"Jadi lo berdua jadian?" tanya Yudhi sambil terus mengikuti langkah Gea yang membersihkan lemari yang penuh piala.
Gea hanya berdeham dan memutar bola matanya. "Mending lo tanya aja sendiri sama anaknya kalau nggak percaya."
"Yang suka sama dia itu lo atau dia sih, Ge?" Yudhi mulai terlihat frustasi.
"Kenapa lo yang pusing sih Yud?" Gea membuka masker yang ia pakai agar lafal dan intonasinya terdengar lebih jelas. "Mending lo pulang deh, gue sibuk ngerapiin piala bokap. Daripada lo buang-buang waktu kan?" Gadis itu berjalan menuju pintu utama rumah dan membukanya.
Yudhi duduk di sofa dengan menaikkan sebelah kakinya. "Begini Ge, biar gue jelasin. Alif itu bukan cowok baik-baik. Kalau sampai lo mau sama dia, aduh Ge ... coba lihat gayanya Ge, kelihatannya orang kasar, apalagi kalau sama cewek!"
"Terserah gue lah Yud. Gue bisa jaga diri gue sendiri. Gue tau mana cowok baik, mana cowok enggak. Lagian juga, kita nggak boleh menilai orang dari penampilannya doang. Kalau dia emang nggak sama kayak apa yang gue pikirin, gue bisa kok ngubah dia jadi cowok baik, tenang aja," ujar Gea.
"Gimana kalau dia macarin lo dengan maksud tertentu Ge? Nafsu gitu?"
"Lo kenapa sih Yud jadi sepeduli ini sama gue? Setau gue, sejak kelas satu mana pernah lo begini. Udahlah, dia urusan gue, nggak usah ikut campur. Jangan suudzon dulu deh mendingan langsung tanya aja sekalian sama Alifnya."
Yudhi berdecak. "Bukan gitu Ge. Kalau misalnya lo pacaran sama orang yang gue kenal, kan aman gitu Ge, gue bisa jaga lo juga sebagai sahabat. Lah kali ini Alif? Anak yang selalu sok cari perhatian dari kelas 9F, kasar sama cewek, ditegur guru langsung banting meja, terus... terus... kalau dia playboy kelas ikan asin gimana?"
Gea langsung memasang wajah marahnya dan menunjuk pintu. "Bodoamat, pintu keluar di sebelah sana! Banyak omong lo, ah, kesel gue."
"Loh-loh ada apa ini?" Suara Gina, ibunya Gea terdengar dari ujung ruangan dengan sebuah nampan berisi dua cangkir teh beserta camilan digenggamannya. "Temen sendiri jangan diusir dong Gea."
"Yudhi ngejek Alif terus dari tadi. Sebelum Gea jambak, mending Gea usir," jelas Gea sambil mengarahkan kemocengnya tepat ke ujung hidung Yudhi yang terlihat bingung.
Gina tertawa. "Ya ampun anaknya Bu Desi bisa cemburu juga, ternyata."
Yudhi menatap Gina. "Emang tante tau kalau Gea jadian sama Alif? Kok ekspresi tante sesantai itu?"
"Ya taulah. Nggak kayak lo, ngebet orang aja pasti ceritanya ke gue. Nggak pernah mau cerita ke nyokap sendiri," celetuk Gea.
Gina meletakkan nampan di meja ruang tamu. "Kalau tante sih baik-baik aja kalau pacaran, mumpung masih muda, ya asal nggak ngelunjak aja."
Yudhi menurunkan kakinya setelah sadar dengan lawan bicaranya. "Tante memang setuju kalau pacar baru Gea kayak Alif?"
"Enggak sih, tapi mamanya Alif itu loh. Apa-apa, jodohin Gea sama Alif kalau ngomong sama tante. Bahas sepatu, berujung ke mereka, bahas masalah simpanan pelajar juga berujung sama mereka, bahkan ketemu Gea pas acara arisan juga tetep bahas hubungan mereka berdua. Ya sudah sih, tante iya-iya aja. Anaknya keliatan ganteng juga," jelas Gina yang kemudian berdiri, "udah dulu ya, tante mau masak dulu. Bantuin Gea naruh piala yang tinggi di atas lemari ya Yud, takutnya jatoh kalau anak tante yang naik ke dua meja."
Begitu Gina pergi, Yudhi menatap Gea. "Jadi, sebenernya lo suka apa karena dijodoh-jodohin aja?"
"Nggak tau ah, gue bingung sama perasaan sendiri. Gue udah nyaman." Gea menarik dua meja dari ruang tengah dan menyusunnya di depan lemari. "Yud, naik!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Priority
Novela JuvenilIza si cewek yang haus cinta tak disangka dapat menyukai cowok seperti Alifahrian Fardendra. Banyak yang bilang Alif itu cowok biasa aja, tidak jelas, bahkan jelek secara fisik dan attitude. Namun Iza tidak peduli dengan itu, seperti kena pelet. Tak...