16 - Panah Asmara Brevanosta

1.2K 122 7
                                    

Liburan berakhir dan segala kegalauan Iza juga berakhir. Dua minggu berlalu dan Iza kembali menjadi secret admirer Alif. Hanya melihat dari kejauhan, di kantin atau di jendela. Tak pernah lagi ia berharap untuk bisa chat dengan laki-laki itu. Yang ia harapakan hanyalah dimaafkan.

Iza melirik Septia yang kala itu sibuk mengerjakan catatan matematika di jam kosong. Gadis itu berdiri dan menghampirinya. Kebetulan Yudhi sedang bergosip dengan anak kelas, sehingga Iza bisa menduduki kursinya di samping Septia sekarang.

"Tumben Sep," ujar Iza.

"Lagi mode rajin Za. Gue dua bab nggak nyatat penjelasan Bu Nana," jawab Septia sambil terus menulis tanpa mengalihkan pandangan. "Za, cerita apa aja dong. Bosen ni gue. Dari tadi marathon nulis terus. Sekali-sekali lah dengerin cerita lo yang penuh drama."

Iza terkekeh. "Mau diceritain apa sih? Drama apa coba? Sejarah Kota Pompei udah, cerita nyata Cinderella, Red Riding Hood, sama Rapunzel juga udah. Apalagi ya?"

"Terserah aja, yang penting cerita."

"Alah, entar lo malah nggak jadi nulis."

"Nulis kok gue, tenang aja, satu lembar lagi."

Seketika Iza punya ide. "Gue punya temen kan Sep. Nah gue nggak sengaja ngejek mukanya, lupa pake emot atau packman yang buat jelasin kalau gue cuma bercanda. Eh dia malah marah, terus kontak gue diblokir dan dihapus gitu aja."

Septia berhenti menulis. "Terus?"

"Ya, gue minta maap kan. Tapi dia cuma read doang! Gue udah minta maaf dua kali pas liburan. Lagi-lagi cuma diread doang," jelas Iza, lalu ia berdecak, "gue salah besar ya Sep?"

Septia mengernyitkan keningnya. "Lo udah jelasin belum kalau pas itu lo cuma bercanda?"

Iza menggeleng.

"Nah, jelasin aja lagi. Dengan jelas! Habis tu, lo minta maaf deh. Kalau seandainya dia cuma read lo tinggal bilang 'terserah lo mau maafin gue atau enggak. Yang penting gue udah minta maaf sama lo. Lo bukan orang yang terlalu penting juga' gitu Za."

Iza menghela napasnya. "Tapi kalau gue malah makin dibenci gimana?"

Septia berdeham. "Hm, ikhlasin aja. Toh, lo juga udah minta maaf. Lo jangan terlalu kelihatan kayak orang yang ngemis maafnya dia. Entar dia makin jual mahal. Makin sok diperlukan."

Iza merasa perkataan Septia ada benarnya. "Hm, lo bener juga. Oke deh. Makasih banyak Sep sarannya."

Septia bertanya sebelum Iza beranjak, "Emang yang hapus kontak lo plus blokir siapa?"

"Temen gue. Jauh."

"Siapa?"

"Ada deh."

Iza kembali ke tempat duduknya semula. Di dekat jendela, dan duduk di sebelah kursi kosong Renandhi. Gadis itu mengeluarkan ponsel dan mengetikkan sesuatu sebelum saran itu hilang dari kepalanya.

Iza : Lip, ini terakhir kali, gue minta maaf. Waktu itu sumpah gue cuma bercanda ngatain muka lo, cuman kurang packman atau emot yang wakilin itu kalimat candaan aja.

Iza : Kalau lo tetep nggak maafin gue, ya udah. Yang penting gue udah minta maaf. Maaf ya.

Begitu mengirimkan pesannya, Iza langsung menggeser ponselnya menjauh dari hadapannya dan menutup muka.

"Ih, dibaca nggak ya?" gumannya sambil sesekali melirik ponselnya.

Tiba-tiba layar ponsel yang semula mati, menjadi nyala, menandakan bahwa seseorang di seberang sana membalas pesannya. Dengan tangan bergetar Iza meraih ponselnya dan melihat balasan yang ia harapkan.

Perfect Priority Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang