37

71 5 0
                                    

"STOP!
Dava berhenti meninju mobilnya.
Ia menatap orang itu, dengan tatapan menyerah.
"sekarang kamu beda ya Dav,  sekarang kamu itu pengecut, bodoh, mati rasa. Kamu pikir gak sih, cara kamu itu salah besar,  kamu pikir dengan memarahi orang itu, bisa secepat itupula kamu nyelesain masalahnya? Kamu salah besar Dav. Cara kamu ini justru menambah masalah." ucap Orang itu dengan kata-kata yang cukup pedas.
Dava menunduk.
" terus menurut lo gw harus gimana? Gw diposisi yang sulit lus" ucap Dava pelan. Ya.  Itu lucia. Gadis itu telah mengetahui semuanya dari Revan.
Dan dengan cepat pula ia mendengar kabar bahwa Dava hendak membolos sekolah dari teman Dava.
"kamu yang menyulitkan keadaan bukan keadaan yang menyulitkan kamu. " ucap Lucia.
Dava terdiam. Ya itu benar, kalau saja Dava tidak langsung mempercayai orang itu,  ia tidak mungkin menyakiti gadis hujannya.
Lucia menatap Dava tak percaya. Bagaimana bisa orang seperti Dava bisa sekacau ini karena Seorang gadis?  Bahkan dirinya tidak pernah melihatnya saat bersamanya dulu.  Lucia menelan salivanya, betapa berharganya wanita itu dimata Dava.
"jangan temuin dia dulu kak, dia butuh ketenangan" ucap sahabat sigadis hujan yang mulai tenang.
Semua mengangguk menyetujuinya.  Dava hanya bisa menunduk. Pada akhirnya, ia harus mengorbankan perasaannya karena egonya sendiri.

....

Siang ini,  Dava pulang dari sekolah dengan malasnya. Sudah sebulan semenjak kejadian itu, ia tak bertemu gadis hujannya.
Kali ini, ia bertekad untuk menemui gadis hujannya.
Rasa rindu sudah sangat memenuhi hatinya. Ia rindu tatapan hangat gadisnya. Sangat rindu.

"permisi" ucap Dava sopan saat berada didepan pintu rumah yang cukup mewah itu.
Selang beberapa menit, seseorang membuka pintu rumah itu.
"hallo tante" sapa Dava sopan. Ya,  itu mama dari Rain.
Dava menyalimi tangan tante itu.
"nak Dava, " balas mama Rain saat melihat seseorang yang sudah lama menghilang itu.
Dava dipersilahkan masuk kedalam rumah.

"bagaimana kabar Rain tante?" tanya Dava to the point.
Mama Rain tersenyum masam.
"sebelum tante menjawabnya,  apakah nak Dava akan mempercayainya? " tanya Tante jeaneth, mama rain.
Dava menyerngit tak mengerti.
"nak Dava harus tau, Raina itu sahabat nak Dea,adik nak Dava. Dea sering kemari, bahkan saking seringnya, kami;om dan tante sudah ia anggap sebagai papa dan mamanya. " ucap tante jeaneth, dengan tatapan sedihnya pada Dava.
Dava yang mendengar itu merasakan jantungnya berdegub cepat.
"mereka, mereka sangat dekat.  Berteman sejak smp dan berpisah ketika memasuki kelas 1 SMA, karena kecelakaan yang mengenaskan." ucap Mama jeaneth menahan isak.
"Nak Dava harus tau, Rain juga mengalami kecelakaan itu.
Mereka hendak diculik oleh seseorang tepat hari ulangtahun Dea. Mereka berusaha kabur, namun sayang mereka tetap tertangkap.
Dea berusaha kabur dengan sekuat tenaganya, sampai tidak sengaja, ia tertabrak truk besar yang lari dengan kecepatan tinggi. Anak tante, melihat itu semua. Mentalnya terganggu.
Tapi,  ia tidak berhasil menyelamatkan Dea, seketika suaranya tak dapat keluar. Ia tetap diculik orang dengan keadaan syok."
"Tan_te" ucap Dava terbata-bata
Ia tak ingin mendengarnya lagi.
Ia tak ingin mendengarkan apa yang selama ini yang telah ia duga.
Ya. Dava bukanlah orang bodoh, Dava memiliki IQ yang cukup tinggi. Dengan segalam macam bentuk penyelidikan yang ia lakukan waktu itu, ia mendapatkan dugaan yang ternyata tepat. Tak meleset. Sesuai dengan apa yang diceritakan mama Rain. Jeaneth.
Ketika menemui adiknya yang sudah tak bernyawa di pinggir jalan berkat telfon dari seseorang, Dava syok.
Ia berusaha mencari siapa yang telah membunuh adiknya. Ia melihat cctv yang berada tidak jauh dari tempat kejadian, namun sayang.
Wajah pelaku, serta wajah orang yang diculik bersama adiknya tidak kelihatan.

Nafas Dava terlihat memburu. Ia menahan rasa sakit didadanya ketika semuanya telah jelas ia ketahui.
"nak Dava,  maafkan tante jika harus menceritakan semuanya.
Tante tidak ingin anak tante ditekan seperti sebulan yang lalu.
Ia, ia sekarang berada di rumah sakit, karena hampir saja melakukan bunuh diri." ucap Tante Jeaneth lembut.
"tante tau apa yang nak Dava rasakan. Tapi,  tante harus mengatakan ini,  agar tidak menuduh anak tante lagi.
Segera hubungi polisi untuk mencari dalang dari semua ini,kalau nak Dava butuh bantuan, om sama tante siap membantu semampu om dan tante" ucap Mama dari Rain itu.
Dava tertunduk.
Yah.  Ia harus melanjutkan semuanya sampai tuntas.
Dava menatap mama Rain dan mengangguk dengan pasti.  Bahwa ia akan segera menyelesaikan masalah ini.
.
.
.
.
"Bang! " panggil Dava pada Revan yang tengah asik menikmati kopi hangat serta ditemani hujan yang cukup deras.
Revan kaget akan kedatangan Dava dikamarnya.
Segera ia membalikkan tubuhnya kearah Dava yang tengah berbaring diatas tempat tidurnya.
"ada apa Dava? " tanya Revan.
"untuk dugaan gw waktu itu, lo kasih nilai berapa? " tanya Dava pada Revan.
"dugaan apa? " tanya Revan tidak mengerti.
"dugaan tentang kasus meninggalnya Dea Van" balas Dava gemas.
"kenapa memangnya?" tanya Revan tanpa menjawab apa yang ditanya Dava tadi.
"ckkk... Jawab Aja dulu! " jawab Dava emosi
Revan yang mendengar itu segera memikirkan seberapa besar nilai untuk keponakannya yang menduga kasus meninggalnya Dea.
"yah.. Waktu itu, dugaan lo cukup masuk akal.
80% mungkin" jawab Revan.
Dava bangkit dari tempat tidur itu, dan duduk didekat Revan.
"kalau dugaan gw bener gimana? " tanya Dava pada Revan.
"lo tau dari mana? " Tanya Revan menyelidik.
"gw tau dari mamanya Rain tadi. Dia cerita sama persis dengan apa yang gw duga selama ini. " balas Dava.
"okey, kita bisa nyelesain masalah ini kayanya.
Hubungin Angga sekarang" Ucap Revan dengan menyeruput kopinya yang tinggal sedikit itu.
Dava mengangguk.
...
TOK TOK_
"masuk aja" teriak Revan.
Angga masuk dengan tatapan datar.
" bukain kek" ucapnya pelan.
"ada apa" tanyanya lanjut, setelah sampai didepan Dava yang tengah duduk dikursi dekat jendela kamar Revan.
Dava menceritakan semuanya tanpa terkecuali.
"gimana?  Lo bisa bantu? " tanya Dava mengakhiri ceritanya.
" nah!  Gw tadi baru pulang dari kantor papa buat ngebahas masalah ini.
Kata papa, sebenarnya masalah ini itu bisa terselesaikan dengan cepat, tapi karena papa kamu udah gak mau ngelanjutinnya yah, kasus ditutup tanpa hasil akhir." ucap Angga. Papanya seorang polisi, maka dari itu, ia sangat antusias untuk menyelesaikan kasus Dea, adik sahabatnya ini.
"kita kekantor polisi sekarang." ucap Revan setelah mendengar penuturan Angga yang
Cukup panjang lebar itu.
Mereka berangkat bersama menuju kantor polisi.
....
"hallo om," ucap Dava sambil menyalami  papa Angga yang merupakan polisi.
"hallo nak, bagaimana? " tanya papa Angga,pak Andra.
"kamu mau ngebuka kembali kasus ini? " tanya Pa Andra.
Dava mengangguk.
"bagaimana dengan papa dan mamamu? Ah.. Lebih tepatnya mamamu" ucap Pa Andra.
Dava menunduk.
Cukup rumit memang. Membuka kasus ini berarti siap menerima segala konsekuensi.
"itu belakangan pak"ucap Revan meyakinkan Pak Andra yang tau persis kenapa kasus ini ditutup.
Pak Andra ragu dengan apa yang diucapkan Revan. Ia kembali bertanya pada Dava, dan Dava mengangguk pasti.
"mana nomor hp dari orang itu Dava" tanya pak Andra setelah mendengar cerita dari Dava tentang penelfon bulan lalu.
Syukurnya nomor itu ia simpan.
"ini om"ucap Dava sambil menyodorkan hpnya yang didalamnya tertera nomor sipenelfon,yang menelfonnya bulan lalu.
"bagus. Ini bisa membantu kita mencari orang yang menculik Dea. "ucap Pak Andra.
"kalau begitu, kapan penyelidikan itu dimulai? " tanya Revan.
"yahh, secepatnya.
Itu perlu. " ucap pak Andra.
"kami akan mengabarkan kalian untuk hasilnya nanti" lanjut pak Andra. "kabari saya atau Dava ya pak. Jangan papanya"ucap Revan memohon.
Pak Andra mengangguk menyetujui. Ia tahu,alasan mengapa papa Dava tak boleh tau kasus ini dibuka.
"yasudah pak, kami permisi dulu."ucap Revan mewakili Dava dan Angga tentunya.
"ya. Doakan semoga kasus ini dapat terselesaikan dengan cepat tanpa halangan apapun. " ucap Pak Andra dan disetujui oleh Dava, Revan, dan Angga tentunya.



RAINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang