22- Therapy

1.8K 281 5
                                        

"Bagaimana perasaanmu Jung?"

Jungkook tersenyum hangat, Seokjin datang dengan Yuri. Dipinta Yoongi memeriksa adiknya dan menemani Jungkook agar bocah itu tidak pergi kemana-mana. Hari ini adalah hari pertama Kemoterapi paman. 

"Aku baik kak,"

"Kamu kelelahan semalam Jung, sepertinya terlalu bersemangat kemarin. " Yuri terkekeh, membantu merapikan peralatan medis milik Seokjin.  "Aku memasak Kimbab kemarin dengan bibi, kenapa kak Yuri dan Kak Seokjin tidak ada dirumah sakit?" Jungkook melahap kukis yang dibawa Yuri sebagai oleh-oleh. 

Mereka berdua berpandangan,  "kami sibuk kemarin, kenapa rindu?" Seokjin menggoda, dihadiahi helan nafas oleh sang lawan bicara.  "Sibuk berkencan ya?" ujar Jungkook penuh selidik.  Dan dua kakaknya malah tertawa sumbang menanggapi ucapan Jungkook.  "Kencan?  Tidak mungkin Jung, kami tidak cocok. "

"Kak Yuri jangan berkata seperti itu, bagaimana jika iya?  Kalian Jodoh?" cerca Jungkook kelewat polos, dan Yuri malah memekik gemas.  "Sudah, sudah, kamu ini. " Seokjin menengahi, mengusak surai Jungkook lembut. 

Seokjin sedikit merasa lega melihat keadaan Jungkook yang sekarang. Obatnya sudah turun dosis, dan kejadian demam kemarin hanya karena anak itu kelelahan. Terapi di lingkungannya hampir berhasil. 

Keluarga ini begitu saling menyayangi. Jungkook banyak diperhatikan, dan keluarga nya lah pokok utama alasan ia kembali menapaki kesembuhan. 

Seokjin mengulum senyum, dihadapannya Yuri dan Jungkook sedang mengoceh riang. Sesekali keduanya tertawa keras. 

Jungkook adalah magnet kasih sayang. Semua orang didekatnya pasti akan cepat menyayanginya dan memberikan padanya banyak limpahan perhatian. 

"Uh kak Seokjin!" yang dipanggil mengerjap, lamunannya terputus. "Sekolahku?" tambah Jungkook. 

"Kenapa menanyakan itu pada kakak?" Jungkook mengerjap pelan, gemas sekali. Padahal anak itu akan sudah pada tingkatan remaja, yang biasanya penuh dengan sikap kritis dan gengsi selangit.  "Kemarin aku tanya Kak Yoon, tapi kak Yoon minta aku tanya kakak saja. " Seokjin mengerti, mengambil alih toples kukis dipelukan Jungkook dan mencomotnya satu.  "Kita lihat saat awal tahun ajaran baru nanti ya? Sementara aku akan membawa seorang guru pribadi untukmu. "

Jungkook lesu, sebenarnya ia rindu sekolah. Rindu bola basket dan studio musik.  Rindu sekali. 

Telapak tangan hangat Yuri dipipinya,  mengangkat wajah Jungkook yang semula tertunduk agar pandangannya tertuju pada manik jelaga sang Kakak perempuan. "Hei tidak apa, kau kan pintar. Belajar denganku juga tidak apa. " Jungkook menarik tipis bibirnya, menatap garis wajah sempurna wanita dihadapannya lembut. "Iya, lagipula dokter magang ini pengangguran sekarang. "

"Sialan kau. "






***

Yoongi berada dibalik pintu kayu rumah sakit, ada kaca kecil disana yang membuat ia dapat sedikit mengintip kegiatan didalam. 

Dirinya meringis ketika melihat Sang Paman menggigil setelah sekian menit dokter menyuntikkan suatu cairan kedalam tabung infusnya. 

Paman begitu kesakitan, hingga tangan bibi menjadi sebuah saluran pembagi rasa sakitnya. 

Bibi disana dengan Setia, mengelap peluh didahi paman dengan sabar. Walau jauh dilubuk hatinya Yoongi mengerti jika bibi tengah menahan lukanya kuat-kuat. 

"Aku tidak bisa kak, "

Pelan suara Namjoon terdengar. Pria tinggi itu terduduk disalah satu kursi dekat pintu. Yoongi mengalihkan pandangannya pada Namjoon.  Setelah bibi, ada Namjoon yang sama terlukanya. 

Helaan nafas terdengar saat Yoongi ikut mendudukan dirinya disamping sang Adik.

"Kau harus kuat Joon. Demi paman dan keluarga kita. "

Yoongi ikut menatap tembok dingin rumah sakit, sudah sekitar dua Jam paman didalam. Dan ini hampir tengah hari.  Seokjin mengiriminya pesan setengah jam yang lalu, Jungkook baik dan tidak bertanya apapun. Dan Yoongi lagi-lagi berharap untuk pilihannya yang menyembunyikan rahasia besar ini sebagai opsi terbaik.

"Ayo makan siang, "

"Aku tunggu ibu dulu kak, " sanggah Namjoon, padahal perutnya sudah mulai terasa melilit.  "Kita bisa belikan Bibi sesuatu. Perutmu sudah sakit kan?  Jangan dipaksa. "





















***

"Bagaimana paman Kak?" Yoongi menutup pintu kamar mandi pelan. Rambutnya basah, dengan handuk menggantung diantara perpotongan pinggangnya. Padahal ini awal musim dingin.

Jungkook di ranjang duduk bersila, menatap sang Kakak yang berjalan kesana-kemari. Entah mengambil baju atau mengeringkan rambut.

Yoongi tak lantas menjawab, hingga Jungkook perlu mengulang pertanyaannya lagi. "Oh, baik. Kenapa Kook?" jawabnya. 

Suasana kamar redup, lampu sorot dari balkon yang menjadi alat bantu. Yoongi memilih tidak membiarkan Jungkook tidur sendirian. Namjoon dibawah, anak itu sedikit kacau hari ini. 

"Kenapa rindu sekali ya, padahal baru satu hari tidak bertemu. " Jungkook merebahkan tubuhnya, memeluk boneka kelinci merah muda hadiah Namjoon diperutnya.  "Huh?  Rindu siapa?" timpal Yoongi, tangannya sibuk merapikan bantal untuk sandarannya di kepala ranjang. 

"Paman. "

"Kenapa ya kak?  Padahal sebelumnya kita kan jarang bertemu. " Jungkook tidur menyamping, dapat dilihat Yoongi yang mulai sibuk dengan laptopnya.  "Ya jarang bertemu, tapi Video call  hampir setiap malam. " ujar Yoongi, dengan nada jenaka dan Jungkook tersenyum lebar hingga deretan gigi putihnya terlihat.  "Boleh telpon Bibi kak?" Yoongi menangkap binar memohon dari iris adiknya, kentara tidak tega. Tapi ini bukan waktu yamg tepat untuk mengusik paman dan bibinya. "Besok kita ke rumah sakit. Jangan sekarang, ini waktu paman istirahat. Dan waktu tidurmu juga. " Jungkook menimpalnya dengan gumaman OK kecil. 

"Kakak jangan tidur larut. " Jungkook menguap dan matanya mulai berair. Yoongi tersenyum kecil dibuatnya.  "Hm" bergumam kecil sebagai jawaban, lantas megusap anak rambut Jungkook yang menjuntai diatas keningnya hampir menyentuh mata.  "Selamat malam Jungkookie. " []












A/n:

Aku pengen kalian cek cerita terbaru aku.

Dan Tolong berikan tanggapan atau pendapat kalian disana^^

Aku ingin nilai seberapa besar rasa tertarik kalian ke cerita aku yang baru*-*

Terimakasih <3

Dream SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang