Renandhi berjalan tepat di samping Iza begitu mereka memasuki kantin. Terlihat di dua meja tengah kantin, beberapa teman kelasnya sudah duduk dan mulai bercerita penuh tawa, entah membicarakan apa serta siapa, yang jelas mereka terlihat sekali sedang membicarakan kekurangan seseorang.
"Coba tebak gue siapa," kata Yahya sambil mempraktikan cara jalan seseorang yang sangat buru-buru.
Seluruh gadis di dua meja tersebut berteriak. "Itu Noufal!"
"Gantian, coba tebak." Septia segera mempraktikkan sikap seorang dimulai dengan berpangku tangan lalu perlahan menggerakkan kepala, rambut, bibir dan pandangan.
"Iza!"
"Bukan bodoh, ini Gea," celetuk Septia yang tidak terima teman-temannya salah.
"Bukan itu maksudnya, sekarang memang ada Iza ke sini." Sonya langsung mengarahkan rahang Septia ke arah Iza yang baru saja datang dengan Renandhi. "Noh!"
"Hai guys, sorry lambat," ujar Renandhi.
"Alah, berasa ada acara apa aja, langsung duduk aja bro." Ahmad menarik tangan Renandhi sebagai isyarat untuk duduk di sampingnya.
Renandhi pun duduk. "Oh ya, bahas apa?"
"Ghibah lah. Biasa, tradisi mahluk akhir zaman," ujar Noufal yang terlihat lesu hari ini. Mungkin karena dirinya terus yang menjadi candaan.
Iza pun duduk tepat di samping Sonya yang juga menghadap Renandhi. "Oh ya, Yudhi mana?"
Semuanya langsung menoleh, serempak.
"Lo sempet banget nyariin dia?" Inna terkekeh. "Udah ganti gebetan?"
"Nggak gitu maksud gue. Biasanya kan dia sama mereka bertiga," ujar Iza sembari menunjuk Renandhi, Yahya, dan Noufal.
Yahya menggeser badannya untuk memperlihatkan Yudhi yang duduk tepat di meja ujung kantin, dekat pintu. Laki - laki itu membelakanginya. "Dia lagi sama bubuhannya Gea plus Dita. Dia kayaknya masih belum mau ketemu lo deh Za, masih nggak enak gitu kalau berhadapan, makanya dia ke sana."
"Lagian juga, dia udah tau semua cewek di sini temen-temen lo, Za. Pasti dia mikir cepet atau lambat lo bakal datang," sambung Adit.
"Apalagi pas dia tau Renandhi juga belom datang ke sini." Noufal mengedipkan sebelah mata. "Kayaknya gue tau deh jawaban permainan lo," katanya ke Renandhi.
Yang diajak bicara pun tersenyum miring. "Kalau gitu, lo tunggu sampe hari Minggu. Sabar, sebentar lagi."
"Permainan apa?" tanya Asti.
"Bukan apa-apa, rahasia," jawab Yahya.
"Eh guys, udah-udah, jangan ghibah lagi, Gea and friends pindah meja di belakang kalian," kata Septia sambil menunjuk sekilas sekelompok siswa yang pindah meja tepat di belakang Yahya, Renandhi, Adit, Ahmad, dan Noufal.
"Oke fix, tiga meja di tengah ini udah di isi sama kelas sepuluh IPA Dua semuanya," respons Ahmad.
Bosan, Iza meraih ponsel dalam saku yang sedari tadi tidak ia keluarkan. Iza sering kelewat patuh dengan aturan sampai-sampai ia lupa kalau hari ini adalah hari bebas setelah bersih-bersih, artinya boleh membawa ponsel.
Ia menyalakannya dan membuka aplikasi What's App karena seketika ia mengingat Alif yang ia tinggal di koridor tadi. Akhirnya, ia pun mencari kontak Alif, membuka blokiran, dan menemukan foto profil laki-laki itu, berarti Iza sudah tidak diblokir lagi.
Iza : Sorry banget tadi gue ninggalin lo sendirian.
Pesan itu belum dibaca meskipun Alif online dan Iza merasa maklum. Ia pun membuka status-status kontak teman yang muncul selagi menunggu. Beberapa menit telah berlalu namun Iza sama sekali tidak mendapat balasan hingga ia menemukan update-an status Alif.
![](https://img.wattpad.com/cover/155931848-288-k235722.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Priority
Fiksi RemajaIza si cewek yang haus cinta tak disangka dapat menyukai cowok seperti Alifahrian Fardendra. Banyak yang bilang Alif itu cowok biasa aja, tidak jelas, bahkan jelek secara fisik dan attitude. Namun Iza tidak peduli dengan itu, seperti kena pelet. Tak...