Kalium.

2.1K 112 57
                                    

Joann selalu menanggapi biasa saja ketika ada orang yang mem-bully-nya. Tapi beda ceritanya jika yang melakukannya adalah Ethan, kakaknya sendiri. Ia masih bisa menerima apa yang kakaknya lakukan jika memang dirinya sudah memancing kemarahan dari yang lebih tua. Tapi apa yang baru saja kakaknya lakukan padanya adalah hal yang sangat membuat hatinya terasa sakit.

Joann baru saja selesai merapikan bajunya yang sudah disetrika ke dalam lemari. Dan tak lama kemudian ia mendengar pintunya dibuka dengan kasar dan kakaknya menyiram air dari gelas yang ia bawa ke arah mukanya.

Hati Joann serasa diperas oleh tangan-tangan tak kasat mata. Bagaikan spons basah yang diremat begitu keras sampai kering.

Ethan menundukkan kepalanya. Seketika, rasa pening menyelimuti ubun-ubunnya. Dadanya bergemuruh aneh saat rasa sesal menerobos masuk. Sebenarnya ada apa dengannya? Bukannya dia membenci adiknya itu?

"Kakak..." ujar Joann lirih. Air matanya mengalir deras tanpa isakan. Matanya memandang kosong ke arah kakaknya.

Ethan mengacak surainya kasar. Menyumpah-serapahi dirinya sendiri di dalam hati. Hell! What's just happened? I-

"A-aku..."

Joann menunduk dan memainkan ujung bajunya yang kebesaran. Ia hanya merasa begitu lelah. Apakah ia benar-benar tidak diinginkan seperti itu atau- apa? Apakah tak ada seorangpun yang ingin mengerti tentangnya? Apakah tak ada? Apakah memang dirinya itu benar-benar tak pantas untuk dilirik barang seinci-pun? Apakah memang dirinya sangat tidak berguna sampai- maksudnya apa? Hatinya terasa begitu nyeri. Rongga dadanya-pun terasa begitu kosong. Dan kakinya begitu lemas.

Haha. Bukankah ini lucu? Dan jawabannya adalah, tidak!

"Kakaaak~" rengek Joann sambil menahan tangisannya entah pada siapa. Jelas ia mengatakan 'kakak', tapi entah mengapa, Ethan merasa itu bukan panggilan untuknya. Dan hal itu sukses membuat Ethan merasakan nyeri yang sama pada hatinya.

Joann berlutut di depan kaki yang lebih tua. Wajah cantiknya dan rambut panjangnya yang basah terlihat begitu kusut. Air matanya masih mengalir dari kelopak indah matanya. Menerobos sela-sela bulu mata lentiknya yang cantik.

Ethan dengan ego dan kebodohannya tetap berdiri memandang sang adik yang berantakan. Lidahnya begitu kelu dan beku. Kakinya bahkan terasa lemas tak bisa digerakkan. Badannya tersihir oleh sesuatu yang membuatnya terdiam.

"A-aku-"

"Kenapa?" tanya Joann memotong ucapan kakaknya membuat Ethan terdiam seribu bahasa. "Kenapa kau begitu jahat, kak?- hiks..."

Isakan Joann mulai terdengar. Ethan memejamkan matanya dan menahan napasnya. Suasana yang tadinya sedih kini mulai tegang ditandai dengan rahang Ethan yang mengeras. Karena sungguh demi apapun, Ethan benar-benar membenci suara isakan dari sang adik.

Ethan hampir saja bisa mengendalikan emosinya sampai Joann mulai menangis meraung.

"Hiks- Apa salahku, kak?! Apa?!" tanya Joann meninggikan suara. "Beri hiks- aku penjelasan hiks- kumohon..." lanjut Joann penuh isakan.

"Kaka...aaaak~ Hiks- Ka...aaak~"

Joann merengek seperti anak kecil. Nada dan panggilannya begitu penuh dengan permintaan. Melolong seakan meminta pertolongan. Terdengar begitu lirih dan pasrah. Dan Ethan semakin mengeraskan rahangnya karenanya.

Jika Joann mengeluarkan isakan dan rengekannya, maka Ethan mengeluarkan geramannya dengan napas yang memburu.

"Diam, Joann." Ujar Ethan dingin. Tapi tak peduli apapun, Joann tetap meraung-raung keras.

Puzzle Pieces - Des ÉgratignuresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang