6. Lain Kali

1K 128 7
                                    

Covernya sih kerja kelompok, tapi prosesnya kerja individu. Huh, sama saja.

Ziro mendengus beberapa kali. Di tempatnya duduk, lebih tepatnya ruang TV rumah Sisil, Ziro menatap layar laptop milik Sisil sambil sesekali melirik malas ke arah dua temannya yang asyik bermain ponsel tanpa mau repot-repot membantunya mengerjakan tugas makalah biologi kelompok mereka.

Ujung-ujungnya dia sendiri yang mengerjakan. Sambil berdecak, Ziro kembali menarikan jemarinya di keyboard. Sementara, teman-temanya membicarakan game online yang sedang dimainkan. Ziro tidak peduli. Lagipula ia belum pernah memaikan game macam itu, mengingat ia tidak mempunyai ponsel pintar seperti milik mereka.

Tak lama setelah itu, Sisil datang dari arah dapur sambil membawa nampan berisi empat gelas minuman aneka warna dan di belakangnya seorang wanita yang Ziro duga pembantu rumah ini, membawa beberapa toples cemilan.

Melihat itu, Egi dan Dito langsung menaruh ponsel mereka dan antusias menghampiri Bibi yang sedang menaruh makanan yang dibawanya ke meja.

"Giliran makan aja kalian gesit," sindir Ziro tanpa memalingkan wajahnya dari layar laptop.

"Lho, namanya juga manusia, Ro. Jadi wajar dong kalo butuh makanan," ujar Dito.

"Yap, betul. Lo nggak inget, Ro. Pelajaran IPA jaman SMP dulu. Di situ disebutin kalo salah satu ciri-ciri makhluk hidup adalah membutuhkan makanan," sambung Egi yang tanpa sungkan mengambil cemilan yang terhidang di meja.

"Disana juga disebutin kalo ciri-ciri makhluk hidup adalah peka terhadap rangsangan. Nah, lo termasuk makhluk hidup 'kan. Tapi kenapa nggak peka-peka kalo disini gue butuh bantuan," sanggah Ziro, masih tanpa menoleh.

Dito dan Egi nyengir ke arah Ziro. "Iya deh, Ro, ntar kita bantuin. Lo kerjain aja dulu semampunya."

Dan Ziro hanya memutar bola mata, karena hapal dengan tabiat mereka berdua.

"Udah nggak pa-pa, biarin aja. Sini aku yang bantuin." Sisil mendekat, duduk bersila di samping Ziro.

Ziro menoleh, Sisil tersenyum. "Kamu mau minuman yang mana? Aku sendiri loh ini yang buat, sambil dibantu Bibi juga sih, hehehe."

Uruk sepersekian detik, Ziro terteguh menatap Sisil. Setelah banyak waktu mereka habiskan menjadi teman sekelas, baru kali ini Ziro menyadari jika definisi cantik bukan hanya tersemat untuk Ibu dan adiknya, tetapi Sisil juga memilikinya. Hari ini gadis itu terlihat manis dengan rambut dicepol atas dan beberapa anak rambut yang terhelai di samping kiri dan kanan pelipisnya. Ditambah senyum dan wajah ceria yang selalu Sisil perlihatkan tiap kali berbicara dengannya , membuat Ziro refleks ikut menarik sudut bibirnya ke atas.

"Hey," telapak tangan sisil bergoyang sekali di depan wajah Ziro.

"Eh, iya?"

"Kok ngelamun gitu? Mau yang mana?"

Ziro terkekeh pelan. "Terserah kamu."

Sisil mengambil jus mangga dan memberikannya ke Ziro. "Jus mangga aja ya? Lagipula jus ini emang khusus buat kamu. Aku inget kalo kamu suka banget sama mangga."

"I-iya, makasih." Ziro meminumnya sebelum kembali memusatkan perhatiannya ke tugas yang sedang dikerjakannya.

Di sebelahnya, hati Sisil menghangat. Walau Ziro bukan lelaki romantis yang akan memuji minumannya dan berkata luar biasa. Namun, Ziro selalu menjadi lelaki yang menggetarkan hati Sisil dengan segala apa adanya dirinya. Sederhana, ulet, pekerja keras, dan baik hati, juga ... tampan. Sisil yakin jika kelak Ziro akan jadi suami dan ayah yang baik untuk anak-anaknya. Sisil bersemu, lalu menggelengkan kepala. Hehe, belum juga genap berusia tujuh belas tahun, tapi sudah berpikir sejauh itu.

HARMONITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang