Hari ini Iza akhirnya memantapkan diri untuk masuk sekolah. Ia usahakan untuk tidak menguak masalah yang lalu, ia juga berusaha untuk tidak berkomunikasi dengan Yudhi dulu untuk sementara.
Begitu kakinya melangkah masuk ke dalam kelas, Iza sudah disambut oleh beberapa temannya. Siapa lagi kalau bukan Septia, Inna, Asti, Qifa, Sonya, Reyna, dan Tiffany? Mereka semua membuat kehebohan pagi ini dengan berteriak-teriak memanggil nama Iza.
Iza tersenyum dan mengucapkan terima kasih sekilas sambil berjalan menuju kursinya yang terletak di samping kursi Renandhi.
"Za!" Septia menarik tas Iza. "Mending lo duduk di kursi samping gue lagi," katanya sambil menepuk kursi di sampingnya.
"Memangnya Yudhi udah punya kacamata baru lagi?" Tiba-tiba Yudhi lewat di samping Iza dan menyenggolnya. Kacamata memang tidak ia gunakan, tapi senggolan itu seketika membuat Iza mengerti.
"Misi!" tegas Yudhi.
Iza hanya bergeser dan kembali ke kursinya yang dulu, tepat di samping Septia. Begitu duduk, ia sempatkan untuk melihat ke arah Yudhi yang sibuk menggambar di buku tulisnya. Laki-laki itu menjadi pendiam, terasingkan, dan tidak ada teman lain yang mencoba untuk peduli atau mengajaknya bergabung untuk bercerita.
Bel masuk pun berdering. Karena hari ini hari Jumat, maka seluruh siswa segera keluar dari kelasnya untuk melaksanakan kegiatan rutin mereka, yaitu senam. Semua berbaris menghadap gedung utama sekolah mengikuti perintah seorang siswa OSIS yang mengatur barisan.
* * * *
Hari ini adalah hari Jumat bersih yang berarti seluruh siswa wajib membentuk barisan sepuluh bersab setelah senam. Tiap barisan dianggap menjadi satu kelompok untuk membersihkan penjuru sekolah. Barisan laki-laki akan membersihkan halaman depan, lapangan, dan halaman belakang. Sedangkan, barisan perempuan akan membersihkan kelas-kelas yang ada. Kali ini barisan yang ditempati Iza mendapatkan kelas lantai bawah untuk dibersihkan, kebetulan Tiffany dan Qifa satu kelompok dengannya.
Iza berjalan tepat di belakang kedua temannya, memasuki sebuah kelas yang terletak di ujung, dekat dengan ruang piket. Begitu menyadari kelas yang ia masuki ini kelas siapa, sontak Qifa dan Tiffa menatap Iza dengan cengiran lebar.
Dari sekian banyak kelas, kenapa barisan yang Iza tempati malah mendapat kelas Alif untuk dibersihkan?
Qifa melirik tempat duduk Alif dan menunjukkannya pada Iza. "Mantap, anak itu duduk di pojok juga deket jendela."
Iza hanya tersenyum sekilas.
"Kemarin lo ngapain ketemuan sama dia?" Akhirnya pertanyaan yang Qifa simpan sejak kemarin bisa diucapkan.
Tiffany yang mendengarkan itu menoleh. "Bahas apa ni, hayo?"
Iza hanya terkekeh. "Nggak papa kok, ayo ambil sapu, bersih-bersih dulu baru bahas yang lain!"
Ketiganya pun membersihkan kelas dengan mengikuti perintah kakak kelas. Ada yang menyapu, membersihkan jendela dan ventilasi, menyusun meja, serta membersihkan papan tulis.
Begitu berakhir, semuanya kembali ke kelas masing-masing tanpa ada bel yang berdering, berarti hari bebas sudah dimulai. Setiap Jumat bersih memang begitu, pasti berujung jam kosong sampai pulang.
Iza dan temannya hendak kembali ke kelas, mereka sempat bertemu dengan Brevan yang langsung menarik Tiffa untuk pergi ke kantin. Tak lama kemudian, Qifa bertemu dengan Gea dan Ara yang menariknya menuju koperasi. Iza pun berakhir dengan berjalan sendiri.
Di ujung koridor Iza melihat Gevand dan dua teman gendutnya itu berjalan ke arah sebaliknya.
"Mampus!" Iza buru-buru masuk ke perpustakaan tepat di sampingnya untuk menghindar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Priority
Teen FictionIza si cewek yang haus cinta tak disangka dapat menyukai cowok seperti Alifahrian Fardendra. Banyak yang bilang Alif itu cowok biasa aja, tidak jelas, bahkan jelek secara fisik dan attitude. Namun Iza tidak peduli dengan itu, seperti kena pelet. Tak...