Bab 15. Es Dung-dung

8 2 0
                                    

🎶..kamu memang yang pertama cinta, lebih dari sgalanya.. Geisha - Kamu Yang Pertama🎶

"Ay, cari es yuk,"

"Es apaan Ay?"

"Ya es apaan gitu kek. Panas banget nih cuacanya. Tenggorokan aku juga kering rasanya,"

"Emm, es puter mau Ay?"

"Boleh tuh Ay,"

"Yaudah, yuk berangkat,"

Sesampainya di tempat penjual es puter. Aku melihat seorang ibu-ibu paruh baya duduk di samping gerobak berisi es puter. Awalnya, aku penasaran, seperti apa sih wujud dari es puter yang dimaksudkan oleh Abi. Namun setelah melihat langsung, es puter adalah sebutan lain untuk es dung-dung. Karena penjual es dung-dung ini sering dijumpai sedang berkeliling kompleks atau rumah-rumah warga sambil memukul gong berukuran kecil yang menimbulkan suara 'dung'.

"Bu, esnya dua ya,"

"Di bungkus atau di minum disini?"

Baru saja aku berniat menghampiri Abi dan bertanya, namun dengan suara lantang Abi berteriak :

"Di minum disini aja Bu,"

"Oh, baik. Silahkan duduk Mbak sama Masnya,"

Aku mengangguk dan menuruti perintah si ibu penjual es. Abi pun demikian. Ia mengekor di belakangku sesaat setelah memarkirkan motornya. Tak lama kemudian, pesanan es yang ditunggu-tunggu tiba. Aku memperhatikan sejenak. Lain halnya dengan Abi, dia malah langsung mencicipi es dung-dung yang tersaji dihadapannya.

"Ini tuh namanya es dung-dung, bukan es puter,"

Mata Abi terbelalak, ia merasa tak terima dan langsung menyanggah ucapanku.

"Bukan Ay. Itu es puter bukan es dung-dung,"

Beberapa orang yang duduk dekat dengan tempatku dan Abi berada merasa konyol dengan obrolan yang mereka dengar. Aku sedikit malu. Akhirnya aku pun mengecilkan suaraku lalu berbisik ke telinga Abi :

"Terserah sman mau bilang apa, pokoknya aku tetep sebut ini es dung-dung,"

Abi terkekeh mendengar bisikanku, ia tidak merespon ucapanku. Ia hanya mengeleng-gelengkan kepalanya sembari tersenyum tipis. Aku keki dibuatnya. Tak lama kemudian aku mulai mengajaknya ngobrol tentang bagaimana kegiatan yang ia lalui hari ini.

Dia mulai bercerita dan menanyakan balik perihal yang sudah aku lalui hari ini juga.
Tak jarang juga kita saling bersenda gurau hingga tak terasa waktu sudah mulai petang. Itu artinya sudah waktunya bagiku dan Abi kembali pulang.

***

Beberapa hari kemudian. Aku dan Abi kembali ke tempat penjual es dung-dung. Rasa es dung-dung yang terbilang sama dengan es dung-dung lainnya, menjadi pilihan terbaik dikala mentari lebih terik dari biasanya. Potongan jelly dan mutiara menjadi topping yang pas untuk melengkapi segelas es dung-dung yang terkenal sejak jaman kanak-kanak dulu.

Abi memarkir motornya agak jauh. Memang aku yang meminta, sebab tempat parkir dekat penjual es sudah terpenuhi. Setelah memesan es dalam kemasan cup, aku mengajak Abi ke jembatan penyeberangan.

Awalnya, Abi merasa aneh. Namun setelah aku meyakinkan, ia mau menuruti permintaanku. Toh, tidak setiap hari juga kan?

"Kenapa kesini Ay?" tanya Abi penasaran

"Sini Ay. Sman coba rentangin tangan terus merem dan rasain angin yang berhembus secara perlahan,"

"Kenapa gitu?"

"Udah coba dulu aja. Kalau nggak mau yaudah,"

Abi mengikuti perkataanku, tak lama kemudian ia berkata :

"Tenang banget Ay. Rasanya kayak lagi terbang," ucap Abi masih dengan mata terpejam

"Kalau sman lagi kacau pikirannya, atau sman butuh ketenangan. Sman coba gini aja Ay,"

"Oke. Ide bagus,"

Kemudian Abi menatap ke arahku lebih lama. Seperti sedang memperhatikan sesuatu.

Karena merasa aneh dengan tatapannya, aku pun berkata :

"Kenapa ngeliatnya begitu banget Ay? Ada yang aneh ya sama wajahku?"

"Hehe enggak kok Ay,"

"Teruuus?"

"Aku--aku ..."

"Kumat deh,"

Abi tidak menghiraukan wajah bete yang sudah terpancar jelas diwajahku. Tak lama kemudian ia mulai bersuara :

"Makasih ya Ay," kata Abi sambil tersenyum

"Makasih buat apa?"

"Makasih untuk segala cara sman dalam melepas penatku,"

"Sama-sama sayang. Pokoknya kalau sman mau cerita atau butuh temen melepas penat, inget ada aku disini."

Abi menatapku dengan pandangan nanar lalu memelukku erat.

Aku mencoba melepas pelukannya, namun Abi malah semakin erat memelukku seraya berbisik :

"Sebentar Ay, biarin kayak gini sebentar lagi,"

Aku terdiam lalu menghela napas dan membalas pelukannya.

***

Dia Tak Bahagia (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang