40 - Mana Kelasmu?

1.1K 103 0
                                    

Segerombolan siswa keluar dari aula sekolah dan berpencar ke segala penjuru untuk melihat nama mereka di list kertas yang baru saja ditempel oleh staf tata usaha di jendela kelas. Dengan ditemani Septia, Iza berjalan menuju kelas sebelas IPA dua untuk melihat namanya di kertas.

Alifahrian Fardendra.

"Everyone shut up!" Septia memekik begitu melihat nama pertama yang tertera di sana. "Astaga, dia pintar ya ternyata?" Segera dirinya mencari juga namanya di kertas tersebut. "Oke, ada Septia!"

"Dirafaiza Oktavinaya, Dirafaiza Oktavinaya, Diraf­--" Iza melirik Septia yang masih setia untuk berdiri di sebelahnya. "Lo mendingan masuk dulu deh ke kelas, ambil kursi."

Septia pun menurutinya dan tak lama setelah itu debatan nyaring tentang kursi dekat jendela mendadak terdengar dari dalam. Septia sedang berdebat.

Harus Iza akui dan istighfar berkali-kali begitu tidak menemukan namanya yang tertera di kertas itu. Nama seorang Dirafaiza Oktavinaya tidak tertera di sana dan berarti tahun ini Iza tidak satu kelas dengan Septia. Lanjut, Iza membaca seluruh nama di kelas itu.

Geandra Claudia Azadiva

Tiffany Selvaya

Dua temannya yang sempat bermasalah dengannya itu juga menjadi bagian dari kelas sebelas IPA dua. Tetapi Iza tidak menemukan nama Yudhi dan Renandhi.

Panik, Iza pun berjalan ke kelas sebelas IPA tiga karena ia mungkin masuk di kelas tersebut. Tidak mungkin sebelas IPA satu, tidak mungkin baginya, ia terus mengatakan persepsi itu dalam hati. Dengan perlahan tapi pasti Iza membaca nama-nama di kertas kelas sebelas IPA tiga.

Dian Minaya

Drazeno Edofadian

Doni Alfasima

Hanya ada nama Doni, teman kelas dulu yang masuk kelas ini. Iza pun berjalan lagi ke kelas sebelas IPA empat dan lima namun tidak menemukan namanya di sana.

"Astaghfirullah, masa gue masuk IPA enam? Nurun banget!" Iza berjalan dengan menutup satu matanya sebelum membaca nama pada kertas yang ditempel di jendela kelas sebelas IPA enam.

"Hai Iza, lo masuk sini?" sapaan seseorang membuat Iza membuka satu matanya untuk menatap baik-baik.

Ada Zalfa yang kini berdiri di sebelah kanannya. "Eh nama lo nggak ada di sini kok Za, lo ngapain ke sini? Nyariin Alif? Dia naik ke kelas sebelas IPA dua."

Terkejut mendengar pernyataan Zalfa, Iza pun memberanikan diri untuk melihat daftar nama yang tertera di kertas tersebut. Tak ada namanya. Ia pun berseru, "Alhamdulillah! Makasih infonya ya Zalfa!"

Ia akhirnya berlari ke kelas sebelas IPA satu.

Begitu sampai, mata Iza langsung tertuju pada list nama di kertas dan benar-benar menemukan namanya. Dirafaiza Oktavinaya berada di urutan ke lima. Iza dapat bernapas lega kali ini, ia pikir nilainya sangat turun sehingga ia pindah dari IPA dua, padahal jelas seminggu sebelum ulangan Iza sudah rajin belajar bersama Renandhi.

Pandangan matanya beralih ke sebuah nama yang dicoret dengan spidol hitam tebal di sana, sangat tertutup dan urutannya di sekitar nama dengan huruf awalan R. Mata Iza membulat begitu mengingat seseorang, ia pun berjalan lagi ke kelas-kelas sebelas IPA untuk mencari nama Renandhi. Kebetulan, ia juga tidak melihat laki-laki itu seharian ini. Namun, ia sama sekali tidak menemukan namanya.

Jika nama Renandhi tidak tertera di kelas mana pun dan ada nama yang dicoret di kertas sebelas IPA satu, maka Iza berasumsi bahwa itu memang nama Renandhi.

Perfect Priority Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang