17 - Tolong Jaga Rahasia

1.1K 111 3
                                    

Seperti biasanya, Iza pulang hanya dengan berjalan kaki dikarenakan Septia sekarang pulang dengan Sonya, Inna dengan Qifa, Tiffany dan Gea dijemput orang tua, dan Dita dengan Asti. Sedangkan Renandhi? Sudah bisa ditebak kenapa, karena Iza tidak mau menambah masalah dengannya, apalagi terhadap Gevand.

Jalan kaki sendirian, itu yang dilakukan Iza. Teman-temannya yang lewat hanya mampu menyapa, tak sama sekali berhenti untuk memberikan tumpangan, termasuk Yudhi. Sekilas, Iza berharap Brevan yang tadi sempat menyapanya memberikan tumpangan, tapi tetap saja hanya khayalan yang tak kunjung menjadi kenyataan.

Merasa haus, Iza pun melanjutkan langkahnya menuju ruko sembako di ujung kompleks untuk membeli minuman. Lagipula, jam segini pasti di rumahnya sedang tidak ada orang dan air dingin sudah habis diminum Nabilla.

Begitu sampai, Iza langsung mengambil sebotol teh di dalam kulkas dan membayarnya.

"Tumben banget pulang sekolah langsung ke sini kak," ujar Asha, anak pemilik yang menjaga ruko kala itu.

"Haus Sha! Di rumah gue mah kalau jam segini air dingin habis," jelas Iza sambil mendudukkan dirinya di bangku depan ruko.

Asha hanya terkekeh dan mendudukan diri di samping Iza.

Tiba-tiba terlihat sebuah motor melaju di jalan sepi itu. Kebetulan Gea adalah penumpangnya, membuat Iza refleks melambai ke arahnya dengan senyuman semringah seperti biasa. "Ge!"

"Ya!"

Begitu melihat siapa pengemudi motor yang perlahan menjauh dari pandangan itu, napas Iza seketika memburu dan tubuhnya membeku.

"Kak, temen kakak yang cantik itu namanya siapa?" Asha berusaha mencairkan suasana, heran dengan sikap Iza.

Iza pun sadar. "Ehm, siapa?"

Asha berdecak. "Hih, melamun! Kakak yang cantik tadi, yang blasteran, namanya siapa? Kakak itu dulu 'kan sering tampil dance modern di acara ulang tahun SMP. Gue lupa namanya."

"Namanya Gea."

Asha menjentikkan jarinya. "Nah! Geandra Claudia Azadiva kan?"

Iza mengangguk antusias.

"Yang gonceng dia tadi pacarnya bukan?" Asha bertanya lagi.

Iza terdiam.

Pacarnya? Nggak mungkin Gea mau sama cowok model kayak Alif, batinnya.

* * * *

Dua hari sudah kejadian sepulang sekolah dimana Iza melihat Alif pulang bersama Gea berlalu, namun gadis itu tak kunjung bertanya karena tak ada gosip yang beredar.

Ponselnya pun sepi, tak ada satu orang yang mengirimnya pesan pribadi sejak Brevan meminta nomornya, kecuali grup chat yang memang selalu berisik.

Iza tak bisa melakukan apa-apa selain belajar dan mengikuti nasihat guru saja, begitu juga di rumah. Selain itu, kegiatannya juga berkurang, seminggu yang lalu Iza resmi keluar dari ektrakulikuler yang ia ikuti dengan alasan tidak punya banyak uang untuk membayar.

Tapi, Iza masih merasa bersyukur dengan hidupnya. Selama Alif masih sering lewat depan kelasnya, Iza tidak apa-apa. Mengamati dari jendela saja sudah cukup.

Sebenarnya kelas Alif di bawah dan tak memungkinkan bagi Iza untuk selalu melihatnya dari jendela, tapi karena kelas Hidayat di lantai dua, Alif sering menjemputnya untuk pergi ke kantin bersama.

Dering bel istirahat baru berbunyi namun Septia sudah menghampiri Iza, duduk di bangku Renandhi, dan mulai membuka bekalnya. "Lo akhir-akhir ini agak aneh deh Za. Pemandangan depan jendela emang sebagus apa ya? Cuma koridor aja tuh, udah gitu di seberangnya perpustakaan."

Perfect Priority Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang