Part 33

326 21 0
                                    


33. Pertanyaan balik.

"Bukannya gue gak punya mulut." Helaan nafas kasar terdengar indra pendengaran Aldi.

"Terus."

"Nabrak tong sampah lo mau." Salsha menimpalinya.

"Lo gak bisa gitu jawab. Singkat juga gak papa. Tinggal jawab 'iya', 'ho'oh', 'mau'. Simpel banget padahal." Kesal Aldi, bahkan cuma jawab aja gak bisa.

Guru aja bisa jawab pertanyaan sama bisa bikin soal. Walaupun jawabannya bikin muridnya harus mikir berat si.

"Lo mau yang singkat tapi gak bermakna apa mau yang panjang tapi bermakna nih. Kalo mau yang panjang tapi bermakna tunggu gue mikir dulu." Salaha mengetuk dahinya berkali kali dengan telunjuknya. Berulang kali.

"Udah nemu?" Tanya Aldi tak sabaran.

"Belom lah." Salsha cuma bisa cengengesan tanpa sebab.

Gemes sendiri masa 😋. --- Autor.

"Goblok maneh." Tuh kan Aldi mulai ngegas.

"Udah ah yuk udah mau masuk nih." Salsha menarik tangan Aldi untuk mengikutinya.

Aldi cuma bisa sabar nunggu jawaban dari Salsha yang menurutnya itu harus di tunggu dengan kesabaran yang gak sedikit.

*

"Lo main alus aja si menurut gue. Lo buat dia minder ataupun merasa gak pantes dapetin Salsha si primadona sekolah ini." Keduanya kalut dengan acara curhat antar lelaki.

"Lo jangan main pistol. Pistol tuh gak baik buat kalangan manusia. Lo kan setan bukan manusia." Kekehan seseorang tadi membuat lawan bicaranya tersenyum sedikit, hanya sedikit.

"Lo golongan mana Ri?" Tanya cowok itu.

"Gue setengah manusia setengah setan. Tapi kalo elo mah beneran setan seutuhnya. " Jawab santai Fahri pada sepupunya itu.

"Gue manusia kok. Cuma suka nembak aja, pake pistol. Hehe."

"Nembak ya pake pistol lah. Kalo pake itu mah udah beda arti lagi mas bro." Seraya menunjuk ke arah bawah yang memang di sebut 'kepemilikan'.

"Bang(k)e juga lo Ri." Timpal Farhan,,

"Gue manusia. Bukan bang(k)e, urusan sisi lain dari gue cuma elo aja yang tau."

Fahri memang seperti itu. Pedas jika berbicara, banyak diam dan tindakan. Berbeda dengan Farhan si biang rusuh yang tak pandai mengendalikan emosi, kasar dan keji. Hanya bagus di bagian wajah yang ia jadikan menjadi topeng persahabatan.

"Asal gue tutup mulut. Kalo keceplosan mah beda urusan."

"Lo gak bakal bisa buka mulut. Lo kan cuma bisa main doang." Jawabnya enteng.

"Main pistol." Ucapnya bersamaan dengan kekehan renyah sebentar.

Setelahnya mereka berdua sama sama pergi meninggalkan tempat yang sempat ia runding juga curhat. Andi akan selalu bersamanya namun hanya menjadi siders akan lebih baik.

*

"Pulang bareng gue apa sama siapa?" Tanya Ari pada Salsha yang masih membereskan peralatan peralatannya.

"Bareng Aldi kalo jadi." Salsha masih fokus dengan tas miliknya.

"Jadi lah. Segala lo jawab kalo jadi. Salsha balik bareng gue Ar." Aldi menimpalinya dengan menggendong tas yang berlogo itu.

"Tinggal pacaran juga apa susahnya. Beruntung kan jadi gue gak ganggu dan gak jadi obat nyamuk juga." Salsha kesal dengan acaranya berangkat sekolah pagi pagi hanya untuk menjemput Stefi yang kenyataannya rumahnya sangat berbeda jauh. Walaupun se arah.

Bukan Kesalahan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang