40

84 3 0
                                    

Ruangaan itu kelihatannya sepi.
Dava memasuki ruangan itu dan,
Ah mata itu menatapnya dengan senyum yang lebar.
Dava membalasnya dengan senyuman.
"kamu udah makan?" tanya Dava pada gadis didepannya ini.
Gadis itu mengangguk.
"obatnya,  udah diminum? " tanya Dava lagi, dan diangguki gadis itu lagi.
Dava mengambil oil yang ada diatas nakas samping ranjang, dan mengolesi oil itu ditangan biru milik gadis itu.
Pikirannya sedang campur aduk.
Bagaimana ia bisa menyelesaikannya dengan cepat?  Bagaimana kalau masalah ini diketahui mamanya, dan keadaan mamanya semakin memburuk?
Dava menghela napas berat.
Sentuhan di pipinya, membuat ia mengangkat wajahnya dan menatap si pemilik tangan itu.
Tatapan bertanya dari gadis itu mampu dibaca Dava.
"aku hanya sedikit lelah Rain, mama masuk rumah sakit tadi. " ucap Dava pelan.
Rain menatap Dava dengan tatapan sendu.
Ia menggenggam tangan Dava dengan sangat erat. Dava mengangguk
"aku kuat" tegas Dava.
Ia menatap mata gadis hujannya dengan tatapan pasti.
"trimakasih, kamu membuatku merasa lebih tenang dan kuat" ucap Dava.
Tak ada ucapan penguat dari Rain.
Kenyamanan yang diciptakan gadis itu mampu membuatnya lebih tenang.
Kadang, tak selamanya kata-kata dapat menguatkan orang yang tengah lelah. Cukup dengan sentuhan yang hangat sudah menjadi penguat bagi orang.
Dan Rain memiliki itu.  Ia mampu menenangkan Dava yang marah, sedih, atau apapun itu, tanpa kata-kata penenang. Cukup dengan sentuhan dan mencoba untuk memahami Dava.

Dava sudah hampir dua jam menemani Rain yang sekarang tengah tertidur.
Hingga seseorang masuk keruangan itu.
Desi, sahabat Rain datang untuk menjenguk Rain.
"oh.  Kamu" kaget Dava.
"ka Dava udah lama disini? " tanya Desi.
Dava mengangguk, sambil tetap menatap gadis hujannya yang tengah tertidur itu.
"lo kenal Rain dari kapan? " tanya Dava, masih dengan tatapan yang tertuju pada Rain.
"sejak smp kak, kelas 3 tepatnya" jawab Desi.
"kalau Dea kenal? " tanya Dava lagi.
Desi mengangguk, ia tau siapa Dea.
"kenal. Tapi kami gak dekat, dia dekat dengan Rain waktu itu.
Dan aku, aku belum sedekat sekarang dengan Rain. Aku dekat dengan dia ketika kami masuk SMA, waktu Dea udah Ga ada" jawab Desi pelan.
Ia ingat betul dulu ketika smp,  Dea dan Rain itu sahabat yang tidak bisa dipisahkan.  Mereka selalu bersama,  bahkan ketika penerimaan laporan hasil belajar, yang menerimanya mama Rain.
Setiap hari mereka kesekolah dan pulang bersama, sampai-sampai banyak yang iri dengan persahabatan mereka.
Tapi, semuanya berbeda, ketika Dea dikabarkan meninggal karena ditabrak truk besar.
Sejak kejadian itu, Rain pun tidak kelihatan lagi. Ia dikabarkan diculik oleh orang, tapi setelah 2 bulan kemudian, Rain kembali dengan sikap yang berbeda. Ia seperti orang bisu, dan tak punya sahabat satupun. Sampai, Desi datang padanya dan mengajaknya ke kantin bersama seolah-olah mereka sudah sangat dekat, karena sikap cepat akrabnya yang membuat Rain nyaman bersamanya dan kembali memiliki teman, walaupun hanya Desi seorang.
"lo dengar gw gak!?" marah Dava mengagetkan Desi dari lamunannya.
"aa apa kak? " gugup Desi.
"kamu jagain dia ya,  aku ada keperluan sebentar. " ucap Dava lalu berbalik setelah diangguki Desi.

Drrt
Getar hp  mengagetkan Dava yang tengah duduk melamun diruang inap mamanya sendiri.
Papanya telah pulang mengambil baju.
"ya hallo Ngga? " tanya Dava ketika menerima telfon dari Angga.
"Dav,  papaku udah coba selidiki nomor itu, dan sekarang gw sama Revan lagi di jalan ke rs. Lo masih disana kan? " tanya Angga setelah menjelaskan bagaimana pertemuannya dengan pak Andra, papanya.
"iya, gw masih di rs" jawab Dava kemudian.
"oke" jawab Angga sebelum ditutup Dava.
Dava berharap, kasus ini segera dituntaskan. Segera!
"Dava, Dea" panggil mamanya tiba-tiba. Dava bangkit berdiri dan berjalan mendekati mamanya.
"ma, ada apa? " tanya Dava pelan.
"Dava,  mana Dea?" tanya mamanya sambil mencari-cari sosok Dea.
"hm,mm,De.., Dea?" tanya Dava gugup. Mamanya mengangguk.
" iya Dea adik kamu" ucap mamanya lagi.
Nafas Dava tertahan.  Bagaimana ini?
"Dea siapa ma? " tanya Dava pelan.
"dea, adik KAMU" ucap mamanya menekan kata 'kamu'.
"hahaa.. Mama ini,  Dea siapa sih, aku gak kenal, dan aku gak punya adik ma, akukan anak tunggal" ucap Dava dengan suara serak. 
Matanya berair ketika mengucapkan itu.
Hatinya seperti disobek-sobek. Sakit sekali.
Dek maafin kakak
Kali ini kaka keterlaluan sama kamu.  Kaka jahat! Kaka jahat!
Batin Dava.
"masa sih?  Mama itu punya dua anak,  kamu dan dea" ucap mamanya lagi.
Dava menggeleng kuat.
Ia mencoba menarik nafasnya, menetralkan suaranya agar tidak ketahuan mamanya.
"mama cuman punya anak satu dari dulu dan itu aku! " ucap Dava tegas.
"pasti mama mimpi punya anak duakan? Satu Dava" sambil menunjuk dirinya
"dan dua namanya Dea" ucap Dava lagi.
"aku tau ma,  dari dulu mama itu kepengen punya dua anak, tapi gak bisa. Udahlah ma_"
"kamu gimana sih, adik sendiri kok gak tau, Dea adik kamu Dava, dia ada. Lahir tanggal 12 Mei 2002" ucap mamanya dengan menyebutkan tanggal lahir adiknya.
Dava tidak sanggup lagi.
"ma  ma. Dea si a pa sih? " tanya Dava tak sanggup bersuara lagi.
Ia memalingkan wajahnya ke arah pintu masuk, dan mengelap air matanya yang jatuh disudut matanya.
Ingat!  Dava bukan superman, yang kuat.
Ia hanyalah remaja laki-laki yang tengah berjuang demi mama dan almh. Adiknya serta gadis hujannya.
Tengah mengelap air matanya dan mengontrol emosinya yang ingin meluap, pintu terbuka.
Revan omnya, dan sahabatnya Angga masuk keruangan mamanya.
"mbak" panggil Revan pelan.
"ada apa? " tanya Revan ketika berada didekat mbaknya.
"masa ia sih, aku cuma punya satu anak aja,"
Revan mengangkat alis sebelahnya tak mengerti.
"kata Dava, aku cuma punya satu anak. Dea itu gak ada" ucap mamanya kesal. Revan menatap keponakan didepannya dengan tatapan bertanya.
Ia melihat mata Dava yang sendu.
Ah, Revan mengerti sekarang.
"ahaha. Emang mbak, emang anak mbak siapa lagi? " tanya Revan.
Ya Tuhan, tolong hambamu,
Dea, maafkan om jahatmu ini batin Revan pelan.
Angga yang mendengar itu hanya bisa mengangguk, mengiyakan.
" iya tan, sekarang tante istirahat ya, biar cepat sembuh" ucap Angga membantu dua lelaki yang sekarang sudah tak sanggup menjawab lagi.
" oh!  Angga,  kamu ada di sini,
Tolong beritahu mamamu ya,  tante gak bisa ikut arisan,  kamu lihatkan,  tante lagi sakit. " ucap mamanya, melupakan soal jumlah anaknya itu.
Angga cepat-cepat mengangguk.
"oohh. Siap tante cuantik. Tapi kayanya,   mama bakal kecewa deh" ucap Angga.
"aduh, gimana dong, " panik mama Dava
"cepat sembuhlah tan,  jalan keluarnya itu.
Biar bisa ikut arisan lagi" ucap Angga semangat.
Ia berhasil mengalihkan pembicaraan tentang Dea,
"oh yaudah,  tante istirahat ya" ucap mama Dava lagi. Dan diangguki Angga.
Dava dan Revan menghembuskan nafas legah.
Revan keluar cepat-cepat.
Dava ikut bersama Angga dibelakang Revan.
"hhh.. Kayanya, gw udah bener-bener jadi anak durhaka" ucap Dava pelan.
Revan menepuk bahunya.
"heh, kulit kacang, kamu harus ingat ini;setiap perjuangan, harus ada pengorbanannya" ucap Revan, Dava menatapnya tak mengerti. Begitupun Angga yang sekarang,  kelihatan sedang berusaha mencerna maksud dari Revan.
"maksudnya, ketika kamu memperjuangkan sesuatu, pasti ada yang harus dikorbankan. Contohnya ya kaya sekarang. Kamu berjuang menuntaskan kasus ini, kamu harus mengorbankan perasaan kamu, waktu kamu, tenaga, dan masih banyak hal, yang kamu rasa itu melelahkan.
Tapi, pengorbanan-pengorbanan itu akan terbayar, ketika kamu menyelesaikan apa yang kamu perjuangkan. " jelas Revan.
"ngerti sekarangkan? " tanyanya lagi. Dava mengangguk setuju.
"thanks uncle" ucapnya.
Revan mengangguk, setuju.
" ini itu, uncle gaul and cool" ucapnya sambil mengedipkan matanya.
Angga menatapnya dengan tatapan jijik.
"kekantin kuy, ada yang pengen gw bicarain" Dava mengangguk, menyetujui ajakan Angga. Jelas ia tau, apa yang akan di bicarakan Angga nantinya.
.
.
.

"Dava, kita sudah tau siapa pelaku utamanya.
Suruhannya sudah ditangkap siang tadi.
Kita tinggal menunggu kabar, pak polisi tengah mencari pelaku utamanya.
Karena menurut pengakuan perampok itu, mereka disuruh oleh seseorang. Dan orang itu, "

Siapa ayo;)
Yahh, akhirnya selesai juga Chapter 40.
Beri tepuk tangan 😅👏
Thankyou buat readers yang masih setia baca cerita gaje aku ini.
Biasa, pertama kali jadi penuli, jadi alurnya masih belum jelas.
Bahasanya masih aneh-aneh.
Harap dimengerti yoo..
Don't forgat to voment
(vote and comment) yang membangun ya guys.
Jangan yang menjatuhkan.
Biar tau mana yang masih kurang😘

Opyu readerku
Opyu more

RAINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang