Bab.45

30 6 0
                                    

Playlist
BTS - The truth Untold

**
Tak terkendali
"Ku kira pengakuan itu akan membuatmu menyukaiku, ternyata aku salah besar."
**

Ilalang menatap sedikit kesal ke March, karena dia. Ilalang tidak bisa menceritakan kondisi Kumbang. "Kakak tahukan, kak Kala itu mencari dia kemana-mana."

"Kamu tahu kenapa dia pergi?"

"Tidak!"

"Dia tidak ingin kalau Kak Kala melihatnya pergi, sejak kecil dia hanya terus hidup seperti itu. Kakaknya memiliki trauma dan dia sendiri memiliki penyakit langka. Ayah dan ibunya hanya mampu membawa mereka kesana, ke tempat yang harusnya bukan mereka inginkan."

"Bukankah kakak mulai menyukainya."ujar Ilalang yang membuat March menatapnya. "Iyakan."

"Bukan aku Ilalang, orang lain"ujarnya yang membuat dia menatap tak percaya. "Percayalah, kali ini saja."

"Dia mencintaimu, aku yakin itu."

"Ilalang"

"Aku melihat semuanya semalam, kamu mengenal ayahnya bahkan kamu tahu siapa dia? Apa kamu tahu juga kalau dia cinta pertamanya kak Kala?"

"Hah!"

Ekspresi wajah itu cukup menjelaskan segalanya. Ekspresi wajah itu memang membuktikan kalau dia tahu segalanya. "Lalu kenapa kamu mencegahku mengatakannya?"

Dia hanya terdiam dan tidak bisa menjelaskan apapun pada Ilalang.

"Mengatakan apa?"suara itu membuat mereka menatap ke arah Dandelion.

Ekspresi wajah berubah, "kak, kak March kenapa?"tanya Ilalang pelan. "Kak!"

"Hah!"dia terkejut dan membuat mereka seperti buronan yang tertangkap.

"Kalian berdua kenapa sih? Lihat hantu apa?"ujar Dandelion yang makin tidak mengerti dengan ke dua adiknya ini.

"Aku harus pergi bekerja, selamat tinggal kak"

"Ah iya, hati-hati"

Kini hanya tinggal Ilalang yang harus melarikan diri dari Dandelion. "kenapa?"

"Kak perutku sakit"dia berlari masuk dan meninggalkan Dandelion begitu saja.

**

Bintang terdiam ketika melihat Venus berjalan ke rumah Kala. "Apa dia tahu dimana aku tinggal?"

Dia menarik wanita itu pergi dari tempat itu, membuat Venus menatap orang itu yang tengah menggenggam tangannya sangat erat. Dia membawanya duduk di sebuah restoran kecil di dekat rumah.

"Duduklah"Venus menatap bangku itu dengan tatapan bingung. "Apa kamu akan berdiri terus?"

Dia duduk dikursi itu dan menatap Bintang tak percaya. Pria itu membawanya ke sebuah toko serba ada di persimpangan jalan. "Apa kamu mulai menyukaiku?"

"Kamu mau kemana?"bukan menjawab pertanyaannya dia malah mengajukan pertanyaan lain.

"Mau menemui seseorang, untuk memberikan bubur ini padanya."

"Seseorang, siapa?"

"Kenapa? Kamu cemburu ya."ujarnya yang membuat Bintang hanya menatap tak senang.

"Tidak, hanya saja kenapa harus di sana?"

"Kenapa?"ujarnya yang mulai mengaduk mi pesanannya. "Lagipula, aku juga tidak akan mengatakan apapun pada Kalana. Ups, kak Kala maksudku."

"Kamu tahu dia?"

"Tidak, aku hanya tahu kalau dia pernah mencintai-"

"Stop, lebih baik kamu habiskan makananmu, aku harus pergi. Bubur itu, biar aku yang bawa."

"Ku kira pengakuan itu akan membuatmu menyukaiku, ternyata aku salah besar."ujarnya yang tersenyum menatap Bintang. "Sejak awal bukankah kamu tahu kalau itu aku."

Dia tidak menjawab dan meninggalkan Venus sendirian di sana. "Aku kira, dia akan memaafkan aku. Aku salah ternyata, apa dia juga membencinya?"

**

Senja melihat dengan jelas bahwa seorang yang tengah berdiri di depan resto itu adalah Venus. Hujan yang mengguyur pagi ini membuat dia hanya bisa menatapnya dari kejauhan. "Bukankah dia bawa payung, apakah dia menunggu seseorang?"

"Kurasa dia menunggu pria dengan wajah imut itu."seketika dia terkejut melihat seseorang di belakangnya. "Hai, kak Senja."

"Ngapain di sini."

"Kakak sudah mengenaliku."

"Awan Samudra, itukan namamu. Apa yang sebenarnya kamu cari?"

"Aku mencari seseorang, dia wanita dengan wajah yang bersahaja."

"Mana ada wanita seperti itu, dia kekasihmu."

"Bukan"

"Lalu?"

"Dia saudara perempuan ku."

"Benarkah, kurasa kakakmu akan stress punya adik sepertimu."

"Kurasa!"

Mereka berjalan hingga sampai di depan rumah, "aku masuk, bye."

"Iya, bye."

Awan menatapnya lalu bergegas masuk ke dalam. Rasanya aneh, jika dia terus memandangnya seperti itu. Orang akan mulai mencurigainya nanti, bisakah dia mengatakannya.

"Katakan saja, umur bukan segalanya?"ujar March yang muncul dari belakang. "Hai tetangga."

"Hai"ujarnya yang menyapa March dengan tatapan bingung.

"Saranku tadi bagus, coba saja."dia menepuk punggungnya dan pergi begitu saja.

Awan kembali menatap rumah itu, haruskah dia katakan sama seperti saran pria tadi. Dia hanya kembali masuk ke dalam dan tak lagi memperdulikan pikiran itu.

***

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang