Malam itu pukul sembilan, Sisil termenung. Duduk di pinggiran kolam renang, sambil mencelupkan kakinya di sana. Dinginnya air malam tidak sebanding dengan gelisah yang tengah dirasakannya.
Cewek enam belas itu tidak menyangka jika semesta merancang hal yang tidak terduga. Hari itu ketika tidak sengaja mendengar percakapan Ridho dan Haptari, ia sangat terkejut.
Sisil pikir semua kebaikan Ridho pada keluarga Ziro semata-mata karena kakaknya itu atasan dari Haptari. Namun, ternyata pemikirannya salah. Ridho menaruh hati pada ibu dari cowok yang telah disukainya sejak lama.
Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin kakaknya menyukai perempuan yang bahkan sudah mempunyai anak seumuran dengannya? Apakah Ziro sudah tau tentang ini? Dan apakah Ziro terima?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di otaknya. Sisil tidak bisa membayangkan jika suatu hari Ziro benar-benar menjadi anggota keluarganya.
Sisil menutup wajah, mulai terisak. Mengapa semua terasa rumit. Ia sangat mengharapkan Ziro. Namun, tampaknya Ziro tidak pernah menganggapnya lebih dari sahabat. Lalu sekarang semua jadi seperti ini. Sisil rasa akan semakin sulit meraih hati cowok itu.
"Kamu ngapain, Dek. Malem-malem bukannya tidur malah duduk di sini? Dingin tau, masuk angin kamu nanti."
Mendengar itu, Sisil mengangkat wajah, dan menemukan Ridho sudah berdiri di sampingnya, menatap heran.
"Loh, Sil. Kamu kok nangis?" kaget Ridho, kemudian berjongkok untuk melihat wajah adiknya lebih jelas.
Sisil menepis saat kakaknya akan menyentuh wajahnya.
"Kamu kenapa, Dek? Putus cinta? Kan Kakak udah bilang jangan pacar-pacaran dulu, kamu masih kelas satu SMA. Kamu itu masih kecil."
"Apaan sih?" sewot Sisil. Mukanya langsung ditekuk.
"Lah kok marah? Berarti bener dong?"
"Ishh, gak usah sok tau!"
"Yaudah kasih tau kalau gitu."
"Au, ah! Kakak egois!"
Sisil berdiri, lalu berjalan setengah menghentak masuk ke dalam rumah. Ridho yang penasaran pun mengikuti sampai Sisil masuk ke kamar.
"Cowok itu emang gak ada yang peka!" serunya sebelum mengunci pintu kamar, meninggalkan Ridho yang menggaruk rambut, bingung.
Tok tok tok!
"Sil, buka pintunya, kamu itu kenapa?"
"Pergi, Kak. Sisil lagi pengen sendiri, gak usah ganggu!"
"Iya, gak ganggu. Tapi kamu itu kenapa?"
"Sisil gak mau jawab pokoknya!"
Ridho tidak mengerti dengan sikap adiknya malam ini. Tidak biasanya Sisil bersikap demikian. Ia memang sering bertengkar kecil, paling sering adu mulut, tapi itupun tidak serius. Namun, kali ini Sisil sepertinya benar-benar kesal dengannya, dan sialnya ia tidak tahu masalah apa yang membuat Sisil semarah itu.
"Kenapa ya? Perempuan emang susah ditebak," katanya sebelum berbalik pergi.
****
"Kamu kenapa, Sil. Kok dari tadi kayaknya ngelamun terus?"
Pertanyaan itu menyentakkan Sisil dari lamunannya. Ia menoleh, melihat Ziro di sampingnya sedang memasukkan buku, usai guru fisika yang mengajar mengakhiri pelajaran.
"Kamu juga kayaknya gak nyimak pelajaran tadi?"
Kini cowok itu memutar badan, menghadanya. Sedangkan Sisil tidak membalas tatapan Ziro, ia hanya menuduk menatap bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARMONI
RomanceTentang sebuah pengorbanan, bahwa hidup adalah perjuangan. Hidup tanpa suami tak membuat Haptari menyerah. Bagi wanita 34 tahun itu hidup ini keras dan ia harus bekerja lebih keras untuk bertahan. Semua demi kedua anaknya. Bagi Moziro atau akrab dis...