Dava memasuki kelasnya dengan tatapan datar.
Semua sahabatnya sudah ada disana.
Dava kembali menjadi murid terlambat.
Tak ada lagi penyemangatnya untuk datang sepagi dulu.
"Dav,"tegur Angga ketika menduduki kursi disampingnya.
"lo udah tau kabar si adik kelas itu? " tanya Maliq yang berbalik kearahnya.
Dava mengangguk sebagai jawabannya.
"serius? " tanya Maliq tak percaya.
"dia sedang dirawat dirumah sakit, karena hampir membunuh dirinya sendiri. "jawab Angga mewakili.
Dava menunduk, merasakan nafasnya sesak ketika mendengar jawaban Angga pada Maliq tadi.
"jengukin Dav"lanjut Angga lagi.
Dava mengangkat kepalanya saat mendengar ucapan Angga.
Tidak! Ini bukan saat yang tepat untuk menemui gadis hujannya.
Ia menggeleng cepat pada Angga.
"dia masih sakit Ngga, aku yang bikin dia sakit. Dan kalau aku pergi nemuin dia, aku taku_"
"kamu tau dari mana soal itu? Kamu tau gak, selama dia dirawat, dia selalu ngomongin nama kamu, minta maaf.
Dav, Dav jangan langsung mikir, yang sebenarnya lo gak tau itu benar atau nggak! " potong Angga. Dava yang mendengar itu mulutnya seakan terkunci.
Gadis hujannya tersiksa karenanya. Ya ini semua karenanya.
"seharusnya lo jengukin dia, bikin dia percaya, kalau meninggalnya Dea itu bukan karena dia" lanjut Angga lagi.
Dava mengangguk, membenarkan itu. Ia menatap Angga terimakasih.
"lo tau dari mana?" tanya Kevin pada Angga, yang sedari tadi diam.
"dari Desi temannya Siadik kelas." ucap Angga sambil menuliskan sesuatu pada buku tulisnya.
"sejak kapan kalian dekat? " tanya Ari yang baru saja kembali dari ruang guru.
Semuanya menatap Ari, lalu balik menatap Angga yang mengangkat kepalanya.
Nah. Mereka juga ingin tau itu.
Sejak kapan Angga dekat dengan Desi?
"sejak gw nenangin Desi waktu datang ngelabrak Si cecunguk disamping gw. Kenapa? Lo suka sama dia? " tanya Angga.
Ari menggeleng.
"takut lo selingkuh dari Stasya. " jawab Kevin mewakili Ari.
"idih. Urusannya sama lo? " tanya Angga lagi.
Mereka terus berdebat soal Hubungan Stasya dan Angga, sedangkan Dava, ia masih tetap menunduk, menunggu kapan waktu sekolahnya selesai, ia ingin segera menemui gadis hujannya.
"yee...mau tau aja.
Sewot banget lo" jawab kevin.
"bilang saja kalau kamu itu modusss" jawab Maliq tak kalah sengit.
Angga berbalik menghadap Maliq lalu melemparkan kertas gulung yang sedari tadi ia pegang.
"modus itu sama pacar sendiri, bukan sama orang lain. " jawab Angga
Mereka terus berdebat tentang hubungan Angga pada Stasya dan kedekatan Angga dengan Desi sahabat Rain.
Hingga pada akhirnya mereka diam karena guru memasuki kelas.
...Dava keluar bersama teman-temannya dari ruang kelas.
Hari ini begitu panjang. Dava menunggu lama bel pulang yang berbunyi seakan merupakan lagu kemenangan bagi setiap siswa disekolah tersebut.
Melihat teman-temannya yang sibuk bercanda, Dava mendahului mereka, karena ingin menemui seseorang.
"Dav, tunggu! " panggil Angga sambil berlari kecil mendekati pria tinggi berwajah dingin itu.
"papa bilang, kamu sama bang Revan kerumah segera! " ucap Angga setelah sampai didekat Dava.
"sudah ada kemajuan? " tanya Dava,penasaran.
Angga mengangkat kedua bahunnya, menandakan bahwa ia tidak tau tentang apapun.
Ia hanya menuruti perintah papanya.
"entar aku pergi" ucap Dava akhirnya dan diangguki oleh Angga.
.
.
.Dava memberhentikan mobilnya di tempat parkiran mobil, depan sebuah gedung. Dava memasuki gedung itu dengan tatapan yang tetap dingin.
Ia berjalan cukup cepat, dengan baju seragam SMA nya yang masih setia Dava pakai."Permisi tante" sapa Dava pada wanita paruh baya didepannya ini.
Wanita yang diketahui ibu dari orang yang sekarang akan dijenguknya.
"oh, nak Dava, ayo nak" ucap Mama Rain sambil memberikan tempat untuk duduk.
"tante, omnya mana? " tanya Dava.
"lagi keluar nak. Cari makan" jawab mama Rain lagi
"kalau kamu mau masuk, masuk aja" ucap mama Rain.
Dava menunduk. Lalu ia menatap mama Rain dan menggeleng.
"aku rasa, kehadiran aku nanti malah buat dia semakin sakit tan_"
"ssttt... Kalau nak Dava mikir gitu selama ini, salah besar! Rain selalu nyebut nama nak Dava. " potong mama Rain.
Dava tetap belum berani bertemu gadis hujannya.
"temui dia nak. Bilang kedia, ini semua bukan salahnya" ucapan seseorang dari belakangnya, Dava berbalik dan ternyata itu papa dari si hujan.
"tapi om_"
"ayo, kamu kan laki-laki, jadi harus berani. Om bakal percayain anak om kekamu kalau kamu masuk." ucap papa Rain sambil membuka pintu kamar milik Rain.
Dava melihat ruangan yang didalamnya terdapat seorang gadis cantik.
Gadis hujannya.
"ayo Dav, lampu ijo tuh" ucapan seseorang membuatnya tersadar dari lamunannya.
Disampingnya sudah ada Angga dan Revan.
Dava mengangguk. Lalu memasuki ruangan yang sungguh sangat sepi itu.
Dava melihat orang yang sedang berbaring dengan mata sayunya menatap lurus kedepan.
Ah! Itu melukai hati Dava sekali."hai, gadis hujannya Dava" sapa Dava lembut sambil memegang tangan gadis hujannya.
Matanya terbuka besar, terarah pada seseorang yang sedang menggenggam tanganya.
Beberapa detik kemudian, air matanya jatuh.
"sssttt, kamu gak salah. Maaf! Maafin aku" ucap Dava lembut dan tulus.
Rain mengangguk.
Dava mencium tangan dingin itu.
Ia melihat sesuatu yang aneh ditangan gadis itu.
Tangannya terikatSakit! Sakit sekali melihat itu.
Segera Dava membuka ikatan itu.
Kehadirannya yang awalnya ingin menyembuhkan gadis hujannya, eh ini namanya ia menyakiti gadis hujannya.
Dava tertunduk.
Air matanya jatuh.
Rain mengangkat kepalanya, lalu ia memposisikan tubuhnya duduk.
Sekali lagi, Dava mencium tangan Rain, meminta maaf.
Air matanya jatuh!
Ia bukan lelaki yang baik untuk gadis hujannya.
Rain menarik tangannya, ia merentangkan tangannya.
Dava bangkit dari duduknya lalu memeluk gadis yang sebulan ini memenuhi kepalanya.
Dava maupun Rain menangis dalam pelukan itu, melepas rindu,rindu yang sangat besar. "kamu... Kamu gak salah Rain. Aku yang salah! Aku gak pantas buat kamu deketin, aku nuduh kamu sembarang.
Aku hampir buat kamu mati. Maaf,maaf!" ucap Dava disela isakan tangisnya.
Ia menumpahkan segala rasa bersalahnya pada pelukan hangat gadis hujannya.
Semua yang selama ini ia pendam, ia tumpahkan semuanya.
Rain menggeleng.
"ka mu gak salah.
Aku sayang kamu Dav" ucapan Rain, Dava melepas pelukannya.
"kamu tadi ngomong? " tanya Dava sambil melap air mata gadisnya.
"Rain" panggilnya lagi ketika tak dapat jawaban.
Rain hanya menampilkan wajah bingungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAINA
Teen FictionBidadari hujan. Aku pernah mengatakan bahwa aku membenci hujan. Tapi, ketika aku melihatmu. Hujan menjadi salah satu hobiku untuk menunggu kamu datang sebagai pelangi. Dava Adenara