PART 2

877 67 7
                                    

Rindu, bukan satu kata untuk mengenang. Namun, satu pemikiran untuk mudah mengatakan.

"Apaan?" Tanya Iqbal yang bingung dengan Aldi yang terus sana menatapnya panuh intimidasi.

Aldi mengendikan bahu. Kemudian dia mengendong ranselnya pergi mendahului sahabatnya sendiri.

"Itu, si kunyuk kenapa?" Bastian mulai beebicara dengan tatapan Aldi pada Iqbal, dan sebenarnya Bastian juga tahu apa yang sedang Aldi maksud.

Bukannya menjawab Iqbal juga ikut mengendikah bahu dan meninggalkan Bastian seorang diri.

"Percuma jadi sahabat kalo yang satu gak mau jujur tentang perasaan satu sama lain."

"Yang satu pura pura gak tahu, yang satu yang satu lagi udah kesel." Sambungnya lagi, kemudian Bastian berlalu pulang.


*****

Ditengah angin kencang, Salsha membawa bayangannya menuju mobil yang dia bawa. Dengan meletakan tentengan buah dan roti sebagai pelengkapnya. Salsha menghela nafas.

Dia akan menemui Karel, mantan sahabatnya. Rasa bersalah tidak memaafkan membuat Salsha merenungi semua takdir yang menimpa Karel.

Seharusnya Karel tidak mengalami kondisi buruk seperti ini, semuanya juga karna Salsha.

Alasannya memang Salsha, karna pada dasarnya Karel ingin melindungi Salsha dari Farhan, namun nyawanya sebagai imbasnya.

Untung saja Fahri datang, menemuinya dan memisahkan keduanya. Entah apa yang harus dia ucapkan pada Fahri, bisa saja Fahri juga memiliki pemikiran yang sama seperti Farhan.

Setelah menghela nafas, Salsha menyalakan mobilnya dan mulai menjalankan mobilnya dengan kecepatan rata-rata.

Sesampainya di rumah sakit, Salsha memarkirkan mobilnya tanpa sungkan.

Dibalik sana ada seseorang yang sedang terbaring lemah, wajah pucat, nafaspun dibantu. Dengan langkah bingung, Salsha membuka pintu dengan sangat lirih. Bukan takut untuk membangunkan, namun takut jika menganggu.

Helaan nafas terdengan begitu saja, Karel yang sedang dinyatakan koma itu, masih senang tertidur dengan wajah polos seperti menahan sakit.

Salsha berjalan mendekat kearah meja disebelah kanan Karel, kemudian dia meletakan bawaannya untuk sahabatnya itu. Anyara kesal, benci, dan merasa bersalah berkolaborasi menjadi satu

"Maaf, maaf Rel. Gue belum bisa maafin elo, apalagi Caitlin. Kelian berdua terlalu sempurna buat gue pisahkan, tapi gue yang emang terlalu egois buat mengakuinya."

"Maaf lagi, maaf gue buat lo masuk dalam kesakitan ini. Maafin Fahri yang terlalu terlambat memisahkan kalian berdua, maaf gue terlalu bodph buat peka tentang Farhan."

"Lo masih tetep sahabat gue, sekalipun gue benci banget sama lo."

*****

"Kucel banget si Sal, perasaan baru aja masuk kelas." Yang mendapat teguran hanya memasang wajah datar seperti biasanya.

Salsha berjalan menuju kursi tempatnya. Casie dan Stefi mendekat.

Bukan Kesalahan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang