Bab 14. Bantu Abi #2

6 2 0
                                    

🎶..aku tak mudah, untuk mencintai, aku tak mudah mengaku ku cinta.. Acha Septriasa - Sampai Menutup Mata🎶

Abi ♡
Ay, nanti sman ikut aku belanja daging bisa nggak?

Aku tersenyum. Pengalaman yang belum pernah ku dapatkan sebelumnya menghampiriku satu per satu.

Yes, akan ada pengalaman seru lagi nih, batinku

Aku pun membalas chatnya Abi.

Abi ♡
Bisa Ay, jam berapa?

Klik. Sending. Tak lama kemudian Abi membalas.

Abi ♡
Sekarang aku otw kosan. Sman tunggu di depan ya.

Ckck. Bukan Abi namanya jika tidak begini. Untung saja, aku tidak memiliki genetik penyakit jantung. Jadi saat Abi mengajak keluar dadakan seperti ini, aku tidak kaget lagi. Aku langsung berganti baju lalu mengunci kamar dan menunggu Abi di teras kosan.

Tin.. tin..

Suara klakson motor Abi menjadi tanda bahwa yang ditunggu-tunggu sudah sampai. Kita berdua langsung menuju tempat membeli dagingnya.

"Tempatnya jauh emang Ay?"

"Enggak sih Ay,"

"Oh. Tapi tumben sman ngajakin aku beli gini, ada apa nih?"

"Pengen aja Ay,"

"Pengen apa?"

"Pengen simulasi supaya nanti pas nikah nggak kaget lagi sman,"

"Maksudnya?"

"Nggak, nggak maksud. Hehe udah jangan bawel ah sman. Ntar aku turunin nih kalau bawel mulu,"

"Yee. .emang sman tega ninggalin aku disini?"

"Enggak juga sih,"

"Huuuuuuu...."

Abi tertawa kecil mendengar celotehanku barusan. Melihatnya seperti itu, tanpa sadar bibirku ikut tersenyum puas. Apalagi jika mengingat kata 'simulasi berumah tangga' seperti yang dikatakan Abi sebelumnya.

***

Sesampainya dirumah Abi.

"Buk, ini dagingnya," teriak Abi dari depan rumah sambil menyuruhku duduk di ruang depan.

"Iya le. Cepet dicuci sana. Eh ada tamu?" ucap Ibunya Abi saat melihat aku duduk di ruang depan

"Assalamu'alaikum tante," kataku sambil menyalimi Ibunya Abi

"Wa'alaikumsalam nak. Eh duduk nak Kia," ucap ibunya Abi dengan ramah

"Enggeh tante,"

Tak lama kemudian Abi ikut nimbrung.

"Buk, itu pesenannya mau dianter kapan?"

"Sekarang juga gapapa. Kamu ajak Kia sekalian gih,"

Mataku melotot tidak menyangka bahwa Ibunya Abi akan menyebut namaku. Aku pun reflek berkata :

"Emang boleh tante?"

"Ya boleh dong sayang. Sebentar ya, tante siapin dulu pesenannya,"

"Eh iya tante,"

Aku senang sekali. Rasanya seperti terbang menembus langit ke tujuh. Padahal sebenarnya tidak, aku tidak terbang. Hanya imajinasiku saja yang berterbangan kesana-kemari.

Jadi, seperti ini ya rasanya diterima oleh keluarga pacar sendiri? Pantas saja, saat hendak ke rumah pacar, terlebih jika perempuan sama sepertiku, akan berusaha tampil sebaik mungkin. Batinku menerka-nerka.

Kini, dihadapanku sudah tersedia sebuah kotak berukuran sedang yang berisi beberapa ratus tusuk sate lengkap dengan bumbu kacangnya. Sambal dan bawang gorengnya ditempatkan terpisah di kotak lainnya.

Sementara itu, Abi juga masih membawa tas belanja dengan ukuran yang sama dengan kotak.

"Kia udah siap?" tanya ibunya Abi padaku

"Siap tante," jawabku mantap

"Bi, udah berangkat gih,"

"Iya Buk,"

Setelah menyalami, aku dan Abi pamit kepada Ibu Endang, selaku ibunya Abi untuk mengantarkan pesanan sate ke rumah pembelinya. Berbekal secarik kertas bertuliskan alamat rumah pembelinya, aku dan Abi meluncur mencari rumah sesuai alamat yang tertulis.

10 menit kemudian.
Alamat rumahnya tertuju pada sebuah rumah dengan pagar berwarna silver. Aku dan Abi mendekat lalu menekan tombol bel yamg tersedia. Tak lama kemudian seorang ibu muda keluar menghampiri dan membuka pagar rumahnya.

"Maaf, ini bener rumah ibu Nia bukan ya?"

"Iya bener. Mas Abi sate bukan?"

"Iya bu. Saya mau nganter pesenan sate ibu,"

"Oh iya Mas silahkan masuk dulu,"

"Iya bu."

Aku dan Abi langsung masuk ke rumah ibu Nia. Setelah menaruh pesanan satenya ke dalam rumah, ibu Nia memberikan amplop kepada Abi sebagai upah atas pesanan satenya.

Usai mengucapkan terima kasih, aku dan Abi langsung kembali ke rumah Abi untuk menyerahkan upah yang diterima kepada Ibunya Abi dan melanjutkan pekerjaan yang telah menunggu.

***

Dia Tak Bahagia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang