3-A Sibling

3.6K 478 6
                                    

Jungkook sangat dekat dengan bunda. 
Kemana-mana ia akan terus menempeli bunda.

Aku sering melihat bunda yang menenangkan Jungkook dikala ia bangun dengan raungan keras. Jungkook itu istimewa, bunda sering bercerita dan terkadang sampai menitikan air mata.

Bunda takut Jungkook lelah dengan keadaan. 

Saat itu Jungkook hanyalah anak laki-laki kecil, adikku itu kadang terlihat sangat tertekan. 
Berkali-kali melihat kejadian tidak mengenakan membuat bocah itu ketakutan.


Saat nenek meninggal, Jungkooklah yang paling histeris.

Tapi saat bunda pergi, Jungkook sangat tenang. Kelewat tenang hingga kami lengah. 

Jungkook memimpikan bunda malamnya, dan saat pagi datang ia juga yang pertama menemukan jasad bunda. Jungkook cerdas menyimpan luka. 

Menangis sendiri hingga lelah, sampai tertidur. Ia tidak ingin berbagi denganku, padahal jelas-jelas aku selalu ada disampingnya. Sampai hari itu aku kelewat lelah dan memarahinya telak. 

"KAU KETERLALUAN HINGGA LUPA PUNYA KAKAK!"

Aku ingat Jungkook menangis sepanjang malam dipelukanku, duduk ditepi balkon rumah hingga tertidur dengan isakkan tertinggal satu-satu.




Kini Jungkook sangat bergantung padaku, Semua tentangnya selalu berkaitan denganku. Jungkook bilang hanya aku pegangannya saat ini, dan itu malah membuatku takut. Takut jika tidak bisa menggenggamnya dalam waktu yang lama. 

Jungkook pulang setelah hujan reda. Aku menjemputnya dihalte terlambat duapuluh menit karena kemacetan parah. Bocah itu menggigil, bajunya setengah basah. Tapi ia sanggup tersenyum lembut, kendati ujung bibirnya bergetar. 

"Kak?  Masih lama?"

Selepas makan malam, kuputuskan menyelesaikan pekerjaanku yang terbawa kerumah. Hujan dimusim gugur membuat hawa dingin terbawa hingga malam menjelang.

"Hampir selesai, ada apa?" aku menoleh kebelakang mendapati Jungkook yang duduk ditepian kasur. Pukul sepuluh, harusnya kelinci nakal itu sudah tidur. 

"Ingin tidur bersama kakak," dalam remang kulihat wajah Jungkook memucat dengan tatapan sendu. "Tunggulah sebentar," setelah membasuh wajah dan menyikat gigi kudapati Jungkook sudah berbaring di kasur, menatap lurus ke langit-langit kamar.  Aku melesak tepat disampingnya, tak lama kemudian Jungkook mendekatkan dirinya kepadaku.

"Tubuhmu hangat, tidak bisa tidur?  Bermimpi lagi?"

Dapat kurasakan gerakan kepala Jungkook menggeleng didadaku.

"Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" lagi-lagi ia menggeleng dan malah mengeratkan tangannya pada tubuhku.  "Baiklah, bagaimana sekolah?"

Jungkook mengangkat wajahnya, mata bulat itu serupa Bunda. Cahaya lampu tidur memantul didalam irisnya yang sebening kaca.  Jungkook tersenyum "semuanya baik padaku, kak Seokjin benar. Sekolah umum bukan hal yang buruk. "

Aku mengelus surai kecoklatannya yang serupa ayah. Adikku ini tidak pernah menghilangkan umur sepuluhnya, tetap manja padaku. Dapat kurasa keningnya yang hangat saat bersentuhan dengan bagian dadaku, anak ini demam. 

"Ayo tidur, kau tampak kurang sehat. " []

Dream SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang