29

88 5 1
                                    

"kamu kalau mau membolos yo jangan ngajak-ngajak dia.  Kalau kamu bolos ya, bolos sendiri aja.
Kan kasihan ceweknya, poinnya berkurang.  Yang bapak lihat ini,  anaknya gak pernah ngelanggar aturan,  gak kayak kamu. " ucap pak Geo menyudahi ceramah panjangnya.  Dava sudah bosan mendengarnya,   Begitu juga dengan gadis  berambut sebahu disampingnya.
"hhuhh..  Iya pak, iya. Maaf kalau saya udah ngelanggar peraturan.  Maaf juga udah ngajak Rain ngebolos. " ucap Dava sambil melirik Rain disampingnya.
Pak Geo menatap Rain menunggu apa yang ingin diucapkan gadis berkulit kuning langsat itu. 
"dia juga minta maaf pak"  ucap Dava mewakili Rain saat melihat pa guru itu menatap gadis cantik disebelahnya.
"loh kok kamu yang ngewakili toh.  Dosa yo tanggung sendiri-sendiri,  jangan rame-rame, emang tugas kelompok?" ucap pak Geo.
"ckk. Dia itu gak bisa ngomong pak.  Dia mengalami trauma." ucap Dava.  Dava sendiri mengetahui alasan Rain tak ingin bicara dari sang bunda jeaneth.
"trauma?
Trauma apa? " tanya pak Geo,  penasaran.
"trauma masa lalu.  Mungkin dulu ada kejadian yang membuat dia trauma pak. " jelas Dava yang mulai bosan.
"ooo begitu. Yasudah,  kalian sekarang boleh pulang" ucap pak Geo. 
"Makasih ya pak" ucap Dava,  sambil menarik tangan Rain keluar dari tempat itu.

"maaf yah,  udah buat poin kamu berkurang.  Aku benar-benar merasa bersalah, " ucap Dava dengan tampang menyesal.
Rain menggeleng-gelengkan kepalanya.  Dava mengerti apa yang dimaksud Rain.
Mungkin karena sedikit lama mengenal Rain,  ia jadi mengerti,  apa maksud gerakan-gerakan yang diperagakan untuk berkomunikasi.
"yasudah,  aku antar kamu pulang yah,  ini udah sore" ajak Dava,  lalu mereka berjalan bersama kearah motor Dava.
"Rain, kita kerumah aku ya, " ucap Dava sambil fokus menatap jalan yang lumayan macet.
Ia menatap lewat kacamata.  Ingin tau,  apa reaksi dari si gadis hujan.
"iya ya, " ajak Dava lagi. Dan pada ajakan kedua kalinya,  Rain mengangguk menyetujui permintaan Dava.  Dava tersenyum senang melihat jawaban Rain.

"ayo masuk.  Jangan malu-malu,  anggap aja ini rumah sendiri.  Bentar ya, " ucap Dava sambil memasuki sebuah ruangan.
"ma,  ada Rain tuh. Cewek yang pengen Dava kenalkan ke mama, " ucap Dava sambil menaik turunkan alisnya.
Mama Dava yang mendengar itu,  buru-buru membuka sarung tangannya,  lalu keluar tanpa isin.
Dava yang mengingat sesuatu yang harusnya diingatkan pada mamanya,  buru-buru mengejar mamanya.
"ma,  ma,  ma,  ma.
Bentar deh.  Dava pengen ngingatin kemama,  kalau Rain itu gak bisa ngomong. " ucap Dava apa adanya.
"apa! " kaget Mama Dava refleks
"ya.  Tapi, bukan karena masalah sama bagian-bagian tertentu,  tapi karena trauma masalalu.  Jadi mama kalau tanya,  trus minta jawabannya,  ditunda dulu ya mam,  sampai Dava bisa nyembuhin dia. " ucap Dava tulus.
Mama Dava yang melihat itu,  tersenyum senang melihat anaknya betul-betul tulus berteman dengan gadis itu.

"ayo nak.  Diminum tehnya,  mumpung masih anget.  Sama kue nya juga dimakan. " pinta mama Dava.  Rain hanya mengangguk saja sebagai jawaban.
"kata Dava,  kamu adik kelasnya ya? " tanya Mama Dava yang lagi-lagi dijawab dengan anggukan oleh Rain.
"kamu,  kalau Dava nak.. ."
"tante. " panggil seseorang memotong pembicaraan mama Dava.  Reflek,  kedua wanita yang sedang asik berbincang berbalik menatap seseorang yang berpenampilan sangat cantik,  dengan rambut yang dilepas menutup bahunya.
"lucia?  Kamu sejak kapan ada disini. " tanya mama Dava reflek.
"tante, disini mana nih.
Dirumah ini, apa di kota ini? " ucap lucia, sambil berjalan kearah wanita paruh baya dan bersalaman dengannya.
"ya,  dikota inilah, " jawab mama Dava.
"heheh.. Seminggu lebihlah tan.
Tapi baru sekarang mampirnya,  maaf ya tan, gak bawa ole-ole" ucap lucia lagi
"ahah iyaiya gak papa kok." balas mama Dava sambil mengibaskan tangannya pelan.
" ohiya,  kenalin nih, temannya Dav... "
"ohh,  temannya Dava ya tan,  tau kok.. " potong lucia.
Mendengar itu,  mama Dava hanya mengangguk sebagai jawaban.
"eh.  Mau minum apa ni? " tanya mama Dava pada lucia
"gak usah tan,  kalau aku mau, aku bisa buat sendiri kok," ucap lucia sambil menatap Rain dengan senyuman smirknya.  Kelihatan sekali kalau ia ingin menunjukkan kalau ia sudah sangat dekat dengan keluarga Dava pada Rain yang menatapnya takut-takut.
Mama Dava hanya mengangguk jawaban lucia.
"mmm Nak Rain,  kalau datang kerumah ini dan tante gak ada,  gak usah malu-malu ya,  mau minum buat teh, jus atau apapun itu yang diinginkan, dapurnya sebelah sana.  Anggap aja rumah sendiri.  Yaa sapatau nanti bisa jadi rumahnya beneran.  Jadi mantu tante gitu.  Iyakan Lus? "
Ucap mama Dava, bermaksud menggoda Rain.
Deg
Rain menatap lucia dengan tatapan bingung,  dan lucia yang mukanya sudah merah padam.
"ma,  siap,,,,? " melihat siapa yang datang,  Dava terdiam sejenak.
Ia berjalan kearah ruangan itu dengan berusaha tenang,  lalu duduk disamping Rain.
" Ayo Re,  kita pulang.  Kasihan nanti bunda nyariin kamu. " ucap Dava dengan suaranya yang mulai berubah serak.
Rain mengangguk kepada Dava lalu bangkit dari tempat duduknya dan berpamitan pada mama Dava. Mereka berjalan keluar, lucia melihat itu dengan hati yang bercampur aduk.
'secepat itukah kamu ngelupain aku, Dav? ' ucap lucia dalam hati.

RAINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang