Bab 11. PMS #1

24 4 0
                                    

🎶..kau buat aku bertanya, kau buat aku mencari..tentang rasa ini aku tak mengerti.. Sherina - Cinta Pertama dan Terakhir..🎶

Pagi ini ada jadwal kuliah. Namun entah kenapa, sejak bangun tidur, perutku sakit sekali. Setelah melihat kalender, aku baru menyadari bahwa hari ini waktunya haid. Yah, mungkin rasa sakit diperutku adalah bagian dari haidku.

Tak lama kemudian, Abi mengirimiku pesan bahwa hari ini ia bisa berangkat bareng denganku. Aku pun mengiyakan dan langsung bergegas. Ku ambil pakaianku di lemari dan langsung menyetrikanya. Usai menyetrika, aku langsung bergegas mandi.

Selesai mandi, aku langsung merias diri dengan make up seperlunya. Olesan pelembab, arsiran alis, olesan lipbalm serta taburan bedak menjadi sentuhan terakhir sebelum aku berangkat ke kampus. Bertepatan dengan itu, Abi telah tiba di depan kosku.

Aku dan Abi langsung menuju kampus. Sesampainya di kampus. Aku langsung pamit menuju kelasku. Abi merasa ada yang aneh denganku. Ia pun mencegatku terlebih dahulu.

"Sman sakit Ay?"

"Ha? Enggak kok."

"Beneran? Wajah sman pucat banget gitu. Balik lagi ke kos aja ya. Aku anterin."

"Cuma sakit perut aja kok Ay."

"Tuhkan bener. Yaudah ayo pulang ke kos lagi aja."

"Nggak usah Ay. Ada ulangan satu matkul. Sayang banget kalau nyusul nanti."

"Beneran? Kalau ada apa-apa, sman bilang aku ya."

"Iya sayang."

Aku pun langsung menuju ruang kelasku. Disana sudah ada beberapa teman-temanku. Aku mengambil kursi baris kedua dari depan. Karena memang aku tidak begitu suka duduk pada baris pertama.

Semula ku kira setelah duduk dikelas, rasa sakit di perutku bisa sedikit berkurang atau bahkan menghilang. Namun ternyata aku salah. Justru rasa sakitnya semakin menjadi-jadi. Keringat dingin mulai bercucuran di dahiku. Lengan dan tubuhku juga ikut mengeluarkan keringat dingin. Sudah ku lakukan berbagai cara untuk mengalihkan rasa sakitku. Dengan berdiri, jalan-jalan di depan kelas, bernyanyi dan melihat film yang sedang dilihat bersama teman-temanku dikelas. Namun ternyata nihil. Rasa sakitnya tak bisa teralihkan.

"Aduuhh," erangku lirih sembari memegangi perutku

Salah satu temanku, Dini, menyadari bahwa aku sedang tidak enak badan. Dia buru-buru mendekat sembari menanyakan :

"Lo kenapa Ki? Sakit?"

"Ugh, ini perut gue. Sakit banget Din."

"Yaudah yuk, gue anter ke UKS aja dari pada nanti semaput pas kuliah juga."

Dini langsung membawa tasku dan mengantarku menuju UKS. Sebelumnya aku juga telah menitipkan absen kepada temanku yang lain, jika sewaktu-waktu dosennya tiba dan aku tidak berada dikelas.

Sesampainya di UKS, Dini menjelaskan kepada perawatnya bahwa aku mengalami nyeri akibat haid. Sang perawat mengerti dan memberiku obat penghilang nyeri.

"Gue balik ke kelas lagi ya Ki. Lo cepet sembuh."

"Eh..iya, makasih ya Din udah nganterin gue kesini."

Dini mengangguk dan segera berlalu agar tidak terlambat kembali ke kelas. Sepeninggal Dini, perawat UKS memberikanku sebuah nasihat.

"Mbaknya kalau nyeri perut pas haid gini nggak pernah diminumin obat pereda nyeri ya?"

"I--iya Sus. Kenapa memangnya?"

"Nggak apa-apa sih. Tanya aja. Kalau boleh tau kenapa nggak diminumin?"

"Nggak terbiasa Sus. Takut kecanduan nanti."

"Iya juga ya. Yaudah mbaknya tidur aja dulu. Siapa tau pas bangun nanti udah nggak sakit lagi."

"Iya Sus."

Aku pun membaringkan tubuh diranjang yang sudah disediakan. Tentunya setelah meminum sebutir tablet pereda nyeri dari sang Suster.

****

Abi sedang menunggu di depan kelasku. Ia tak henti mengutak-atik handphonenya. Saat perkuliahan selesai, ia mencegat salah seorang temanku.

"Sorry, bisa tolong panggilin Kia suruh keluar nggak?"

"Kia dari tadi pagi nggak masuk kelas. Katanya sih dia lagi di UKS."

"Oh yaudah. Thanks banget ya buat infonya."

Tanpa basa-basi lagi, Abi langsung menuju UKS untuk melihat keadaanku. Raut wajah khawatir terpancar jelas sekali.

Tuhkan, sman susah banget sih dibilanginnya. Batin Abi menggerutu

Sesampainya di UKS. Dia langsung menanyakan kepada Suster perihal keberadaanku. Suster mempersilahkan dia untuk melihat sendiri keadaanku. Tentunya tanpa membuat keributan. Dihadapannya terlihat seorang gadis tak berdaya sedang terbaring lelap.

Wajahnya yang tenang membuat Abi merasa bersalah karena tidak berada disisi Kia saat dibutuhkan. Dia pun membuka ranselnya perlahan dan mengambil sebuah plastik hitam. Ditaruhnya plastik itu di meja yang terletak di samping ranjang tempatku berada.

Saat Abi sedang memandang ke arahku, aku terbangun. Menyadari kehadirannya aku spontan untuk segera duduk.

"Udah, sman tiduran aja Ay. Gapapa."

"Sman udah lama disini?"

"Nggak kok. Gimana perutnya Ay? Masih sakit?"

"Masih dikit. Tapi udah mendingan dari sebelumnya. Itu apa Ay?"

"Nih sman buka sendiri. Maaf cuma bisa beliin itu."

Aku melihat isi plastik hitam yang diberikan Abi. Didalamnya ada sekotak cokelat choki-choki. Katanya sih, sebagai obat pereda nyeri perut darinya. Aku pun tersenyum saat melihat isi plastiknya.

Melihat usaha yang diberikan Abi aku pun mengatakan :

"Makasih ya sayang untuk cokelatnya. Makasih banget."

Lalu memeluk Abi yang duduk di samping ranjangku.

Abi juga membalas pelukanku lalu mencium dahiku sambil berkata :
"Sama-sama sayang. Cepet sembuh ya sman."

***

Dia Tak Bahagia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang