Bab 48. Kesempatan Kedua

12 1 0
                                    

🎶..sungguh ku sesali, nyata cintamu kasih, tak sempat terbaca hatiku, malah terabai olehku..Tangga - Kesempatan Kedua🎶

Setelah perang dingin antara hati dengan pikiran, akhirnya aku memutuskan agar ia tetap bersama denganku. Duka yang ku hadapi saat ini, tak sebanding dengan segala hal yang telah kita lalui bersama. Sebab, tak ada manusia yang sempurna bukan?

Setiap manusia, memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Tak terkecuali aku dan Abi.

Aku juga pernah bercita-cita ingin menjadi seperti Rasulullah Muhammad SAW, yang tetap memaafkan bahkan mendoakan orang-orang yang menyakitinya.
Aku pun mencoba seperti itu. Mencoba memaafkan segala kesalahan Abi, berharap ia tidak akan mengulangi kesalahannya, dan memberi kesempatan agar Abi memperbaiki segala keburukan menjadi kebaikan di kemudian hari.

Yah, walau sulit sekali. Tetap aku coba. Aku yakin, aku pasti bisa. Bukankah dalam menjalin hubungan yang lama itu akan semakin banyak batu yang harus ku lalui?

***

"Sman kenapa milih kasih kesempatan buatku dan nggak ninggalin aku Ay?" tanya Abi penasaran dengan keputusanku.

Aku diam, menarik napas dalam, lalu berkata : "Sebab, aku sadar bahwa didunia ini, setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Termasuk aku dan sman."

"Lalu? Sman tetap milih aku meskipun aku udah terang-terangan bilang aku sayang sama wanita lain?"

Aku tersenyum, entah kenapa setelah kejadian kemarin, hatiku terasa lebih tegar dan tidak tergesa-gesa dalam menghadapi sesuatu.

Lalu aku berkata :
"Iya. Karena dari awal aku milih sman itu karna dua hal."

"Apa itu?"

"Yang terbaik dan terburuk dari diri sman."

Abi terdiam. Rona speechless dalam dirinya tak bisa terelakkan lagi.

Ia pun berkata : "Aku nggak salah. Aku yakin sman emang pantas untuk aku perjuangin Ay. Makasih udah nerima aku selama ini."

Lalu kemudian, Abi memelukku dengan penuh kehangatan. Aku jadi ingat akan pepatah yang mengatakan bahwa 'kepercayaan itu mahal harganya' memang benar nyata adanya.

Seberusaha apapun Abi untuk memperbaiki, dalam diriku seperti ada rasa trauma untuk percaya sepenuhnya lagi. Sebegitu hebatnya kekuatan dari rasa kepercayaan.

Maka dari itu, tiap kali aku ingin percaya pada Abi, pada semua hal yang dikatakan dan dilakukan oleh Abi, aku tidak lagi bisa sepenuhnya percaya.

Kadang, aku justru mengalihkan rasa ragu dalam benakku dengan melakukan segala kegiatan lain yang bisa membantuku mengembalikan rasa percayaku.

***

Abi ♡
Ay, maaf. Hari ini kayaknya kita nggak bisa ngopi deh. Aku mau ngopi sama temen-temenku.

Aku menghela napas saat membaca pesan dari Abi. Yah, seperti itulah. Abi malah lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya dibandingkan denganku.

Aku tidak bisa apa-apa selain mengizinkan. Sebab, aku tahu bahwa dunianya dia tidak hanya tentangku saja. Tetap ada keluarga dan teman-temannya. Jadi, ya sudah.

Aku pun membalas pesannya.

Abi ♡
Iya Ay. Nggak apa-apa kok. Masih ada hari lainnya. Sman have fun ya.

Klik. Sending.

Aku pun demikian. Mencoba menghabiskan waktu bersama teman-temanku pula.

Jika Abi saja bisa, lalu mengapa aku tidak bisa?

Hingga temanku, yang bernama Vita berkata : "Lu tuh terlalu baik tau Ki, buat Abi."

"Baik menurut lu kan beda dengan baik menurut Abi Vit."

Vita tidak menjawab lagi dan hanya berlalu begitu saja. Disaat teman-temanku bercerita tentang pasangannya yang seperti ini dan itu, aku hanya bisa menyimak dan mendoakan agar mereka tidak mengalami hal yang sama denganku.

Aku justru merasakan sebuah keraguan besar akan di kemanakan hubunganku dengan Abi ini. Pernah suatu ketika, saat Abi sedang ada kegiatan bersama teman-temannya, dia tidak bilang apa-apa padaku, namun justru temannya lah yang mengatakan padaku.

Bila ditanya mengapa ia tidak bilang padaku, ia hanya mengatakan : "Itu nggak penting Ay. Nggak perlu sman bikin ribet."

Memang benar, sesuatu hal yang sepele tidak perlu di besar-besarkan. Namun, semakin kesini, aku justru seperti tidak mengenal Abi seperti sebelumnya.

Jarak yang terbentang diantara aku dan dia semakin menjadi-jadi. Aku justru lebih membiarkan Abi melakukan segala hal yang ia sukai. Jika aku adalah wanita lain, yang ada justru selalu bertengkar terus.

Hubunganku dengan Abi memang tergolong hubungan yang jarang sekali bertengkar. Mengapa demikian?

Sebab, dari awal berhubungan, selalu ku tekankan untuk membiasakan diri, baik aku maupun Abi, untuk selalu terbuka, jujur, dan percaya terhadap satu sama lainnya.
Hingga salah satu teman Abi pernah berkata : "Jadi iri sama kalian berdua, hubungannya awet banget mesranya. Jarang liat kalian berantem."

Aku dan Abi hanya bertukar pandangan.

Andai mereka tau apa yang tengah aku dan Abi alami sebelumnya, akankah mereka berkata demikian? Batinku berandai-andai.

Lalu senyum manis terukir diwajahku untuk menjawab pernyataan temannya Abi tadi. Abi pun demikian, dia hanya senyum namun terlihat sedikit memaksa.

Jika seseorang telah percaya padamu, jangan sekali pun kamu mengecewakan dan menyakiti hati seseorang yanga lain. Sebab, kepercayaan itu mahal harganya.
Sekali saja membuat kecewa atau sakit hati, selamanya kamu takkan pernah diberikan kepercayaan seperti sebelumnya.

Aku berusaha memaafkan Abi. Biar bagaimana pun, Abi pernah berperilaku baik terhadapku. Menjaga dan bertanggung jawab terhadap apa saja yang terjadi padaku. Sekecil apapun itu.
***

Dia Tak Bahagia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang