Panik

73 3 0
                                    

HAPPY READING GUYS
VOTE & KOMEN
THANKS!




Benar dugaan Noora kali ini, Hujan pasti akan turun jika ia beserta kawan kawan nya mengulur waktu untuk balik. Terbukti saat ini, gerimis yang tadinya kecil kini sudah terasa banyak yang mengguyurnya.

"Bimm ujannya makin gede, gimana nih?!" Noora menarik narik ujung jaket Bima saat ini.

Bima membuka helmnya sedikit keatas, "Mau terobos aja apa berenti nih?"

Noora berfikir sejenak, kalau menerobos hujan bagaimana nasib buku bukunya dan juga ada laptop yang tersimpan didalamnya.

"Neduh dulu deh Bim, leptop gue nggak ada pelapisnya." Noora berkata.

Didepan sana terlihat cafe kopi. Bima segera membelokan motornya. Memasuki tempat tersebut.

Bagian depannya agak rindang, karena terhias oleh pohon cerri yang menjulang. Tapi tak apalah walaupun terlihatannya agak seram, yang penting saat ini ia bisa terbebas dari hujan.

Noora turun terlebih dahulu, membuka cardigan hitam tipis yang membalut tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Noora turun terlebih dahulu, membuka cardigan hitam tipis yang membalut tubuhnya. Cardigan tersebut sudah basah, bahkan baju sekolahnya pun tak terbebas dari guyuran air hujan.

Noora berdecak, kalau ia paksa pakai cardigan itu, takutnya ia akan sakit nantinya. Tapi baju putih sekolahnya pun sudah basah, dalaman tanktop hitamnya lumayan tercetak.

Ah gimana nih! Norra pusing.

"Ayoo masuk." Bima berjalan terlebih dahulu setelah menaru helmnya dikursi depan.

Noora mengekori dengan langkah cepat. Huh moodnya mendadak ancur, belum lagi ia melihat tampilan rambutnya saat ini. Noora mandi layaknya seperti capung.

Basahnya tak tentu arah.

Keduanya sudah memasuki kafe tersebut. Sepi, hanya ada beberapa orang yang lagi menikmati hangatnya secangkir kopi ditengah dingin nya hujan.

Bima sudah memesan capucino dengan taburan cream diatasnya, sedangkan Norra tidak begitu terlalu suka dengan kopi. Mungkin Matcha tidak begitu buruk juga untuk saat ini.

Keduanya sudah duduk saling berhadapan, belum ada bahan pembicaraan yang terjalin. Bima sedang sibuk dengan ponselnya. Mungkin lagi mengabari Sussan.

Sedangkan Noora hanya diam sambil memandang kosong lantai dibawah. Ponselnya sudah habis daya sewaktu disawah tadi. Jadi ia tak bisa menghubungi orangtuanya, maupun Naomi.

Bima membalas senyuman tipis saat waiters mengantarkan pesanannya. Roti bakar dengan selai coklat dan wijen juga ikut dipesan.

"Tuh minum la, keburu dingin." Bima berkata, tangan nya pun tak tinggal diam. Mulai memotong Roti tersebut dengan ukuran kecil.

NOORA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang