Iza mundur begitu mendapat penolakan telak dari Alif. Gadis itu diam di tempatnya tak berkutik sama sekali dengan tangan yang masih terangkat di depan dada, menatap Alif yang sibuk mengusap sikunya. Lukanya cukup besar.
Alif berdiri. "Gue bilang apa sih tadi malam, hm? Perlu gue perjelas?"
Iza hanya menatap Alif dengan kedua alis yang bertautan.
Alif hanya berdecak lalu berbalik meninggalkan Iza sendiri. Yang ditinggalkan pun terpaksa melakukan hal sama daripada menunggu yang tidak tentu. Iza pergi ke kantin menyusul yang lain setelah lomba yang melelahkan itu.
Iza masuk ke kantin dan segera duduk di bangku sebelah Asti. Semua gadis kelasnya berkumpul bersama untuk bercanda ria sekali lagi sebelum menjadi penonton pertandingan futsal laki-laki kelas mereka.
"Za, entar lo ikut nonton?" tanya Asti.
Iza menggeleng. "Gue di kelas aja."
"TUMBEN! Biasanya kalau di ajak keluar ke lapangan atau keliling sekolah selalu mau. Ada apa Za?" Tiffany bersuara.
Iza tersenyum miring. Dulu ia memang sering mengajak atau memaksa temannya untuk berkeliling sekolah saat jam istirahat dengan alasan bosan kalau di kelas. Sekarang, kemauannya justru berbanding terbalik.
Dulu ia hanya ingin melihat Alif dari kejauhan walau hanya sekilas. Jika tidak puas melihatnya dari jendela, Iza akan mengajak teman-temannya keluar. Tapi sekarang, rasanya ia tidak mau melihat laki-laki itu lagi.
Sonya berhenti bercerita begitu mendengarnya. "Loh? Lo masih nggak enak badan Za?"
"Iya Nyak," jawab Iza, bohong. Kalau Iza tidak enak badan, mungkin ia akan menolak habis-habisan Yudhi yang memaksanya ikut lomba tarik tambang walau hanya sebatas 'ikut untuk memeriahkan dan agar tidak kena denda'.
"Mending lo nonton aja gih Za, sayang loh kalau lo nggak ikut dukung. Class meeting cuma setahun sekali. Belom tentu di kelas sebelas bakal lebih seru dari ini," ujar Septia.
Iza termenung. Septia juga ada benarnya. Bagaimana kalau justru tahun depan ia tidak bisa hadir saat class meeting seperti ini?
"Ya udah deh," tandas Iza pada akhirnya.
Tiba-tiba Yahya datang ke kantin menghampiri teman-teman kelas perempuannya. Ia menyuruh semuanya untuk beranjak dari kantin karena sebentar lagi tim futsal kelas mereka akan bertanding.
* * * *
Iza duduk di pinggir lapangan bersama yang lainnya. Memang risiko terkena bola di sana sangat besar, tapi rasanya lebih seru jika menonton dari dekat. Kebetulan cuaca sedang mendung, tak perlu berlindung di bawah pohon atau naik ke lantai dua dan menonton di balkon saja.
"Kelas kita kapan tanding?" Suara Qifa terdengar di samping kanan Iza.
"Kali ini kelas sepuluh IPA lima dulu lawan sepuluh IPA tiga," jawab Septia yang duduk di samping kiri Iza, "nanti kelas kita lawan IPA enam. Terus IPA empat lawan IPA satu. Diacak."
Pertandingan pun dimulai sedangkan Iza masih termenung meratapi tanah yang ia duduki ketimbang menonton. Cukup lama gadis itu melakukannya sampai-sampai ia baru sadar setelah setengah pertandingan.
![](https://img.wattpad.com/cover/155931848-288-k235722.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Priority
Novela JuvenilIza si cewek yang haus cinta tak disangka dapat menyukai cowok seperti Alifahrian Fardendra. Banyak yang bilang Alif itu cowok biasa aja, tidak jelas, bahkan jelek secara fisik dan attitude. Namun Iza tidak peduli dengan itu, seperti kena pelet. Tak...