Bab 45. Berubah

8 1 0
                                    

🎶tak ada sedikitpun sesalku.. t'lah bertahan dengan setiaku.. Elemen - Cinta Tak Bersyarat🎶

Sejak aku menemukan foto Abi bersama wanita lain, sikap Abi perlahan mulai berubah. Ada saja alasan yang ia lontarkan kala aku mengajaknya pergi bersama. Jika sedang berselisih, rasa ego dalam dirinya tak bisa di redam seperti sebelumnya. Dan selalu mencari alasan untuk menghindar dariku.

Jika ku tanya mengapa? Apa ada yang salah denganku? Dia selalu menjawab tidak apa-apa. Lalu aku harus bagaimana? Serba salah sekali bukan?

Semua prasangka negatif bermunculan dalam benakku. Namun segera ku tepis dengan prasangka positifku.

Biar bagaimana pun, aku tetap harus berpikiran positif terhadap pasanganku kan?

Setiap kali pikiran negatif bertebaran dalam otakku, selalu ku tepis dengan kalimat : "Aku tidak boleh egois. Aku harus mengerti dan memandang jika aku berada di posisinya Abi."

Tetapi pada kenyataannya, semua prasangka positif yang aku lakukan terbuang percuma. Sikap Abi kepadaku juga perlahan-lahan mulai berubah. Yang tadinya suka sekali menghubungiku, menjadi jarang menghubungi. Bahkan jika tidak dihubungi lebih dahulu, ia enggan menghubungiku lebih dulu.

Aku memang tau kesibukannya. Aku juga tau kegiatan yang ia lakukan pada jam sekian apa saja. Tetapi tidak begini. Ini terasa tidak adil. Aku saja, jika sedang sibuk pasti aku mengabarkan kepada Abi bahwa aku sedang sibuk ini itu.

*suatu ketika*

Ih, Abi kemana ya? Kok whatsapp aku nggak dibaca dan bales? Batinku menerka.

Namun, beberapa saat kemudian, pikiranku berkata : "Sabar Kia, mungkin Abi masih ada kegiatan lain yang lebih repot. Nanti kalau sudah selesai, pasti dia akan menghubungi kamu kok."

Selalu dan selalu begitu.
Lama aku menunggu, tak kunjung ada balasan dari Abi. Tetapi, saat sedang menunggu, aku malah melihat story whatsapp milik Abi.

Ha? Nggak bales atau baca chatku, eh tapi bisa update story? Batinku geram.

Aku pun memutuskan untuk mengirim chat lagi kepada Abi.

Abi ♡
Yaudah Ay, sman lanjutin dulu aja kegiatan sman.

Klik. Sending.

Kemudian aku menaruh hapeku di kasur lalu aku tidur. Bangun dari tidur, aku melihat banyak misscall dari Abi. Ku biarkan saja.

Entah mengapa, rasa malas untuk meladeni Abi muncul dalam diriku. Aku pun melanjutkan aksi bisuku kepada Abi.

Hapeku tetap mode silent, dan aku melanjutkan kegiatanku yang lainnya. Bersih-bersih kamar, menata baju dilemari, mencuci baju yang menggantung, mandi dan lain sebagainya. Setidaknya, ada kesibukan yang membuatku lupa dengan rasa jengkelku terhadap Abi, pikirku demikian.

Biar Abi tau bagaimana rasanya dicuekin oleh pasangannya sendiri. Yah, biarkan saja, kataku dalam hati.

Keesokan harinya.

Abi masih mencoba menghubungiku via chat whatsapp, sms dan telpon. Aku membiarkannya. Seperti yang sudah Abi lakukan padaku.

Bukankah aku pernah bilang bahwa jika aku berpacaran dengan seseorang, maka aku akan mengikuti seseorang itu dalam bersikap.

Kemudian, Abi mencariku hingga ke kelas.

"Eh, misi, liat Kia nggak?" tanya Abi kepada teman-teman yang duduk di depan kelas.

"Tuh di dalem kelas." Ucap Monica sambil menunjuk kearah kelasku.

Tak lama kemudian, Abi masuk ke dalam kelasku.

"Heh, sman kenapa sih?" Ucap Abi saat menghampiriku

Dengan nada santai, aku menjawab : "Nggak kenapa-kenapa tuh."

"Kalau nggak kenapa-kenapa, kok nggak jawab chat dan telponku? Sman marah?"

"Pikir aja sendiri." Kataku sembari berlalu meninggalkan Abi keluar kelas.

Namun, ternyata tidak hanya sampai disitu saja. Abi mencegat tanganku lalu berkata :
"Sman kenapa sih?"

Karena sudah terlanjur kesal, aku menjawab : "Udah aku bilang. Sman pikir aja sendiri."

"Ay... please, jangan begini. Aku ngaku salah deh,"

"Segampang itukah? Eh, kamu pikir dong, nunggu itu enak nggak? Udah tau nggak enak, kenapa masih sering banget bikin aku nungguin kamu, sementara kamu lebih milih update story dari pada bales atau baca smsku."

Abi terdiam membisu.
Aku kesal karena harus berbicara kasar kepada Abi. Maka, ku putuskan melampiaskan emosiku terlebih dahulu. Sebab, jika tidak ku lampiaskan, yang bisa ku lakukan hanyalah msnangis saja. Dan, aku lelah menangis.

Marah, sedih, kecewa, semua perasaan itu bercampur aduk jadi satu. Jika sudsh begini, rasanya semua yang ku lakukan menjadi tidak bersemangat untuk ku jalani. Melihat Abi pun rasanya juga malas.

Sebenarnya, aku tidak tega jika harus mendiamkan Abi seperti ini. Namun, aku juga tidak ingin jika Abi terus-terusan membuatku menunggu lagi. Sebab, menunggu adalah salah satu kegiatan yang membosankan.

Iya kalau yang ditunggu merasa sedang ditunggu, namun jika tidak bagaimana? Yang ada nanti malah lelah sendiri.

Aku ingin memberikan Abi sedikit pelajaran, bahwa sesibuk apapun kita, hendaklah kita memberi kabar kepada pasangan kita terlebih dahulu.

Agar pasangan kita tidak menunggu dan berpikiran yang negatif terhadap kita. Bukankah memberi kabar bahwa sedang sibuk tidak akan memakan waktu yang lama bukan?

***

Dia Tak Bahagia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang