Hari Minggu pertama di bulan Februari telah datang. Semuanya sudah berkumpul di rumah Yahya untuk lanjut jalan ke rumah Renandhi bersama-sama. Begitu sampai di rumah tersebut, Renandhi menyambut mereka di depan pintu dengan kerkacak pinggang.
"Oke guys, siapa aja yang udah punya jawaban?" Renandhi bertanya.
Serempak semuanya mengangkat tangan.
"LOH?" Semuanya saling lirik.
"Nggak bisa dong, hari ini gue jawab duluan!" tegas Doni.
"Nggak boleh, gue duluan! Gue udah ngomong dari awal!" sergah Ahmad.
"Makanan hukuman kali ini apa?" tanya Yahya.
Renandhi membuka pintu. "Ayo masuk dulu kalau begitu." Ia memimpin semuanya untuk masuk ke dalam ruang tamu yang terdapat sofa dan meja. Di sana sudah diletakkan makanan yang menjadi hukuman kali ini.
"NANAS!" seru Yahya dengan semangat hampir berlari ke buah kuning tersebut. "Nyicip satu boleh ya please?! Renandhi ni tau banget ya yang gue suka tu apa."
Renandhi merentangkan kedua tangan guna menghalangi jalan Yahya. "Boleh nyicip kalau udah ada satu orang yang jawab."
"Gila aja hukumannya makan nanas, nggak bisa gue," keluh Noufal, "uek, nggak kebayang kecutnya. Belom mau jawab ah!"
Yudhi dan Atha pun ikut mundur, sedangkan Doni tetap maju dan Yahya entah bagaimana, sepertinya ia hanya menginginkan nanasnya saja.
Semuanya pun duduk di sofa ruang tamu dengan hukuman yang terdapat di atas meja. Renandhi pun mulai berbicara, "Di permainan ini ada dua hukuman. Hukuman berat, sama hukuman ringan. Kalau sampai di antara Doni sama Yahya ada yang bener, berarti permainan berakhir. Yang menang nggak dapat hadiah, yang salah jawab dapat hukuman ringan, dan yang nggak jawab berarti kalah, perlu kena hukuman berat. Kalau dua-duanya salah, berarti mereka berdua dapat hukuman yang ringan, dan lo semua dapat hukuman yang berat karena maunya jawab setelah tahu jawaban mereka. Intinya nggak jawab itu lebih fatal dari yang mencoba untuk jawab walaupun salah."
Yudhi mengumpat lalu berkata, "Lah, jadi kalau nggak mau kena hukuman gimana?"
"Bukannya udah jelas? Jawab dan harus bener, baru bebas hukuman. Kalau lo mau berhenti dari permainan juga perlu jawab salah dan kena hukuman dulu pokoknya," jawab Renandhi yang terus menyengir seperti Maleficent yang telah mengutuk Princess Aurora untuk tertidur setelah jarinya tertusuk jarum pada pemintal benang.
"Hukuman ringannya apa? Beratnya apa?" tanya Ahmad.
"Ringannya kalian makan nanas pake garam--"
"WHAT?!" Ketahuilah, teman-teman Renandhi ini adalah orang yang tidak menyukai nanas, kecuali Yahya.
"Beratnya kalian makan nanas pake garam pedes." Tiba-tiba wajah Yahya yang notabenenya adalah pecinta nanas berbinar dan makin terlihat tidak sabaran. Bertepatan dengan itu, Keffa, adik Renandhi datang dengan piring kecil berisikan garam biasa dan garam yang berwarna kemerahan. "Nah, habis dijawab nanti, ini pokoknya harus dihabisin."
"Renandhi ni memang ngajak berantem ya," kata Noufal yang sedari tadi terus berkata kasar sambil menyengir. "Jiwa aktor action gue membara."
"Gue jawab ah kalau gitu, siapa tau bener," ujar Atha dengan percaya diri.
"Btw, gue butuh jawaban yang berbeda-beda," tutur Renandhi, "kalau sama, cepet-cepet ganti jawaban."
Yahya terkekeh. "Bodoamat gue salah atau enggak, gue mau nanasnya."
Doni yang sedari tadi diam hanya dapat meneguk saliva berkali-kali.
"Oke, siapa yang mau jawab pertama?" tanya Renandhi. "Langsung dimulai aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Priority
Teen FictionIza si cewek yang haus cinta tak disangka dapat menyukai cowok seperti Alifahrian Fardendra. Banyak yang bilang Alif itu cowok biasa aja, tidak jelas, bahkan jelek secara fisik dan attitude. Namun Iza tidak peduli dengan itu, seperti kena pelet. Tak...