Sisil menoleh lalu mendengkus melihat cowok yang berjalan di sampingnya sambil senyum-senyum padanya, menoel-noel lengannya.
"Masih kesel?" tanyanya, yang hanya ditanggapi melengos oleh Sisil. Ia memang enggan berbicara dengan cowok itu semenjak beberapa hari lalu ketika cowok itu dekat sekali dengan cewek yang paling ia cemburui.
"Ngapain di sini, mana pacar kamu?"
"Apa sih, pacar mana? Duh, kasihan itu bibirnya kalo dimonyongin terus, ayo tarik sudutnya ke atas, biar manisnya kelihatan," goda Ziro seraya menjawil pipi Sisil.
Cewek itu hampir bersemu, sebelum akhirnya berusaha mengendalikan diri. Ia tidak mau kelihatan blush di depan Ziro. Ia tidak boleh luluh begitu saja. Ia harus ingat kalau sekarang dirinya sedang sebal dengan cowok itu.
Padahal Ziro tahu jika ia sedang cemburu, tetapi cowok itu tidak mengindahkan perasaannya. Malah dengan seenaknya berdekatan dengan Kiya di dekatnya saat mereka mengobrol di depan kelas dengan Dito dan Egi juga.
Ziro berdalih jika ia lebih banyak berkomunikasi dengan Kiya, agar cewek itu merasa nyaman, karena Kiya kesulitan mengakrabkan diri dengan Sisil, Dito ataupun Egi.
"Jangan marah lagi lah. Kamu pernah denger kan kalau kita dianjurkan enggak boleh marahan lebih dari tiga hari. Ini udah dua hari loh."
Sisil menghela napas. Ia tidak mau menatap Ziro, karena tidak tega jika menatap wajah memelas Ziro. Cowok itu pandai sekali menjungkir balikkan suasana hatinya.
"Terus?"
"Ya, kamu kudu segera maafin aku."
"Kata siapa?"
"Kataku barusan."
"Dih," Sisil mempercepat langkah. Ia berdiri di samping gerbang, menunggu jemputan. Dan Ziro tetap stay menunggu dirinya.
"Ayolah, Sil. Jangan kayak gini terus. Bukannya dulu kita bahkan enggak pernah marahan."
Memang benar, tapi semua berubah sejak Ziro mengenal Kiya. Sejak ia merasakan ketidaksukaan ada cewek lain yang dekat dengan Ziro selain dirinya. Kiya mungkin memang hanya diam, tetapi Sisil yakin diam-diam dia berusaha merebut hati Ziro. Rasanya Sisil ingin sekali protes mengapa ia ditempatkan di kelas berbeda dengan Ziro.
Jika masih sekelas kan ia bisa kembali duduk dengan Ziro, dan meminimalisir cewek lain untuk dekat dengan Ziro. Dulu saja saat masih kelas sepuluh, banyak sebenarnya cewek yang ingin dekat dengan cowok baik itu, sayangnya ada Sisil dan segala protect-nya, yang membuat cewek lain mundur teratur. Anggap lah egois, ia tidak akan menyangkal. Namun, ia melakukan itu karena terlalu takut kehilangan Ziro.
"Maafin aku, ya, plis," Ziro mengambil tangan Sisil, menggenggamnya, memohon dengan sangat.
Sisil masih belum menjawab dan memilih masuk ke mobil ketika jemputannya datang.
****
"Ridho!"
Mendengar suara yang dikenalnya itu, Ridho menoleh. Seorang perempuan berlari kecil menghampirinya. Rani, masa lalu sekaligus mantan sekertarisnya. Perut perempuan tersebut sudah rata, artinya bayinya sudah lahir.
Rani menatap Ridho dengan pandangan heran. Ia mendekat, menatap dari atas ke bawah, memastikan orang yang ia hampiri ini orang yang amat dikenalnya. Tapi? Ia maju satu langkah, masih tidak percaya.
"Do, kok kamu jadi kang ojek?"
"Oh, aku tahu. Pasti kamu lagi cosplay, kan?" Rani terkekeh, meski belum yakin dengan apa yang dikatakannya. Ridho menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARMONI
RomanceTentang sebuah pengorbanan, bahwa hidup adalah perjuangan. Hidup tanpa suami tak membuat Haptari menyerah. Bagi wanita 34 tahun itu hidup ini keras dan ia harus bekerja lebih keras untuk bertahan. Semua demi kedua anaknya. Bagi Moziro atau akrab dis...