Prolog

203 35 51
                                    

Perkenalkan, namaku Azkia Fatimah. Panggilanku Kia. Cerita ini tentang hubunganku dengan seseorang yang bernama Muhammad Abiyan Dirga atau bisa dipanggil Abi.

Kami sudah berpacaran selama tiga tahun lamanya. Selama itu pula sudah banyak hal yang kita lalui bersama. Semua mengalir begitu saja. Seperti kebanyakan pasangan pada umumnya, masa pertama berpacaran indah sekali.

Lalu masuk ke pertengahan, semuanya masih bisa terkendali. Bahkan dia berencana untuk menjalin hubungan yang serius denganku. Begitupun aku. Wanita mana yang tidak senang bila mendengar pasangannya berencana seperti itu?!

Bukankah kebahagiaan itu adalah sesuatu hal wajar untuk dirasakan?

Aku dan Abi tidak lagi berpacaran hanya berdasarkan status saja. Jadi kita lebih banyak memperbaiki diri dari sikap dan sifat negatif masing-masing. Rasa percaya pun kita tambahkan lebih banyak lagi. Sebab kita tahu bahwa sebuah hubungan yang tidak dilandasi rasa percaya satu sama lain akan terasa percuma.

Selain itu, dibutuhkan rasa pengertian yang lebih banyak agar tidak mudah salah paham bila terjadi masalah. Umurku yang lebih tua satu tahun diatas usia Abi membuatku harus lebih menyediakan stok sabar tanpa batas untuknya.

Tadinya aku termasuk orang yang tidak begitu percaya bahwa perbedaan usia antara dua orang yang menjalin hubungan bisa mempengaruhi pola pikir masing-masing. Sebab banyak diluaran sana yang berbeda usia tetapi memiliki hubungan yang awet dan baik-baik saja.

Hingga suatu ketika, rasa percayaku terhadap Abi menjadi bumerang yang seakan menyerangku balik.

Di saat aku sudah percaya sepenuhnya, dia malah menyalahgunakan rasa percaya yang ku berikan untuknya. Sakit sekali rasanya. Seperti menara yang sudah dibangun susah payah, lalu ombak datang dan menghancurkan menara itu dalam sekejap.

Yah, mungkin seperti itu rasanya. Dia berpaling dariku. Alih-alih bosan dan mendapatkan kenyamanan dari wanita yang tidak lain adalah teman sekampusnya sendiri.
Sedih, marah, kecewa, semua perasaan itu bercampur aduk dalam benakku.

Aku sepeti tak tau arah tujuan yang harus ku tuju. Semua hilang arah. Yang jelas sejak peristiwa itu aku tidak lagi bisa mempercayakan Abi seperti sebelumnya. Aku sempat memberikan Abi pilihan agar dia meneruskan saja kenyamanan yang sudah dia dapat dari wanita itu. Sedangkan aku mengalah untuk kebahagiaannya lalu pergi entah kemana. Namun Abi menolak dan bilang bahwa dia merasa bersalah.

Aku dilema. Melihat sikapnya yang seperti itu membuatku tidak tega dan berusaha memberikan kesempatan sekali lagi untuknya. Bukankah setiap orang berhak merasakan kesempatan kedua termasuk Abi?

Tentunya dengan syarat dia tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama.

"Kia, aku janji nggak akan ngelakuin hal yang sama seperti kemarin lagi. Sumpah. Tolong tetep disisiku yah." Abi menatapku dengan tatapan nanar

"Aku nggak akan kemana-kemana kok Bi. Aku akan tetap disini. Di tempatku. Tapi maaf untuk sekarang ini, aku ingin sendiri dulu. Tolong tinggalkan aku dulu."

"Enggak mau. Aku nggak akan beranjak kalau kamu begini. Aku bakal tungguin kamu."

"Terserah."

Orang-orang disekitarku menatap serius ke arah tempat aku dan Abi berada. Seakan ingin tahu apa yang sedang terjadi antara aku dan Abi disiang hari ini. Aku tidak peduli.

Satu hal yang pasti, aku butuh wadah untuk melampiaskan emosi yang sedang bergemuruh.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Penasaran gimana kelanjutan kisah mereka?

Stay tune ya guys di story ini. 😊😊

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian pada vote dan komentar yaa guys 😙😙

Thanks you so much.. 💕💕

Dia Tak Bahagia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang