[35] Mama dan Bunda

3.2K 414 3
                                    

Suasana canggung menghampiri setelah pernyataan cinta dari Jeno.

Pria itu menutup mata saat jari Siyeon mulai membelai rambutnya. Sama seperti ibu, gumam Jeno.

"terima kasih." Ucap Siyeon.

"untuk?"

"semua. Aku menyukai semua yang kakak lakukan untukku."

Jeno terkekeh. "Aku kamu nih?"

Pipi Siyeon menjadi merah. Membuat Jeno gemas untuk menyubit.

"sakitt." Keluh Siyeon.

"lucu sih. Makanya suka."

"aku ga secantik jinsol dan kak Shuhua, loh."

YA ALLAH GA CANTIK GMNSI SYG

"jawabanku tetap sama. Aku belum ingin memiliki gadis cantik untuk menemaniku. Cukup kamu."

Kemudian keduanya terkekeh. Kepala Jeno bergeser menghadap pantai. Matahari akan tenggelam.
Ia bangun dari pangkuan Siyeon. Menarik gadis itu mendekati pantai. Mereka menghadap arah yang sama. Menyatukan tangan untuk saling berpegangan.

"raih tanganku saat kamu akan terjatuh."

"hahaha apasih Kamu bukan dilan."

"ya. Aku memang bukan Dilan milik milea yang pandai berpuisi." Ucapnya lalu tersenyum.

Siyeon memeluk satu lengan Jeno. Memandang sang surya yang semakin berteriak mendekat kepada peraduan.

"kamu bukan Dilan milik milea, kak. Kamu Jeno ku. Kak Jeno ku yang menyukai biologi. Kak Jeno ku yang pandai memainkan gitar dan pemilik suara yang selalu aku dengar sebelum tertidur. Terima kasih untuk rekaman lagu itu. Aku menyukainya."

"syukurlah. Aku harus berterimakasih kepada Mark. Dia yang mengusulkan itu sebagai hadiah."

"sudah kuduga."

Keduanya kembali tertawa. Langit memerah melihat keduanya yang bahagia.

"kudengar ibumu sudah pulang?" Tanya Jeno.

"ya."

"ibumu yang lain? Maksudku. Ibu jiheon?"

"entahlah. Mama Seo masih tinggal di Surabaya dan tak ingin kemabali ke jakarta."

"oohhh... Sekarang Mama Seo ya?"

"Yak! Jangan menggodaku."

Jeno berlari dengan tawa kencang. Siyeon mengejarnya dari belakang. Lalu ia diam bak patung hingga gadis itu menabrak punggungnya.

"kenapa berhenti?" Tanya Siyeon.

"malu dilihatin orang."

"aishhh. Tadi nyium aja ngga malu."

"ehehe... Mau lagi nih?" Goda Jeno.

Kini Siyeon yang membelalak. Ia kemudian berlari. Menghidari Jeno  yang terus mengejarnya.

Dia, Jeno, pantai Ancol. Cukup manis untuk selalu ia ingat.

Senja memang menjadi waktu yang cocok bila kalian ingin menghabiskan waktu dijalan. Seperti Jeno dan Siyeon. Keduanya nampak lelah menatap jalan pulang yang padat.

"kak, gue. Eh aku, mau nanya."

Jeno mengalihkan perhatian pada Siyeon. Menaikkan satu alisnya lalu kembali menatap jalanan.

"senyaman lo aja yeon manggil gimana. Gue ataupun aku. Ngga masalah kok."

Siyeon mengangguk. Memilin ujung kardigan yang ia kenakan.

aimer.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang