Pagi menyapa.
Hangat sinar mentari membawa serta sepasang kelopak mata itu terbuka. Pening mendera, dengan sebelah tangan terasa memberat. Wangi yang familier, aroma gula manis musim semi. Jungkook masih terpejam, menjadikan tangan kakaknya sebagai bantal. Yoongi tersenyum kala wajah damai Jungkook hadir dalam pandangnya.
Yoongi merapalkan syukur sebanyak yang ia bisa dalam hati. Melihat adiknya tertidur tenang adalah harapan yang terkabul.
Jungkook menggeliat ketika kakaknya mengeratkan dekapan, kendati matanya masih terpejam tangan sewarna pasir pantai itu terangkat membalas pelukan hangat sang kakak.
"Masih ingin tidur?" terasa gelengan kecil didadanya. "Ayo bangun, sarapan. " Yoongi meregangkan pelukannya hingga wajah sang adik terlihat, namun pada pandangnya wajah Jungkook sedikit memburam, Yoongi menggeleng kemudian mengerjap hingga pandangannya kembali normal.
Jungkook mengernyit, kemudian tangan dinginnya menyentuh pipi Yoongi. Tubuh kakaknya sedikit hangat, dan wajahnya yang pucat semakin kentara terlihat.
"Kakak tidak apa, Ayo" Yoongi melepas lembut tangan adiknya.
"Wah manisnya Bibi~" Nayoung menyapa ramah. Sepasang kakak beradik itu lantas tersenyum tipis.
Suasana pagi yang hangat kendati butiran beku mulai berjatuhan. Jungkook tersenyum dalam diam, memandangi satu persatu wajah yang hadir disana. Termasuk sang kakak disampingnya.
Yoongi berkeringat banyak, kepalanya pening dan pandangannya sedikit berputar. Didalam hati ia terus bergumam apa yang salah padanya mungkin hanya kelelahan.
"Hei Yoon kau baik?" suara lembut Bibi membawa atensi Jungkook kepada sang kakak.
Pemuda yang dimaksud hanya mengangguk kecil, kendati pandangannya semakin memburam. Menangkap presensi Jungkook yang membayang disampingnya, terlihat bocah itu khawatir melihat gelagat aneh sang kakak. Yoongi ingin menenangkan, tetapi suaranya tertahan diujung lidah. Semakin mengkhawatirkan saat ia berdiri namun pertahanannya limbung, membuat semua orang panik dengan wajah memucat Yoongi dalam dekapan Jungkook.
"A-aku baik. "
***
Seokjin merapikan peralatan bawaannya. Dibelakang tampak paman dan bibi dengan raut khawatir yang kentara. Yoongi terbaring lemah, wajahnya sayu akan tetapi senyum itu selalu hadir. Senyum menenangkan yang dituju pada adik kecilnya. Jungkook tidak berbicara, namun raut kusut itu mengatakan segalanya.
"Sejauh ini kupikir bocah ini hanya kelelahan, paman dan bibi jangan khawatir. Tolong perhatikan pola makan dan istirahatnya." Seokjin beralih pada adiknya yang lain, melempar tatapan teduh saat kedua irisnya menemukan raut khawatir Jungkook, diusap pucuk kepala sang adik "tidak apa-apa. "
Keadaan Jungkook belum sepenuhnya pulih. Masih perlu pengawasan dari segala pihak, baik medis maupun keluarga. Seokjin tak ingin dia tertekan karena keadaan sang kakak, Jungkook perlu masa penyembuhan yang panjang. Bagaimanapun luka hati adalah lubang yang sukar menutup. Namun dibalik itu semua, kembali Seokjin menyadari ada sesuatu janggal pada kesehatan Yoongi, tapi keputusan untuk menelan spekulasi itu sendirian dimungkinkan sebagai suatu hal yang baik. Untuk menstabilkan keadaan Jungkook, dan membuat keadaan sedikit membaik hingga saat yang tepat nanti, dan segala fakta kebenaran yang seharusnya terungkap.
"Jika keluhan masih dirasakan, tolong seret anak ini ke rumah sakit. Paman, bibi. "
Dokter muda itu beranjak, dengan Bibi Nayoung mengantarnya kedepan.
Paman mendekat, kemudian menepuk kening Yoongi sayang. "Dasar bandel. " kemudian pergi menyisakan senyum berarti dari keduanya."Hei tidak apa Kookie. " Yoongi mencoba duduk walau kernyitan didahinya masih terasa. Ia tidak boleh membuat Jungkook terlewat khawatir, bagaimanapun kepulihan psikis Jungkook adalah yang utama untuknya.
Kedua bola mata bulat itu berkaca, memerah dengan bibir ranumnya yang gemetar.
Jungkook merasakan takut dihatinya, amat sangat menyesakkan. Ia merasa kehadirannyalah yang membuat kakaknya menjadi seperti ini. Dikepalanya berkecamuk, bayangan-bayangan bunda yang seperti pilahan cahaya berbentuk menampakan wajah garang dan suara-suara bunda yang memintanya menjaga sang kakak.
Tak berguna
Jungkook meremat keras selimut tebal tempat tidur kakaknya dimana ia terduduk, dan sebelah tangannya yang lain bertautan keras hingga buku jarinya memucat.
Yoongi menyadari hal itu, segera ia menarik tubuh ringkih adiknya kedalam pelukan hangatnya. Menyisir lembut surai legam sang adik dan mengusap pelan punggung Jungkook yang bergetar. Jungkook tertekan, dan masa seperti inilah yang dianggap berat oleh Yoongi, hatinya kembali teremat seolah merasakan sesak yang sama.
Bahunya basah dan punggungnya ikut kebas karena cengkraman Jungkook yang terlewat keras. Mengesampingkan ngilu dikepalanya, Yoongi terdiam menatap lurus kedepan merasakan ngilu menjadi-jadi saat isakkam kecil Jungkook sampai ditelinganya.
Tangis dihatinya meraung ingin dilepaskan, tetapi Yoongi harus kuat demi sosok dipelukannya. []
***
A/n:
Hai! Maaf sudah membuat kalian menunggu lama:"( aku benar-benar minta maaf.
Kena writer's Block itu ternya gak enak. Heuheu
Awalnya sih iseng ngundur-ngundur nulis, eh kebablasan. Lebih parah sampe lupa sama apa yang mau ditulis:(
Kabar baiknya aku sudah dapat benangnya! Kemungkinan dalam waktu dekat aku bakal nulis ending. Yang berarti bagian-bagian setelah itu akan ditulis mundur. (Maksudnya ditulis dari pengembangan ending)
Jadi akhir dari cerita ini aku tulis awal dan gak bisa diganggu gugat! :D
Nah, sebelum aku tulis ada yang mau request endingnya harus gimana? Curcol ya! ^^
OH YA! kalian jangan pasif dong, Ayo komen dan semangatin aku~^°^~ dan yang mau aku folback di dm aja ya akunya, yang mau curhat juga boleh wkwkwk aku suka berteman~~^^
dan Terimakasih! ^^<3 untuk yang Setia nunggu kelanjutan cerita ini. Really thx and love u<3

KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Sight
Fanfiction[ TrueFanficIndo April'19 reading list ] ------ Jungkook benci jika harus selalu melihat takdir seseorang. Chaptered Brothership YK - - - Story©SasyaW Cast©BTS bighit entertaiment, their parents Cover©CanvaXpinterest