✳ PROLOG ✳

8.7K 379 22
                                    

Bosan.

Satu hal yang Iza rasakan sekarang.

Karena tidak mau melihat pertandingan di hari kedua Class Meeting, gadis itu lebih memilih duduk di kelas sembari mengutak-atik ponselnya sendirian.

Dirafaiza Oktavinaya adalah nama lengkapnya. Kerap disapa Iza, jangan Isa, apalagi Ijak. Hobi memainkan ponsel, baca novel, nyanyi asal tidak peduli nada, dan belanja. Anak orang berada dan punya semuanya, kecuali satu: doi.

Dia Orang Istimewa :)

Yah, lebih jelasnya Iza tak betah hidup tanpa gebetan.

Iza betah saja hidup tanpa pacar, alias betah menjomlo. Tetapi jangan harap dia dapat betah tanpa doi yang mengisi hati. Iza suka jika harus mencari seluk beluk seorang laki-laki, sebagai kerjaan di waktu luangnya.

Kurang kerjaan memang.

Sekarang, satu-satunya alasan Iza tak pergi keluar kelas untuk menonton pertandingan ya karena doi. Ya, Iza mempunyai masalah dengannya.

Entah akan berlangsung sampai kapan, Iza sedang mencoba memperbaiki dengan memberi pikirannya waktu untuk tidak bertemu.

Jika memang tidak bisa diperbaiki alias kandas, itu berarti Iza harus move on. Terserah harus move on ke siapa saja, yang penting move on!

Iza tidak boleh galau seperti ini terus. Dia harus kembali menjadi Iza yang ceria, banyak bicara, dan selalu bersemangat. Iza tak boleh menunjukkan dirinya yang kehilangan, apalagi di depan doi sendiri.

"Sayang, kamu kena remidial ulangan kimia nggak?" Suara perempuan menyentak Iza.

Iza mendongak dan menyadari bahwa kelas sudah diisi oleh tiga orang, yaitu: dirinya, Hidayat, dan Dita. Dia melihat mereka duduk di kursi dekat pintu kelas dengan posisi Dita yang bersandar di bahu Hidayat. Sangat manis kelihatannya, tapi tidak bagi Iza.

"Oh enggak Yang. Kamu gimana?" Hidayat melontarkan pertanyaan balik ke Dita.

"Aku juga nggak remidi, tapi nilaiku pas sama KKM. Jelek deh," jawab Dita dengan nada yang dibuat menyedihkan.

Iza menggelengkan kepalanya, lantas kembali menunduk untuk memainkan ponsel, dan mengabaikan celotehan pasangan kekasih itu. Tak ada yang menarik, percuma saja memerhatikan keharmonisan mereka.

"Nggak papa Yang. Entar belajar sama aku aja," jawab Hidayat sambil mengelus puncak kepala Dita.

"Loh bukannya kamu sibuk?"

"Kamu, kan, udah jadi prioritas."

Iza terbatuk seketika mendengar kalimat itu. Menjadi jomlo yang sedang krisis dengan doi dan disuguhi momen romantis memuakkan menurutnya sangat tidak enak.

Untung saja Iza duduk di barisan kedua sebelah jendela, jauh dari Hidayat dan Dita. Sehingga gadis itu bisa sesekali melirik mereka tanpa ketahuan.

Sempat terpikir olehnya bagaimana rasanya menjadi prioritas orang yang disuka.

Dih, gue mikir apaan sih? Mana mungkin gue bisa diprioritasin, batin Iza.

"Woi!" Tiba-tiba Hidayat berteriak ke arah jendela kelas, tepat di samping Iza.

Spontan Iza menoleh ke jendela juga dan mendapati seorang laki-laki yang sedang lewat di koridor. Itu sepupu Hidayat—Alifahrian Fardendra, siswa yang dulunya satu SMP dengan Iza.

Perfect Priority Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang