11

120 9 1
                                    

Dava berjalan di koridor Sekolah.
Hari ini Dava datang lebih awal dari biasanya.
Kelas sepi?
Ada apa?
Dava mengambil hp lalu mencari nomor kontak.
Angga
"lo dimana? "
"berantem? Siapa? "
"oke. "

Setelah memutuskan telfon, Dava berlari ke arah belakang sekolah.  Disana Dava melihat banyak siswa yang menonton perkelahian. 
Dava menerobos masuk.  Ia melihat Angga, Maliq, dan Ari yang kesusahan melerai kevin yang sedang beradu jotos dengan Aldi
Terlihat nafasnya memburu.
Emosinya tak habis-habis.
Padahal Aldi sudah babak belur akibat pukulan hebatnya.
Dava menarik Kevin ke arah kelas. Walau kesusahan saat menarik Kevin.
Dava berhasil juga.
"soal Dewi lagi? "
Tanya Dava pada Kevin, saat sudah sampai di kelas.
Masih 15 menit lagi baru bel untuk pelajaran pertaman dimulai.
Kevin mengangguk sebagai jawaban.
"Gw dapat kabar dari mamanya.
Asmanya kambuh. Kemarin si brengsek itu ngajak Dewi ke club sampai tengah malam.
Untungnya dia gak di apa-apain.
Tapi, gw harus tetap ngasih dia pelajaran. "
Ucap Kevin.  Dava terdiam.  Ia tidak membalas perkataan Kevin.
"gw takut Dewi di apa-apain sama si brengsek itu Dav. "lanjut Kevin sambil menunduk.
"jaga dia. Bukan berarti lo ngekang dia. Lo gak boleh ngelarang dia ketemu sama si Aldi. Cukup jaga dia aja" ucap Dava sambil menepuk-nepuk pundak Kevin.
Kevin mengangguk.
"lo udah mulai ngebela diri lo ya,
Tapi menurut gw.  Udah deh,  stop berantemnya.  Lo bisa di DO."
Ucap Dava lalu berpindah ke tempat duduknya.

••••

Sore ini,  Dava duduk di sebuah bangku taman, dekat kompleks rumahnya.
Menikmati siomay dengan udara yang sejuk.
Sedang asik mengunyah makanan itu,  seseorang yang selama ini mengganggu pikirannya duduk dibangku yang tempatnya tidak terlalu jauh.  Menggunakan pakaian serba hitam, sambil menikmati es krim rasa strowberry.
Dava memperhatikan gerak geriknya.
Tidak aneh,
Trus apa yang ngeganjel yah?
Tanya Dava pada hatinya.

Setelah beberapa jam duduk di bangku taman itu,  langit mulai menggelap,  orang-orang sudah banyak yang pulang.
Tapi gadis yang sedari tadi ia lihat belum juga bergerak untuk pulang.  Padahal ia yakin,  sebentar lagi,  hujan akan turun.
Akhirnya, apa yang ia pikirkan terjadi juga.  Mulai dari gerimis sampai hujan yang lebat.
Kayanya, dia beneran suka hujan deh.
Pikir Dava.
Dava melihatnya datar.
Lalu berjalan mendekat dan menariknya. Gadis itu kaget.

"LEPAS!! "
Dava terpaku.  Gadis itu menghentakkan tangannya.
Dia bisa berbicara?
Suaranya....
Dava menatap gadis itu.
Sedangkan yang ditatap, hanya menampilkan wajah cantiknya.
Begitu indah.
Sampai Dava lupa, lupa bahwa dia adalah si hujan Yang selama ini menjadi penghuni dipikirannya.
Gadis itu menariknya duduk di bangku itu.  Bangku tempat ia duduk.
Dava mengikutinya.  Ia sudah lupa akan dirinya yang sudah basah kuyup.
Ia lupa, bahwa hujan sudah membasahinya.  Ia lupa bahwa ia tidak suka pada hujan,  ia benci pada hujan.
"lo ngapain duduk, dengan hujan yang lebat ini? "
Tanya Dava, setelah lama diam.
Gadis itu menatapnya tenang.
"saya suka hujan."jawabnya singkat tidak lupa dengan senyumnya.
"kenapa?
Hujan itu bakal buat lo basah,  kalau udah basah bisa bikin lo sakit.
Mau? " tanya Dava
"hujan itu, ngingatin kita bahwa jatuh berulang kali, tidak boleh membuat kita menyerah. 
Selain itu,  hujan juga ngingatin kita, setinggi apapun kita.  Ada saatnya kita harus jatuh untuk orang lain. " ucap gadis itu,  lalu berdiri.
Dava hanya menatapnya.
Gadis itu menunduk untuk mencium pipinya singkat.
"jangan benci sama hujan. Nanti saya sakit.
Jangan ingat hari ini.  Nanti saya hilang. "
Setelah itu, gadis itu pergi.
"woy!
Kemana lu?
Hujan!! "
----

"dek,  bangun"
Dava kaget dan terbangun.  Oh,  itu hanya mimpi.
Kenapa dia bisa tertidur di sini?
Mungkin angin yang sejuk ini yang mengajaknya tidur.
"udah.  Adek tidurnya dirumah aja.  Jangan disini.
Sekarang hujan udah mau turun. " ucap om-om tetangganya.
Dava mengangguk, mengucapkan kata permisi lalu pergi.

RAINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang