12. Penolong Untuk Kesekian Kali

800 121 15
                                    

Belum selesai masalah satu, masalah lain seolah menghajarnya tanpa ampun. Wanita itu berlari tunggang langgang setelah turun dari ojek yang ia tumpangi.

Semalaman tidak ada kabar, paginya ia mendapat telepon yang mengatakan Ziro masuk rumah sakit, karena menjadi korban tabrak lari.

Samar-samar dari kejauhan mata layunya menangkap sosok Ridho dan Sisil di depan ruang rawat yang disebutkan petugas resepsionis tadi. Mempercepat langkah, Haptari segera mendekati mereka.

"Mbak Tari," ucap Ridho menatap mata Haptari yang bengkak, sehabis menangis. Wajahnya pucat. Penampilannya pun jauh dari kesan rapi.

Ingin sekali Ridho memeluk wanita itu, tapi ia tersadar ini bukan momen yang tepat untuk mencari kesempatan. Lagipula, ia yakin Haptari tidak mungkin mau asal dipeluk lelaki yang bukan mahromnya.

Ridho pun menyenggol Sisil, memberi kode adiknya itu agar mendekati Haptari.

"Gi-gimana keadaan Ziro?" tanyanya bergetar.

Sisil memeluk Haptari dari samping, membimbingnya duduk, setelah dirasa tubuh wanita itu seperti akan limbrung. "Tante tenang, ya," ucap Sisil lembut berusaha menenangkan.

"Ziro gimana, Sil?" tanya Haptari mulai tak sabaran.

Sisil mengela napas, menahan diri untuk tidak menangis. "Ziro udah ditanganni dokter kok, Tante. Tapi ... "

"Tapi kenapa, Sil?!"

"Dia ... ko-koma."

"Astagfirullah!" Haptari menutup wajah. Jiwanya seolah melayang. Tidak ada yang tersisa di dirinya. Air mata pun rasanya sudah tidak mampu ia keluarkan. Sesak sekali, dadanya seperti terhimpit.

"Ya Allah Ziro!" Haptari beranjak, mengintip anak lelakinya itu dari ambang pintu yang ia buka sedikit. Ia tidak menyangka hal ini akan menimpa Ziro. Dia anak baik, penurut, selalu mengerti keadaan, pun tidak pernah cemburu meski kasih sayang Haptari terkesan lebih banyak ke Aini.

Ia hampir melasak ke dalam ketika Sisil memperingatkan. "Maaf, Tante, kata dokter biar pasien tenang dulu. Jadi kita dilarang masuk."

Dengan berat hati, tertatih-tatih ia kembali duduk di samping Sisil dengan napas tak beraturan. Ia menatap Sisil sayu, lalu bertanya, "Gimana ceritanya ini bisa terjadi?"

Sisil membalas tatapan Haptari, lalu menunduk. Ia bercerita jika tadi malam sebelum kejadian ia sempat berkirim pesan dengan Ziro. Semua masih baik-baik saja, ia berbincang lewat telepon, dan Ziro juga memberitahu di mana ia saat itu. Sampai ketika dari sebrang terdengar benturan dan teriakan sebelum sambungan telepon itu terputus.

Tanpa pikir panjang, diliputi perasaan cemas luar biasa, Susil berlari ke kamar Ridho, mengajak kakaknya itu menyusul ke tempat Ziro berada. Tidak disangka Ridho setuju tanpa harus dipaksa.

Saat sampai di tempat kejadian, mereka menemukan beberapa orang di sana. Saat ditanya, benar, ada kejadian tabrak lari di mana korbannya seorang remaja laki-laki, yang sudah ditolong ke klinik terdekat.

"Saat sampai di klinik itu, Kak Ido berinaisiatif rujuk langsung Ziro ke rumah sakit, soalnya liat keadaanya yang lumayan parah,"

"Maaf, karena baru ngasih kabar pagi-pagi, soalnya aku sama Kakak nggak tega ngasih tau Tante saat itu juga," lanjut Sisil.

Haptari menjulurkan kepalanya ke arah Ridho yang duduk di sebelah kiri Sisil. "Ma-Makasih, ya. Udah bantuin Ziro."

Ridho menganguk, tersenyum samar.

"Kita berdoa aja, Tante. Semoga Ziro baik-baik aja, dalam lindungan Allah."

Haptari mengangguk lemah, kemudian berhambur memeluk erat Sisil. Terisak di sana.

HARMONITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang