Bab 34. Handphone #2 : Milik Kia

2 2 0
                                    

🎶setidaknya diriku pernah berjuang, meski tak pernah ternilai dimatamu.. Lastchild - Tak Pernah Ternilai🎶

"Nih Ay, aku kembaliin hape yang sman kasih." kataku sambil menyodorkan handphone pemberian Abi

"Loh, kenapa dibalikin Ay?"

"Aku udah ada hape sendiri Ay?"
"Oh, syukurlah kalau begitu. Hape baru?"

"Nggak baru sih Ay, bekasnya mbak aku. Dia udah beli hape lagi, terus ini dikasihin aku deh."

"Oh, gitu..." kata Abi sambil menatapku tidak menyangka.
Tak berapa lama, Abi berkata lagi :

"Mana hape sman yang baru? Coba aku pinjem."

Aku tidak menyahut dan langsung menyodorkan handphoneku yang baru. Abi langsung menerima dan mulai mengecek segala hal tentang handphoneku.

Namun, pada akhirnya ia menyimpulkan bahwa aku memiliki handphone baru karena ingin main belakang dengan laki-laki selain dirinya.

"Astagfirullah, kok sman mikirnya gitu sih?"

"Ya terus karena apa coba? Sman kan bisa pake hape dari aku."

Aku diam dan menghela napas dalam lalu berkata :
"Sayang, ini hapeku bukan baru. Tapi bekas kakak aku yang aku bayarin. Dan untuk hape kamu aku balikin, karena aku pengen sman juga bisa pake hape android, bukan cuma aku. Paham?"

"Emm...iya-iya Ay."

"Makanya, jangan nethink dulu sman."

"Iya Ay, maaf. Aku cuma takut sman selingkuhin aku. Kan yang deketin dan suka sama sman itu banyak Ay."

Aku menatap Abi lekat seraya berkata :

"Sayang, dengerin ya. Aku itu kalau udah punya pasangan, nggak akan ke goda sama orang lain. Soalnya fokusku satu, yaitu pasanganku. Just it! Dan untuk mereka yang deketin dan suka sama aku, aku nggak peduli."

Dengan ragu-ragu Abi berkata : "Sman beneran? Ndak bohong?"

"Beneran sayang," jawabku dengan nada yakin

Abi yang semula menunduk, perlahan mulai mensejajarkan kepalanya sembari membalas tatapanku lalu berkata : "Yaudah, aku percaya sman Ay,"

"Nah gitu dong, kan kalau cemberut mulu malah nggak jadi manis nanti."

***

Aku dan Abi sedang di kantin kampus. Kita berdua sama-sama jam kosong alias tidak ada jam perkuliahan hari ini. Kita pun memilih mengisi waktu kosong dengan makan bersama.

Selesai memesan, aku dan Abi kembali ke tempat duduk yang telah ku duduki sebelumnya. Namun, ada yang berbeda. Wajah Abi terlihat lesu dan tidak bersemangat sekali. Karena penasaran, aku pun bertanya :

"Sman kenapa Ay? Kok keliatan nggak semangat begitu?"

"Ng--nggak apa-apa kok Ay."

"Beneran?"

"Iya beneran,"

Aku tidak serta merta percaya dengan apa yang diucapkan oleh Abi sementara wajahnya mengucapkan hal sebaliknya.

Aku pun menatapnya lekat seraya berkata :
"Sayang, dengerin ya, kalau sman ada masalah atau keluh kesah, sman boleh kok cerita ke aku. Aku malah dengan senang hati bersedia dijadikan pendengar yang baik oleh  sman."

Abi terlihat berpikir. Tak lama kemudian ia menjawab :
"Beneran?"

"Iya, beneran sayang,"

"Aku tuh kepikiran kenapa hape pemberianku sman balikin. Apa hape pemberianku itu kurang  buat sman?"

"Sama sekali nggak kurang kok Ay. Bahkan lebih dari cukup, tapi aku juga pengen sman ikut ngerasain pake hape android juga. Kebetulan mbakku jual hapenya ini, terus aku bayarin aja. Kan kalau kita punya akun whatsapp masing-masing, bisa saling komunikasi juga kayak anak-anak lainnya Ay. Emang sman ndak mau ya?"

"Em, ya mau sih Ay."

"Yaudah, hapenya ini sman pake aja. Aku biar pake hape bekas kakakku ini aja."

"Yaudah Ay iya."

"Nah gitu dong."

Tak lama kemudian pesanan kita datang. Kita pun langsung menyantap pesanan masing-masing. Aku sibuk dengan es kopi dan omelet, sedangkan Abi sibuk dengan nasi rames dan kopi hitamnya. Sesekali ia menyinggung bahwa setelah memiliki hape baru, dia mewanti-wanti alias mengingatkanku agar bisa menjaga hatiku untuknya. Dia bilang inilah itulah. Seperti ibu-ibu yang sedang memarahi anak semata wayangnya saja.

Malam harinya..
Abi menghubungiku lebih sering lewat whatsapp. Katanya, lebih cepat dan penuh dengan emoticon yang lucu-lucu. Selain itu, hadirnya media whatsapp menjadi cara terhemat bagi anak kos dalam pengeluaran keuangan, misalnya saja seperti aku dan Abi.

Aku yang mengandalkan uang bulanan, sementara Abi yang mengandalkan uanv jajan mingguan dari ibunya. Kita terkekeh ketika menyadari nasib masing-masing.

"Nasib kita lucu ya Ay," kata Abi membuka pembicaraan

"Lucu gimana Ay?"

"Ya lucu, masih minta kalau ada barang yang rusak. Padahal umur udah tua begini,"

"Haha...ya abisnya kalau nggak minta mau gimana lagi? Kan kuliah juga belum selesai Ay. Ntar kalau udah wisuda, cari kerja deh. Supaya bisa beli apa-apa sendiri, termasuk hape."

"Iya Ay, bener banget tuh."

***

Dia Tak Bahagia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang