Suasana kelas yang hening itu tiba-tiba dikejutkan dengan teriakan seorang gadis yang duduk di barisan depan, ujung dekat dinding.
"Yahyaa!" seru Tiffany sambil mendorong tubuh Yahya menjauhinya. "Dasar mesum!"
"Lah, gue ngapain emang?" Yahya menatap Tiffany penuh tanya.
Bu Binar, guru yang saat itu sedang mengawasi ujian semester ganjil akhirnya melirik ke arah mereka, diikuti seluruh siswa di kelas. Semuanya bersorak dan menyuruh keduanya diam. Namun, di detik berikutnya Tiffany mendengus kasar.
"Bu saya mau pindah tempat duduk!" Tiffany mengangkat tangan. "Yahya pegang-pegang jari saya!"
"Wah parah, Yayak-yayak ... istighfar!" sahut Renandhi yang duduk di belakang.
"Ini ulangan semester satu, kelas sepuluh Yak! Masih hijau. Masalah pegangan tangan masih lama! Lo mau jadi apa?" Yudhi yang duduk di barisan samping Yahya ikut-ikutan.
Semuanya pun menyahuti Yahya, apalagi Yudhi dan Renandhi, dua sejoli itu selalu menjadi yang pertama jika berurusan dengan sorak-sorakan terhadap teman.
"Eh tadi nggak sengaja, sumpah!" Yahya berdiri membela dirinya. "Demi Allah! Gue tadi cuma mau ngambil penghapus gue yang ada di depan Tippa!"
"Huuu!"
"Alah bilang aja modus!"
"Geli deh, Yak."
"Sumpah!" Yahya masih membela diri di sela-sela keributan.
"Eh nomor tiga belas apa?"
"Kalau gue sih B." Di sela-sela keributan itulah dimanfaatkan oleh seluruh siswa untuk bertanya jawaban ke teman yang duduknya sedikit jauh.
Bu guru yang masih diam dan memerhatikan akhirnya berdiri, membuat keadaan menjadi hening seketika. Tanpa sepatah kata, ia hanya menunjuk Tiffany melalui tatapannya untuk pindah tempat duduk depan, barisan tengah. Tepatnya bertukar posisi dengan Doni yang kala itu duduk dengan Iza.
Urutan duduk kali ini sesuai dengan absensi sekolah. Tiffany yang kebetulan duduk dengan Yahya pun ditukar dengan pasangan sebangku laki-laki dan perempuan lainnya, yakni Iza dan Doni.
Alhasil, Tiffany duduk dengan Iza sedangkan Doni dengan Yahya.
Bu guru pun melipat tangan di depan dada dan mulai berkeliling dari baris bangku ke baris lainnya. Agar siswa di kelas itu tidak melanjutkan aksi tanya jawabnya di hari ulangan kali ini.
"Gue bersyukur lo jadi temen sebangku gue Za!" ujar Tiffany sebelum lanjut mengisi soal.
"Hehe, gue ikut seneng juga Tipp," balas Iza sembari mengerjakan soal.
Sayangnya pembicaraan itu lanjut ke soal ulangan.
* * * *
"Dayat!" Yudhi berseru ke arah sepupunya itu sambil berlari menghampiri. "Huwo, pas dilihat dari deket lo makin tinggi juga ya ternyata!"
Hidayat membuang arah pandangan. "Lo mau muji gue demi apa emang?"
"Demi ... Vidia dong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Priority
Teen FictionIza si cewek yang haus cinta tak disangka dapat menyukai cowok seperti Alifahrian Fardendra. Banyak yang bilang Alif itu cowok biasa aja, tidak jelas, bahkan jelek secara fisik dan attitude. Namun Iza tidak peduli dengan itu, seperti kena pelet. Tak...