...
.
.
Jam tiga pagi Joann terbangun. Tidurnya yang sebentar tapi terasa begitu nyaman dan nyenyak akibat pelukan sang kakak yang membuatnya terasa terlindungi. Wajahnya merona hebat ketika ia mengingat betapa lembutnya sang kakak. Beruntung karena lampu tidur yang remang-remang bisa menutupi ronanya. Namun dalam sekejap pula, wajahnya berubah sendu, menerka-nerka apakah kakaknya akan terus seperti ini ataukah kembali dingin seperti biasa.
Mata Joann kembali terpejam ketika ia merasa bahwa ada tanda kakaknya itu akan bangun dari tidurnya. Ia merasakan tangan Ethan yang semakin memeluknya erat. Mencuri kesempatan untuk menyamankan posisinya dan mengusal pada dada bidang sang kakak takut-takut ia tak akan bisa melakukan kegiatan ini lagi pada kesempatan yang tak mungkin datang.
...
.
.
Ethan membuka matanya dan sedikit mengeratkan pelukannya pada sang adik. Ia melirik wajah adiknya yang masih terpejam. Tangannya tergerak untuk mengelus punggung sempit sang adik dan menghirup pucuk kepala adiknya yang masih wangi meski sudah sehari berlalu. Lalu ia mengecup pelipisnya singkat.
Ethan kali ini benar-benar dibuat frustasi ketika memikirkan sikap seperti apa yang harus ia lakukan setelah ini. Demi apapun ia masih muak dengan adiknya itu meski sejujurnya ia juga suka dengan situasi ini.
Ethan menghela napas kasar. Ia mendudukkan badannya dengan Joan yang masih didekapnya. Joann mengusalkan pipinya pada dada bidang sang kakak. Agak tersentak ketika tubuhnya terangkat begitu saja. Joann mengintip sedikit dan melihat tubuhnya sedang dibawa oleh kakaknya keluar kamar dan memasuki kamarnya sendiri.
Seakan tak tahu apa-apa, Joann tetap memejamkan matanya ketika kakaknya membaringkannya ke kasur. Rasa tak rela menguar di dalam dada keduanya. Rasa hampa yang menyakitkan mulai merasuki dada Joann. Baru saja beberapa jam ia bisa berduaan dengan sang kakak, menit selanjutnya ia tak akan mungkin bisa melakukannya lagi.
Joann membuka matanya ketika Ethan membalikkan badannya.
"Kakak..." cicit Joann sambil memegang tangan yang lebih tua.
"Tidur. Joann" ucap Ethan dingin.
Sungguh saat itu juga Joann ingin menangis meraung mendengar kakaknya yang kembali dingin seperti sebelumnya.
"J-jangan marah-h" ucap Joann bergetar.
Ethan menahan napasnya kesal. "Aku menyuruhmu tidur, Joann! Bukan memarahimu!" balasnya dengan tanda seru di setiap akhir kalimat.
Dan pagi ini berakhir dengan Joann yang terisak pelan dan Ethan yang merutuki dirinya sendiri karena sikap dingin dan intonasi bicaranya yang masih belum bisa ia kontrol.
.
III
.
Hari ini di sekolah, kepala Joann selalu menunduk. Ia masih memikirkan kakaknya yang kembali dingin. Dia sangat yakin bahwa kakaknya sedang marah besar karena kemarin ia mengganggu kakaknya. Di hadapan meja belajarnya, ia melamun entah memikirkan apa. Bahkan ia tak menyadari kehadiran gurunya di kelas.
"...ann, Joann, Joann..."
Dan dengan seketika lamunannya buyar ketika ada yang memanggil namanya.
Mukanya memerah seketika saat ia melihat seluruh mata tertuju kepadanya, termasuk pandangan sang guru yang menatapnya tajam.
"Cukup, cukup... Mohon perhatiannya sebentar"
Joann menghela napasnya lega ketika seluruh pandangan yang tadinya tertuju padanya kini mengalihkan atensinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle Pieces - Des Égratignures
Romantizm-Buku pertama dari Puzzle Pieces Trilogy- [21+] !!!Incest Story!!! ... . . . Joann merasakan sepasang tangan kekar memeluk erat tubuh mungilnya dari belakang. Menariknya dari samudera hitam tanpa batas. Juga menghangatkannya dari neraka dingin tak...