Chapter 41

4.5K 335 35
                                    

#Typo everywhere










Happy reading❤

Aku duduk disofa ruang tamu rumah Rian, aku mencegah Tante Umi yang hendak mengambilkan minuman untukku dan Nadiya.

Jujur saja rasa haus menghampiri tenggorakanku, apalagi Nadiya yang terus mencibuti lenganku karena kesal. Sebab dia juga sama hausnya denganku.

"Ehemmm! Jadi gini Tan, niat kita kesini mau memberi sebuah fakta yang tersembunyi" ujarku mulai membuka suara.

Tante Umi menatapku bingung, "Fakta apa? Tante jadi bingung" sahut Tante Umi

Aku melirik Nadiya untuk membantu menjelaskan namun Nadiya hanya membuang muka dan melirik ke atap rumah Rian. Payah!!!

Aku mengeluarkan Sebuah amplop dari dalam tasku dan menyerahkan kepada Tante Umi.

Tante Umi memandangku bingung, "Ini apa? Kok Tante dikasih amplop?" tanya Tante Umi dengan segala kebingungannya

"Tante buka aja, trus baca. Takutnya kalau Ghani ngomong Tante nggak percaya" ujarku

Tante Umi membuka amplopnya dengan terburu-buru untuk segera membacanya, bisa kulihat Tante Umi mencerna kalimat demi kalimat yang terdapat dikertas tersebut dengan serius.

Tanganku dan tangan Nadiya saling bertaut, kita takut jika Tante Umi marah dan menduga bahwa kita berniat jahat dan ingin menghancurkan pernikahan Rian dengan Sirli.

Tante Umi menatapku dalam, Aku semakin takut dibuatnya.
Jujur saja, aku kurang nyaman dengan tatapan Tante Umi kepadaku.

"Ini serius Ghani? Kamu tidak mencoba untuk menipu saya kan?" tanya Tante Umi datar.

Aku meneguk ludahku dengan susah payah, mendapati tatapan Tante Umi yang datar.

"Mmm jadi gini Tante, Sirli itu menderita Skizofrenia atau biasa disebut dengan Gangguan metal. Dimana seorang penderita sering mengalami halusinasi yang berlebihan" jelasku

Tante Umi menangis, "Kamu nggak lagi bohongin Tante kan?" tanya Tante Umi

Aku menggeleng,"Nggak Tante, aku nggak bohong. Kalau nggak percaya dengan hasil surat itu, mari kita buktikan ke Rumah Sakit itu mengenai kebenarannya. Itu diatas surat itu ada logo Rumah Sakitnya" ucapku meyakinkan.

Sedangkan Nadiya juga mengangguk, "Iya tante, kita nggak bohong atau berniat untuk menipu dan menghancurkan pernikahan Rian. Tapi kita kesini karena kita perduli sama Tante dan Rian, kita nggak tau gimana Kecewanya Tante dan Rian nanti jika pernikahan tetap berlangsung" timpal Nadiya yang berusaha meyakinkan jika isi kertas itu adalah sebuah fakta yang bisa dibilang aib namun berhasil ditutup rapat oleh keluarga Sirli.

"Baiklah! Tante percaya sama kalian, Tante berterimakasih karena kalian sudah memberikan sebuah kebenaran kepada Tante. Tante nggak tau lagi harus ngelakuin apa sebagai balas budi ke kalian, Tante sangat berterimakasih" ucap Tante Umi dan memelukku erat seraya menangis

Aku mengusap punggung Tante Umi dengan lembut, "Tante nggakperlu ngelakuin apa-apa, Tante cukup memutuskan yang terbaik untuk anak Tante, Rian." sahutku dan tersenyum tulus.

Tante Umi melepaskan pelukannya dan memegang pipiku dengan kedua tangannya, "Andai saja kamu masih jadi pacar Rian, pasti Tante nggak bakal jodohin Rian sama Sirli." ujar Tante Umi dan mengelus pipiku lembut.

Aku hanya tersenyum tulus, aku tidak mungkin mengatakan jika saat ini aku pacar Rian, karena apa? Saat ini hubunganku dan Rian sedang diambang ketidakpastian. Bahkan seminggu ini kita tidak ada komunikasi layaknya sepasang kekasih. Apakah masih bisa disebut 'pacar'? Sepertinya tidak!

My (Ex)Boyfriend [Rian Ardianto]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang