40- Warmness

1.2K 219 20
                                        

Langit sudah gelap saat Nayoung membuka pintu kamar dan mendapati dua putera kesayangannya yang tertidur dengan tangan saling menggenggam.

Namun saat ia mendekat salah satunya tampak terlelap tanpa ketenangan, Jungkook. Anak itu tertidur dengan posisi duduk dan kepala yang menindih lengan sang Kakak.

Nayoung segera menepuk pelan pundak bungsunya, menyadari bahwa Jungkook belum memakan makan malamnya dan tertidur dengan posisi yang pasti akan menyakitinya saat terbangun.

"Maaf Bi, aku ketiduran." 

"Eh kenapa minta maaf? Ayo makan malam." Bisik Nayoung lembut. Lalu menarik Jungkook kearah sofa dan menyajikan makan malam yang ia masak dirumah.

"Kakak, bi?"

Nayoung mengulas senyum, Jungkook selalu menempatkan Yoongi diatas segalanya. Tapi, kemudian senyumnya pudar saat mengingat beberapa hari lagi perjuangan Yoongi akan sampai pada puncaknya. Segala jerih payahnya akan dipertaruhkan di atas meja operasi, dan dibawah tangan-tangan dingin para dokter.

"Bi?"

"Oh maaf. Bibi melamun koo, ayo makan."

Selama kegiatan makan malam, tidak ada satupun pembicaraan yang mereka angkat. Keheningan hanya di isi oleh suara dentingan alat-alat makan. Nayoung sesekali melirik Jungkook dihadapanya, menemukan gurat lelah yang sama pada wajah itu. Ditambah dengan ketakutan yang ia timbun dalam-dalam pada sorot matanya yang di buat ceria. Rasa bersaah hadir pada hatinya, terlebih keada Yoongi. Sebab hadirnya sebagai yang tertua sama sekali tidak membantu mengurangi luka yang ada.

Nayoung meneteskan air mata. Beruntung luput dari perhatian anak lelaki dihadapannya, atau Jungkook akan lebih khawatir dan menghujaninya segala pertanyaan.

"Jungkookie, boleh Bibi memelukmu?"

Jungkook yang sedang merapihkan bekas makanannya pun segera mengangkat pandangnya, lalu menangguk sebagai jawaban.

"Hangay sekali." ucap Nayoung.

Jungkook terpejam dibuatnya, ditambah usapan-usapan lembut di punggung yang membuatnya semakin nyaman.

"Bibi kenapa?" Tanya Jungkook, matanya masih terpejam pun usapan dipunggungnya masih terasa. Kemudian helaan nafas menyentuh tengkuknya, dan suara lembut Bibi lantas terdengar;

"Bibi rindu sekali padamu."

***

Jungkook bersila diatas ranjang sang Kakak, dengan pipi yang menggembung sibuk mengunyah potongan buah apel yang Bibi kupaskan. Yoongi pun sama halnya, mencoba memakan makan malamnya perlahan.

"Setelah Kakak sembuh, aku ingin liburan lagi!" pekik Jungkook tiba-tiba yang lalu mengalihkan atensi seluruh penghuni ruangan. Bahkan Namjoon yang sibuk dengan pekerjaannya di sofa. "Jungkookie ingin pergi kemana?" Nayoung yang pertama menanggapi setelah memberikan satu potong apel kepada Yoongi.

Junkook mengerucutkan bibirnya dengan bola mata yang bergulir keatas, ditambah telunjuk yang diletakkan didagu dan jangan lupakan potongan apel yang tersisa masih didalam genggaman. Gestur berpikir.

"New Zealand!" pekiknya kemudian.

"Kenapa kesana?" kali ini Namjoon yang menimpali, hingga memaksa mereka membawa pandang pada lelaki jangkung itu.

"Aku membaca buku da--"

"Sejak kapan Jungkookie senang membaca buku?" Itu Yoongi.

"Jangan menyela, Kakak! Aku membaca buku di kamar Kak Namjoon. Duluuuuuuuuuuu sekali. Katanya musim gugur disana sangat indah." Jungkook menggigit sisa apelnya, "Bagaimana Kalau kit--" Sungutnya dengan potongan apel masih belum ditelan sempurna.

"Telan dulu, nanti tersedak." Bibi mengingatkan.

Dan setelah menelan seluruh sisa apelnya, ditambah meminum air yang disodorkan Bibi, Jungkook melanjutkan; "Sebentar lagi masuk musim gugur 'kan? Menghabiskan waktu disana bukankah menyenangkan?"

Mereka terkekeh gemas, bagaimana Jungkook yang berbicara banyak menjadi penghangat hati mereka. Jungkook yang bersemangat membuat senyuman di bibir ketiganya tersungging tulus, ditambah dengan harapan agar Jungkook mereka selalu menjadi seperti ini.

Yoongi menepuk-nepuk punggung tangan Jungkook yang dapat ia gapai. Agar atensi anak itu dapat ia tangkap.

"Baiklah, Baiklah. Setelah Kakak Operasi kita semua akan kesana. Bagaiamana?"

Jungkook mengangguk lucu mendengar ucapan sang Kakak. Memandang satu persatu anggota keluarga kecilnya bergantian dengan senyuman manis yang merekah hingga sepasang gigi depan yang besar menyembul. Seperti bayi kelinci!

"Terima kasih! Kakak yang terbaik!" Jungkook memekik, lalu menyondongkan tubuh kedepan dan tangannya yang nakal mencubit gemas pipi tirus Yoongi.

"Hei itu sakit Jung!"

Gelak tawa riuh mengisi ruang, Jungkook yang paling kencang. Bibi tersenyum hingga mata dan Namjoon merasa lesung pipinya menjorok semakin dalam.

Jungkook dalam tawanya bersyukur sedemikian dalam, berharap agar diesok hari semua ini tidak akan pernah meninggalkannya dalam pilu.

***

"Bulannya terlihat sangat terang ya kak." ucap Jungkook yang sedang berbaring di atas ranjang sang Kakak dan menjadikan tangan yang tidak sekekar dulu itu bantal.

Yoongi mengangguk, tangan menepuk-nepuk pucuk kepala Jungkook agar adiknya itu cepat tidur.

Lampu ruangan sudah temaram, waktu menunjukan hampir tengah malam dan Bibi juga Namjoon sudah terlelap.

Rembulan mengintip malu dari celah gorden yang tersingkap, langit yang gelap tanpa satupun bintang menjadikan Bulan yang menjadi satu-satunya cahaya yang berkuasa.

"Belum mengantuk?" tanya Yoongi, lantas ia merasakan gelengan pelan.

"Kak, pasti sakit sekali ya?"

"hm?"

Jungkook mengulurkan telapak tangannya keatas, sedikit menghalangi sang Rembulan. Lantas berkata dengan nada terlampau ceria,"Kalau begitu, mari kita bagi sakitnya bersama!"

Yoongi yang mengerti akan hal itu lantas tersenyum kecil, disambarnya telapak tangan itu, disatukannya dengan telapak tangan dirinya.

Keduanya menutup mata dan tersenyum disela rasa hangat yang mendesak kantuk untuk segera datang. Saling menyesap kasih sayang melewati tautan tangan yang teramat erat. []

Dream SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang