Bab 2

265 15 0
                                    


Dandelion
"Kenapa kamu lihatin saya kaya gitu?saya tahu kalau saya ganteng kok. Nggak usah dipuji."

**

Dia hanya terdiam di atas not piano. Dia merasakan sesuatu yang selalu menikam hatinya. Detak jantung yang bergetar begitu kencang membuat dadanya begitu sesak. Dia hanya mengetuk satu nada 'la' dengan mata yang begitu sembab.

Tanpa dia sadari ada wanita yang duduk disampingnya. Menaruhkan kepalanya dan menghadapnya kearah Dandelion yang tengah asik dengan pikirannya sendiri.

"Haruskah Kamu lari seperti ini"pertanyaan itu membuat Dandelion mengangkat kepalanya dan melihat lurus ke depan. "Cerita lah, aku akan mendengarkan"

"Pergi"ucapnya dengan nada dingin.

"Aku tidak akan bertanya apapun, sama sekali"

"Tidak perlu urusi-urusanmu sendiri."

Dia membanting pintu dan bergegas pergi dari tempat itu. Lyli hanya bisa menarik nafasnya berat. Tidak semudah itu untuk bisa membuat dia tersenyum kembali.

Dia mengambil handphone disaku nya, tak ada satupun pesan yang masuk. Dia berharap, agar semua akan selsai. "Aku harus mengembalikan dia. Tetapi, bisakah aku menemukannya."

**

Dandelion kembali terdiam di kamarnya. Melihat kearah langit yang begitu luas, dia berfikir apakah di atas langit benar-benar ada surga. Atau dia hanya akan masuk ke dalam neraka atas kesalahan yang dia lakukan.

Haruskah dia kembali menjatuhkan dirinya dari atas tebing dan melayang hingga ke nirwana. Tapi, semua seolah menakutkan ketika ketinggian itu membuatnya jatuh ketika melihat kebawah.

Dia takut, dia selesai di dunia namun, dia tidak akan pernah yakin dikehidupan berikutnya akankah lebih Indah dari semuanya.

"Maaf"suara itu begitu lirih hingga tanpa dia sadari air matanya jatuh begitu saja.

Bayangan yang menakutkan itu hanya membuatnya tersungkur menunduk takut di atas ranjangnya. Dia mendekatkan kakinya kedadanya dan memegang lututnya kuat-kuat. Hingga kedua matanya terpejam dan tak lupa akan sakit yang dia rasakan.

Sikap dinginnya akan berubah ketika dia sendirian. Menangis, dalam kamar yang gelap, seolah semuanya telah merenggut cahaya darinya.

**

Lyli mencari segala cara agar dia bisa menemukan masalahnya. Dia hanya perlu mencari sesuatu yang sekiranya bisa membantu dia. Lari dari masalah bukanlah hal yang baik.

"Aku menemukannya"gumamnya melihat kertas putih yang berada di tumpukkan buku lagunya. "Aku rasa dia perduli kepadanya"

Dia melihat nama yang tidak asing di telinganya. Pria yang lebih mudah darinya, yang selalu membuat dia tertawa namun, juga khawatir seketika. Dia mungkin akan menemukan jawabannya.

Dia tersenyum melihat itu semua. Tapi, dia tidak bisa ke sana dengan mudah. Dia harus mampu meluluhkan hati Dandelion untuk bisa mempertemukan mereka kembali.

**

Mata Dio terbuka, dia melihat seorang wanita yang sudah berjongkok didepannya dan membuatnya terlonjak kaget hingga kepalanya menghantam tembok dibelakangnya.

"Hai"sapa nya ramah. "Kamu tidur lama juga"

"Ngapain kesini"

"Aku mau kesini aja, nggak boleh"

"Mendingan sekarang kamu pergi dari sini."ucapnya yang membuat Lyli hanya tersenyum menatapnya. " Aku suruh kamu pergi, bukan ketawa."

"Aku tidak tertawa tapi tersenyum"protesnya.

"Mending kamu pergi sekarang, sebelum..."

"Hak aku dong buat ketawa, punyaku sendiri juga."ucapnya dengan gaya Dandelion yang dingin

"Nggak nyambung"kesalnya."Kenapa kamu ngikutin saya?"

Pertanyaan itu membuat Lyli menatap Dio dengan tatapan datar.

"Fangirl"ucapnya tanpa dosa. "Aku membawakan kamu beberapa makanan, makanlah dulu."

"Nggak"

"Kamu itu butuh protein dan karbohidrat yang cukup, lari dari masalah itukan butuh tenaga juga. Apalagi, kalau otak kamu buat mikir keras pasti cacing diperut bakalan berteriak."seketika suara perut kosong itu terdengar jelas. "Sudah aku bilang kan, mereka itu butuh asupan makanan. Udah makan sekarang tidak ada kata tidak dalam kamus Lyli."

"Bawel banget"ucapnya yang duduk dan memperhatikan semua makanan yang ada dihadapannya. "Semua ini buatku sendiri"

"Yupss"

"Nggak bisa kamu harus ikut makan"dia menariknya untuk duduk di samping dia. "Nggak ada kata tidak dalam kamus Dio."

Lyli hanya bisa pasrah aja, dia rasa sedikit demi sedikit hati Dandelion akan luluh.

"Kenapa kamu lihatin saya kaya gitu?saya tahu kalau saya ganteng kok. Nggak usah dipuji."ucapnya dengan ekspresi yang selalu sama, dingin.

Lyla hanya tersenyum mendengarnya, hal yang selalu sama darinya. Sikap masa bodohnya dan gayanya yang tidak perduli akan apapun.

"Nggak usah senyum, saya nggak akan tergoda sama kamu"

"Kalau aku cium sekarang, apa mungkin kamu akan berubah pikiran?"

Dengan ekspresi datar dia menatap Lyla dan menyentil jidatnya keras.

"Jangan harap"ucapnya kembali memakan-makanan yang ada didepannya. "Kalau kamu mau saya cium, kamu harus membayar saya 80 juta."

Dengan cepat dia tersedak mendengar apa yang Dandelion katakan.

"Tidak usah terkejut gitu, saya tahu kamu mau kalau saya cium."

"Semua cewek normal mau kali"gumamnya sedikit kesal.

"Saya tahu, karena saya tampan."ucapnya mengedipkan mata pada Lyli yang membuatnya terkejut hingga tanpa sadar mulutnya terbuka. "Tutup mulut kamu, sebelum semua lalat masuk."dia mengarahkan sumpit ke hadapan wajahnya.

Mereka hanya terdiam, Lyli masih ragu mengeluarkan surat yang bahkan belum dibaca pemiliknya. Melihatnya seperti ini, membuat dia tidak tega melakukannya. "Mungkinkah, dia harus mengetahuinya."

***

Ok teman pembaca yang Budiman. 😁

Cerita ini murni fiksi belaka ya teman pembaca. Si penulis hanya ingin menceritakan kisah-kisah yang mungkin menarik saja 😂. Buat para fans yang idolanya terlibat dicerita ini. Maaf ya,😊

Vote komen akan penulis dengarkan asal jangan menggunakan bahasa kasar atau yang penulis tidak mengerti. TERIMA KASIH,

Saranghaeyo 💕

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang