🍂🍂🍂🍂
.
.
.
.
.Happy reading 😊
❤❤❤❤
Hari Senin adalah hari dimana Rissa ingin diam dirumah saja. Rissa malas jika sudah berdiri diam dilapangan sampai berjam-jam. Kepala sekolah disini memang tak punya hati. Padahal masih ada ruangan indoor yang mampu menampung seluruh siswa Dirgauna. Bukan tanpa alas an Rissa membenci hari Senin, karena sering kali ia meneteskan darah segar dari kedua hidung nya. Dan setelah itu ia tidak diperbolehkan untuk mengikuti pelajaran dikelas.
Rissa memasuki kelas nya dengan lesu, "Rissa ke kelas Sely dulu ya!" Ia hanya mengangguk saja, berjalan dari uks ke kelas nya memakan banyak sekali tenaga. Padahal jarak nya mungkin hanya 3 meter, mungkin karena Rissa menaiki tangga, ia memasukan peralatan tulis nya dengan lambat, membuat Wendy berdecak kesal.
"Ayo Rissa, lama!" Wendy menunggu dirinya diluar kelas.
"Lo duluan aja, nanti gue nyusul!" Kata Rissa menyuruh Wendy pergi. Setelah melihat pergi, ia duduk dan menyenderkan punggung nya pada sandaran meja. Ia menutup mata, merasakan sakit yang tiada tara.
Brakkk.... Suara pintu yang ditendang oleh seseorang membuat nya membuka mata lagi.
Rissa menghembuskan nafas lelah, kakak kelas itu lagi.
Rese emang.
"Eh masih ada orang," pria yang kerap dipanggil Farhand itu menyeringai. Orang itu lagi. Kedua antek nya muncul dari balik pintu. Tanpa banyak bereaksi, Rissa langsung menyambar tas nya dan berjalan keluar.
Tapi tunggu tangan nya ditahan oleh seseorang, "Makasih buah nya." Ujar Farhand lalu tersenyum hangat. Ia hanya membalas dengan senyum ramah nya, melepas lengan Farhand lalu keluar. Tujuan nya adalah kelas Sely, ia akan mengajak Wendy pulang segera. Pusing yang ia rasakan semakin sakit.
"aaaw," Rissa mengaduh sakit kala seseorang menabrak nya.
"Kalo jalan liat-liat dong?!"
"Ehh, sorry gue buru-buru."
"Nggak nanya," tanpa memperdulikan itu lagi, ia masuk kedalam kelas Sely. Mereka sedang asik mengobrol sampai tak sadar bahwa Rissa sudah bergabung. "Ayo pulang!"
"Tanggung ikh."
"Ayo Wend!"
Sely menatap Rissa khawatir, "Lo nggak papa kan?" Rissa hanya menggeleng saja.
"Biar gue yang anaterin pulang!"
Lagi-lagi Rissa menggeleng, "Nggak perlu. Gue duluan ya"
Rissa menarik lengan Wendy paksa, "Riss-"
"Lo nggak ngertiin gue Wendy, gue Cuma pengen pulang. Kepala gue sakit?!"
Rissa memijat pelipis nya lalu berlalu keluar meninggalkan mereka, "Kan kata gue nurut sama Rissa Wendy!"
Wendy menatap kepergian Rissa menyesal. Seperti nya Rissa sakit. "Udah sekarang lo pergi!"
"Iya," Rissa berjalan dengan perasaan kesal.
Rissa menyandarkan punggung nya pada kursi didalam mobil lantas mengambil obat dalam dasbord. Sejenak ia berpikir, harus sesering inikah meminum obat ini. Obat ini sudah menemaninya satu tahun kebelakang. Setelah meminum itu, ia pergi meninggalan area sekolah.
Sampai dirumah, Bijum membukakan pintu pagar dan menuntun Rissa untuk masuk kedalam. "Mau Bijum anter ke rumah sakit neng?" Tawar Bijum, ia menggeleng. "Nggak perlu bi, Cuma pusing aja."
Baru saja Rissa duduk dikursi, Ponsel Rissa berdering, ada panggilan masuk.
Sely menelepon nya. Ada apa? Tak menunggu lama, ia menggeser tombol bewarna hijau itu.
"Gue udah ada didepan Riss,"
"mau ngapain?"
"Mau jenguk lo, kaya nya lo sakit." Rissa berjalan kearah jendela kamar, benar memang ada Sely disana. Tapi tunggu ia tak sendiri ia bersama dengan seorang lelaki. Memakai seragam yang sama. Siapa?
"Lo tinggal masuk aja. Ada Bijum."
"Okey."
Rissa menaruh lagi handphone nya diatas lemari kecil. Ia membaringkan lagi tubuh nya. Baru saja ia memejamkan mata, Sely datang membuka pintu.
"Gue khawatir sama lo Rissa, sekarang lo sering sakit." Ujar Sely duduk disamping Rissa yang tengah berbaring.
"Padahal gue nggak papa, Cuma pusing aja." Sely menaruh telapak tangan dijidat nya. "Kenapa?"
"Suhu tubuh lo normal."
"Kan gue udah bilang."
"Iya-iya."
Sely semakim mendekari Rissa, ia sudah tau jika Sely sudah seperti ini pasti ada sesuatu. "Gimana kabar bang Aldan?" Tuhkan benar. Sely memang menyukai kakak nya yang sedang kuliah di malang sana. Ia mengangkat bahu nya, "Nggak tau."
"Kok nggak tau riss, kan lo adik nya."
"Ya terus, gue harus tau aja gimana kabar abang gue."
"Tanyain sendiri, jangan suruh gue buat telepon dia lagi." Sely mendengus kesal.
Drttt....drtttt...
Seperti kata pepatah panjang umur sekali, Aldan menelepon Rissa.
"Angkat sama lo aja sana!"
"Nggak mau. Malu." Jawab sely sambil tersenyum.
Rissa meraih handphone itu dan mengangkat nya.
Aldan: gimana kabar nya Riss?
Rissa: Baik, lo sendiri disana bang?
Aldan: pusing sama skripsi.
Rissa: sini gue bantuin!
Aldan: kaya bisa aja
Rissa: bisa bang, bantu doa
Aldan: yah, nggak guna dong
Rissa: ada yang kangen sama lo,
Aldan: siapa?
Rissa: tebak aja sendiri.
Aldan: a Sely?
Rissa: cieee langsung tau.
Aldan: kan Cuma dia yang sering nitip salam buat gue, yaudah salam balik.
Sely yang mendengar pun memukul-mukul boneka Rissa gemas, Sely bahagia.
Rissa: yo, orang nya ada disamping gue bang. Lagi dengerin lo ngomong.
Sely langsung mematikan paksa panggilan itu, "Malu-maluin tau."
"Nggak papa lah."
"Yaudah gue pulang ya." Sely tiba-tiba pamit begitu saja, "Cuma itu doang?"
"Iya, makasih Ris. Gue doain lo cepet sembuh." Ia hanya mengangguk, "Oy yang tadi nganterin lo siapa?" Tanya Rissa kepada Sely. Dia tersenyum, "Kakak kelas."
Mendengar peryataan itu keluar langsung dari mulut Seli, Rissa menautkan alis nya bingung. "Kakak kelas, lah terus abang gue gimana?"
"Tau akh pusing."
TgglupR: 080520
Fyi: part masih berantakan karena revisi.
Ending akan Sama, revisi ini hanya menambahkan beberapa moment dan pengantian kata bahkan sedikit penambahan alur.Terima kasih 💜💚
Djie💚
KAMU SEDANG MEMBACA
1001 [COMPLETED] +Revisi+
Ficção AdolescenteMasa revisi. Gue nulis ini Untuk dia kakak senior gue. Sifat-nya benar-benar Gak bisa ditebak. Kadang dingin kadang juga bikin hangat. Tapi, dia selalu bikin kecewa entah itu tindakannya atau pikirannya. Semua yang di lakuin dia selalu salah di mata...