, suara gue sampai abis nih."

"Siapa suruh teriak-teriak kayak di hutan, lagipula di sana kan bukan cuma Ziro, ada Dito dan yang laen juga, kenapa cuma Ziro aja yang disemangatin?"

"Yee, biarin, suka-suka aing dong," jawab Sisil, kembali menyenderkan kepala di bahu cowok itu.

"Iya-iya gue tau kok. Eee, ngomong-ngomong kalo lo terlihat mesra gini sama gue, Ziro gak cemburu?"

"Kurang kerjaan banget Ziro cemburu sama lo," jawab Sisil cuek, lalu kembali memusatkan pandangan ke lapangan.

Terlihat Ziro menoleh ke arah mereka sebentar. Ya, hanya sekali pandang sebelum kembali fokus ke permainan. Sisil mengela napas, ia tahu Ziro tidak akan cemburu meski ia dekat dengan cowok manapun. Berbeda dengannya yang melihat Ziro dekat dengan cewek selain dirinya langsung uring-uringan.

Sejak Ziro tau tentang perasaannya waktu itu, Sisil sudah tidak pernah membahasnya lagi. Ziro pun demikian, jadi ia anggap Ziro memang hanya ingin berteman. Sesak memang, tetapi Sisil mencoba menerima keputusan. Asal konsisten seperti yang dikatakan, jika cowok itu belum ingin ada hubungan semacam pacaran.

Di sekolah, Sisil memang lebih banyak bergaul dengan cowok ketimbang cewek. Lebih tepatnya dengan Ziro, Egi, dan Dito. Teringat saat ia sempat dekat dengan cewek-cewek dan berakhir di ruang BK, membuat Sisil memilih berinteraksi seperlunya dengan mereka.

Lagipula untuk apa teman perempuan, jika mulut Egi sudah seperti perempuan. Jika ingin bergosip ia tinggal mengajak Egi, jika ingin curhat tentang Ziro ia juga tinggal membicarakan pada Egi. Lalu, saat ia ingin membahas tentang drama Korea dan tetek bengeknya, ia tinggal mengajak Dito, karena tanpa banyak yang tau, diam-diam Dito seorang fanboy.

Mungkin cowok-cowok itu memang tidak bisa diajak membahas tentang fashion, atau beberapa hal yang hanya diketahui oleh perempuan, tetapi toh Sisil masih bisa berbincang dengan mereka--teman perempuannya--meski tidak terlalu dekat.

Sisil mengagkat kepala ketika menyadari Kiya berdiri di pinggir lapangan yang bersebrangan dengannya. Ia mengikuti arah pandang, dan mengetahui mata Kiya hanya terpusat pada Ziro. Cewek itu berdecak, dari semua cewek yang kenal dengan Ziro, ia paling tidak suka dengan Kiya. Menurutnya, Kiya punya harapan yang lebih pada Ziro dari sekadar teman.

"Apaan sih grasak-grusuk?"

Egi mengikuti arah pandang Sisil, lalu mendengkus. "Dasar cewek posesif," ejeknya.

HARMONITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang